DPR: Tidak Benar Informasi BIN Bentuk Pasukan Khusus
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota DPR Evita Nursanty, meyakini informasi yang menyebut Badan Intelijen Negara (BIN) membentuk pasukan khusus adalah informasi yang tidak benar. Apa yang ditampilkan pada 10 September 2020 yang videonya dishare oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo adalah demo keterampilan dari para agen/ siswa Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN), bukan pasukan khusus.
“Enggak lah, saya yakin 100%, tidak ada pasukan khusus, itu salah pengertian saja. Mereka yang tampil mendemokan keahlian itu adalah agen atau siswa STIN yang sedang mendemokan keterampilan mereka sesuai tugas mereka,” kata Evita di Jakarta. (Baca juga: Dankormar Mayjen TNI Suhartono Diangkat Menjadi Warga Kehormatan BIN)
Menurut anggota Komisi VI DPR yang sebelumnya selama 10 tahun duduk sebagai anggota Komisi I DPR dan bermitra dengan BIN ini, siswa STIN memang dilatih dengan sangat terampil. Misalnya ahli pencak silat, ahli karate, ahli cyber, dan soft sklil lainnya. Keahlian seperti ini diperlukan kelak ketika mereka terjun di lapangan. (Baca juga: Kepala BIN Wujudkan STIN Menjadi Kampus Bertaraf Internasional)
“Jadi keahlian itulah yang dipertunjukkan sebagai bagian dari ceremony, bukan membuat pasukan khusus. Kita memang membutuhkan siswa STIN yang terampil karena mereka sumber utama SDM BIN sesuai UU Intelijen. Coba lihat juga di film - film itu, bagaimana anggota CIA, FBI atau badan intelijen lain punya keterampilan khusus ketika mereka bertugas misalnya dalam penyusupan ke komunitas apapun,” sambung Evita.
Hal itu sesuai UU No17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara yang menyebut STIN sebagai sumber utama SDM untuk BIN, sehingga STIN terus mengembangkan pendidikan untuk mencapai tujuan lulusan yang berdaya saing internasional dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sementara BIN sendiri terus mendorong pengembangan profesi atau kemampuan profesional personel intelijen melalui pendidikan, pelatihan dan penugasan.
“Perlunya rekrutmen dan pengembangan profesi dan kemampuan profesional personel intelijen yang tangguh dan yang memiliki keahlian khusus ini sejalan dengan perubahan, perkembangan situasi, dan kondisi lingkungan strategis, yang memang perlu melakukan deteksi dini dan peringatan dini terhadap berbagai bentuk dan sifat ancaman, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang bersifat kompleks serta memiliki spektrum yang sangat luas,” ucap Evita.
Dikatakan, setiap warga STIN memiliki nilai dasar bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, nasionalisme, berintegritas, tangguh, profesional, setia, loyal, solid, semangat dan kerahasiaan. Mereka tangguh artinya memiliki sikap pantang menyerah, tabah dan kuat pendiriannya, dan profesional artinya memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehingga mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya seusai dengan profesi yang diembannya.
Karena itu, Evita Nursanty malah berharap, sistem rekrutmen dan sistem pelatihan keterampilan khusus ini bisa diterapkan di kampus lain yang berkaitan dengan intelijen pertahanan dan keamanan negara. “Justru kita senang BIN punya siswa dilatih keterampilan khusus, soft skill. Sistem ini bagus jika diterapkan di institusi pendidikan lain, seperti Sekolah Tinggi Sandi Negara (STSN) yang sudah bertransformasi menjadi Politeknik Siber dan Sandi Negara atau Universitas Pertahanan. Setiap lulusan memang harus memiliki keahlian khusus.”
Evita juga menyambut sangat baik pengembangan program studi baru di STIN seperti Intelijen Medik, kemudian Intelijen Cyber, S-2 Intelijen Ekonomi maupun S3 Ilmu Intelijen Strategis. Itu semua sangat bagus sebagai antisipasi terhadap ancaman pada masa depan, dan bentuk pembaruan dan modernisasi untuk mewujudkan STIM sebagai kampus bertaraf internasional, memberikan kemampuan menghadapi tantangan dan ancaman NKRI.
Bahkan bukan hal yang mustahil alumni sekolah tinggi atau universitas yang berkaitan dengan intelijen pertahanan dan keamanan ini bisa mengabdi di berbagai institusi negara lainnya, karena mereka sudah dibekali dengan nasionalisme, cinta Tanah Air, loyal, kepribadian tangguh, bermoral tinggi, dan tentunya karena siswa pun memiliki keterampilan khusus tadi.
Lihat Juga: Buntut Temuan Duit Zarof Ricar Hampir Rp1 Triliun, KPK Desak DPR Sahkan RUU Pembatasan Uang Kartal
“Enggak lah, saya yakin 100%, tidak ada pasukan khusus, itu salah pengertian saja. Mereka yang tampil mendemokan keahlian itu adalah agen atau siswa STIN yang sedang mendemokan keterampilan mereka sesuai tugas mereka,” kata Evita di Jakarta. (Baca juga: Dankormar Mayjen TNI Suhartono Diangkat Menjadi Warga Kehormatan BIN)
Menurut anggota Komisi VI DPR yang sebelumnya selama 10 tahun duduk sebagai anggota Komisi I DPR dan bermitra dengan BIN ini, siswa STIN memang dilatih dengan sangat terampil. Misalnya ahli pencak silat, ahli karate, ahli cyber, dan soft sklil lainnya. Keahlian seperti ini diperlukan kelak ketika mereka terjun di lapangan. (Baca juga: Kepala BIN Wujudkan STIN Menjadi Kampus Bertaraf Internasional)
“Jadi keahlian itulah yang dipertunjukkan sebagai bagian dari ceremony, bukan membuat pasukan khusus. Kita memang membutuhkan siswa STIN yang terampil karena mereka sumber utama SDM BIN sesuai UU Intelijen. Coba lihat juga di film - film itu, bagaimana anggota CIA, FBI atau badan intelijen lain punya keterampilan khusus ketika mereka bertugas misalnya dalam penyusupan ke komunitas apapun,” sambung Evita.
Hal itu sesuai UU No17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara yang menyebut STIN sebagai sumber utama SDM untuk BIN, sehingga STIN terus mengembangkan pendidikan untuk mencapai tujuan lulusan yang berdaya saing internasional dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sementara BIN sendiri terus mendorong pengembangan profesi atau kemampuan profesional personel intelijen melalui pendidikan, pelatihan dan penugasan.
“Perlunya rekrutmen dan pengembangan profesi dan kemampuan profesional personel intelijen yang tangguh dan yang memiliki keahlian khusus ini sejalan dengan perubahan, perkembangan situasi, dan kondisi lingkungan strategis, yang memang perlu melakukan deteksi dini dan peringatan dini terhadap berbagai bentuk dan sifat ancaman, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang bersifat kompleks serta memiliki spektrum yang sangat luas,” ucap Evita.
Dikatakan, setiap warga STIN memiliki nilai dasar bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, nasionalisme, berintegritas, tangguh, profesional, setia, loyal, solid, semangat dan kerahasiaan. Mereka tangguh artinya memiliki sikap pantang menyerah, tabah dan kuat pendiriannya, dan profesional artinya memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehingga mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya seusai dengan profesi yang diembannya.
Karena itu, Evita Nursanty malah berharap, sistem rekrutmen dan sistem pelatihan keterampilan khusus ini bisa diterapkan di kampus lain yang berkaitan dengan intelijen pertahanan dan keamanan negara. “Justru kita senang BIN punya siswa dilatih keterampilan khusus, soft skill. Sistem ini bagus jika diterapkan di institusi pendidikan lain, seperti Sekolah Tinggi Sandi Negara (STSN) yang sudah bertransformasi menjadi Politeknik Siber dan Sandi Negara atau Universitas Pertahanan. Setiap lulusan memang harus memiliki keahlian khusus.”
Evita juga menyambut sangat baik pengembangan program studi baru di STIN seperti Intelijen Medik, kemudian Intelijen Cyber, S-2 Intelijen Ekonomi maupun S3 Ilmu Intelijen Strategis. Itu semua sangat bagus sebagai antisipasi terhadap ancaman pada masa depan, dan bentuk pembaruan dan modernisasi untuk mewujudkan STIM sebagai kampus bertaraf internasional, memberikan kemampuan menghadapi tantangan dan ancaman NKRI.
Bahkan bukan hal yang mustahil alumni sekolah tinggi atau universitas yang berkaitan dengan intelijen pertahanan dan keamanan ini bisa mengabdi di berbagai institusi negara lainnya, karena mereka sudah dibekali dengan nasionalisme, cinta Tanah Air, loyal, kepribadian tangguh, bermoral tinggi, dan tentunya karena siswa pun memiliki keterampilan khusus tadi.
Lihat Juga: Buntut Temuan Duit Zarof Ricar Hampir Rp1 Triliun, KPK Desak DPR Sahkan RUU Pembatasan Uang Kartal
(cip)