PK Pintu Keluar Terpidana Korupsi

Selasa, 15 September 2020 - 07:05 WIB
loading...
PK Pintu Keluar Terpidana Korupsi
Foto: dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pengajuan peninjauan kembali (PK) atas putusan perkara pidana yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) termasuk perkara korupsi ke Mahkamah Agung, (MA) adalah hak istimewa bagi para terpidana atau ahli warisnya.

Hak ini diatur secara jelas pada Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Cara Pidana (KUHAP). Ketentuannya juga diperkuat dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 33/PUU-XIV/2016. Para terpidana sepertinya benar-benar memanfaatkan salah satu klausal dalam Pasal 266 KUHAP, bahwa putusan PK yang dijatuhkan MA tidak boleh lebih tinggi daripada putusan sebelumnya. (Baca: Berikut Sebaran Penambahan Kasus Corona di 34 Provinsi)

Dengan begitu, PK menjadi angin segar bagi para terpidana agar vonis pidana penjaranya berkurang secara signifikan. Tak tanggung-tanggung, ada terpidana yang diberi diskon setengah dari hukuman bahkan ada pula yang divonis bebas.

Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW) sepanjang 2007 sampai 2018, setidaknya 101 terpidana koruptor yang dibebaskan MA. Sementara perkara yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepanjang 2017-2020, terdapat 20 terpidana yang dikabulkan PK-nya.

Tim KPK berhasil mengidentifikasi fakta bahwa ada sejumlah terpidana koruptor menempuh jalur atau “modus” baru sepanjang 2019 hingga 2020. Sebagian besar langsung menyatakan menerima putusan, sesaat setelah majelis hakim tingkat pertama membacakan putusan. Beberapa pekan setelah putusan inkracht, PK langsung diajukan ke MA.

Fakta ini juga dituturkan seorang Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK yang menjadi ketua tim beberapa perkara serta didukung cerita dari seorang advokat kepada SINDO MEDIA. JPU tersebut mengatakan bahwa upaya hukum berikutnya atas termasuk PK merupakan hak seorang terpidana, tetapi kecenderungan MA selama dua tahun terakhir justru membuat waswas penegak hukum.

Menariknya, nama-nama terpidana yang hukuman atau pidana penjaranya disunat di antaranya ditangani hakim agung Muhammad Syarifuddin baik sebagai ketua majelis hakim agung PK maupun sebagai anggota. Seperti diketahui, Syarifuddin kini menjabat sebagai ketua MA periode 2020-2025. Dia resmi dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada Kamis, 30 April 2020. (Baca juga: Sunan Giri Pendakwah Pertama di Bumi Kalimantan)

Penyunatan hukuman penjara di tahap PK sedikitnya ada empat contoh. Awal September 2020, MA mengabulkan PK terpidana mantan Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi. Kemudian di akhir Agustus 2020, MA mengabulkan PK terpidana mantan Bupati Talaud Sulawesi Utara Sri Wahyumi Maria Manalip.

Selanjutnya Juni 2020, MA mengabulkan PK terpidana mantan pemegang saham sekaligus mantan Direktur Utama Bank Century Robert Tantular. Pada bulan yang sama, MA mengabulkan PK terpidana mantan panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) Rohadi.

Mantan Ketua KPK M Busyro Muqoddas menilai, kecenderungan pengurangan vonis pidana penjara atau vonis bebas sudah terjadi sejak 2005. Sering kali pertimbangan hakim agung yang menangani perkara di tahap PK bertentangan dengan fakta-fakta yang terungkap saat proses persidangan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1600 seconds (0.1#10.140)