Kasus Covid-19 Terus Meningkat, Tunda Pilkada 2020
loading...
A
A
A
JAKARTA - Langkah pemerintah yang tetap ngotot menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 memantik kritikan dari kalangan publik. Apalagi, pesta demokrasi tersebut digelar saat kasus masyarakat yang terkonfirmasi positif Covid-19 setiap harinya meningkat.
Hingga kemarin, data pemerintah yang dirilis menyebutkan jumlah warga yang terpapar Covid-19 di Indonesia mencapai 3.141 kasus sehingga total keseluruhan mencapai 221.523 kasus. Kasus tersebut tersebar di 34 provinsi dan 491 kabupaten/kota.
( ).
Menyikapi situasi situasi yang memprihatinkan tersebut, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mendesak pemerintah agar untuk menunda pelaksanaan Pilkada 2020 tersebut. Penundaan itu demi kepentingan kesehatan dan keselamatan bangsa dari potensi paparan Covid-19 yang terus meningkat.
( ).
"Presiden bersama-sama dengan DPR dan Komisi Pemilu Umum (KPU) menunda pelaksanaan tahapan Pilkada 2020 hingga situasi penyebaran covid-19 ini berakhir atau dapat dikendalikan secara signifikan," tegas Direktur Eksekutif ELSAM Wahyu Wagiman dalam keterangan tertulis yang diperoleh SINDOnews, Selasa (15/9/2020).
Wahyu menilai, penundaan pelaksanaan Pilkada 2020 bukanlah sesuatu yang tidak mungkin dan dilarang. Jaminan atas kemungkinan penundaan itu telah diberikan dengan merujuk pada UU No. 6 Tahun 2020 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota menjadi Undang-Undang.
( ).
Sesuai ketentuan Pasal 120 ayat (1) disebutkan bahwa: Dalam hal pada sebagian wilayah pemilihan, seluruh wilayah pemilihan, sebagian besar daerah, atau seluruh daerah terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, bencana nonalam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan pemilihan atau pemilihan serentak tidak dapat dilaksanakan, dilakukan pemilihan lanjutan atau pemilihan serentak lanjutan.
Wahyu menyatakan, penyelenggaraan pilkada di tengah-tengah penanganan pandemi Covid-19 yang belum maksimal diperkirakan akan menyebabkan angka penambahan kasus-kasus baru di berbagai wilayah Indonesia. Kondisi tersebut jelas semakin mengancam kesehatan dan keselamatan publik.
"Tetap dilaksanakannya Pilkada 2020 berpotensi besar mengabaikan dan melanggar hak-hak masyarakat atas kesehatan, hak atas rasa aman dan hak atas hidup yang seharusnya dijamin dan dilindungi oleh pemerintah," katanya.
Dalam situasi pandemi ini, lanjut Wahyu, akan lebih bermanfaat dan berguna bagi kepentingan bersama apabila penyelenggara negara yaitu presiden, DPR, KPU dan lembaga terkait lainnya fokus pada koordinasi dan penanganan Covid-19. Dengan begitu, ia berharap Indonesia dapat segera mengakhiri bencana tersebut pada akhir 2020 sehingga kemudian membahas dan merancang kembali tahapan pilkada yang ditunda.
Hingga kemarin, data pemerintah yang dirilis menyebutkan jumlah warga yang terpapar Covid-19 di Indonesia mencapai 3.141 kasus sehingga total keseluruhan mencapai 221.523 kasus. Kasus tersebut tersebar di 34 provinsi dan 491 kabupaten/kota.
( ).
Menyikapi situasi situasi yang memprihatinkan tersebut, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mendesak pemerintah agar untuk menunda pelaksanaan Pilkada 2020 tersebut. Penundaan itu demi kepentingan kesehatan dan keselamatan bangsa dari potensi paparan Covid-19 yang terus meningkat.
( ).
"Presiden bersama-sama dengan DPR dan Komisi Pemilu Umum (KPU) menunda pelaksanaan tahapan Pilkada 2020 hingga situasi penyebaran covid-19 ini berakhir atau dapat dikendalikan secara signifikan," tegas Direktur Eksekutif ELSAM Wahyu Wagiman dalam keterangan tertulis yang diperoleh SINDOnews, Selasa (15/9/2020).
Wahyu menilai, penundaan pelaksanaan Pilkada 2020 bukanlah sesuatu yang tidak mungkin dan dilarang. Jaminan atas kemungkinan penundaan itu telah diberikan dengan merujuk pada UU No. 6 Tahun 2020 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota menjadi Undang-Undang.
( ).
Sesuai ketentuan Pasal 120 ayat (1) disebutkan bahwa: Dalam hal pada sebagian wilayah pemilihan, seluruh wilayah pemilihan, sebagian besar daerah, atau seluruh daerah terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, bencana nonalam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan pemilihan atau pemilihan serentak tidak dapat dilaksanakan, dilakukan pemilihan lanjutan atau pemilihan serentak lanjutan.
Wahyu menyatakan, penyelenggaraan pilkada di tengah-tengah penanganan pandemi Covid-19 yang belum maksimal diperkirakan akan menyebabkan angka penambahan kasus-kasus baru di berbagai wilayah Indonesia. Kondisi tersebut jelas semakin mengancam kesehatan dan keselamatan publik.
"Tetap dilaksanakannya Pilkada 2020 berpotensi besar mengabaikan dan melanggar hak-hak masyarakat atas kesehatan, hak atas rasa aman dan hak atas hidup yang seharusnya dijamin dan dilindungi oleh pemerintah," katanya.
Dalam situasi pandemi ini, lanjut Wahyu, akan lebih bermanfaat dan berguna bagi kepentingan bersama apabila penyelenggara negara yaitu presiden, DPR, KPU dan lembaga terkait lainnya fokus pada koordinasi dan penanganan Covid-19. Dengan begitu, ia berharap Indonesia dapat segera mengakhiri bencana tersebut pada akhir 2020 sehingga kemudian membahas dan merancang kembali tahapan pilkada yang ditunda.
(zik)