Romo Benny: Penguatan Ideologi Tangkal Radikalisme
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kerapatan Indonesia Tanah Air (KITA) menggelar webinar bertema 'Gerakan Radikal dan Krisis Identitas di Tengah Masyarakat Indonesia', Kamis (10/9/2020).
Webinar dengan peserta lebih dari 100 orang ini, dihadiri oleh Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi (BPIP) Antonius Benny Susetyo. Dalam pemaparannya dijelaskan bahwa bersikap radikal dalam menghayati agama tidaklah salah, yang salah adalah memanipulasi agama untuk kepentingan politik.
"Menjadi orang radikal dalam menghayati agama tidak salah. Yang menjadi persoalan adalah memanipulasi agama untuk merubut kekuasaan politik dengan kekerasan dan memaksa orang lain," tegas Benny.
Selian itu, Benny menjelaskan bahwa penguatan ideologi sangatlah penting dan menjadi praksis bagi masyarakat. "Pancasila menjadi rasa kemanusiaan dan rasa kerakyatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," tambah Benny.
Radikalisme lebih kepada kultur kematian artinya, karena membiarkan sesuatu yang tak masuk akal menjadi masuk akal. Menurut Benny, radikalisme yang terjadi adalah kultur dari kematian yang membajak keyakinan suci guna melegalkan ideologi kematian.
"Radikalisme yang terjadi adalah kultur kematian, karena ideologi kematian yang merusak keadaban kemanusian dan menghancurkan wajah Tuhan," kata Romo Benny.
Dalam hal ini Benny menambahkan bahwa pemerintah dan masyarakat harus mampu mengambil ruang publik agar konten positif lebih dominan dikonsumsi oleh masyarakat.
Koordinator KITA, Maman Imanul Haq mengatakan bahwa pelaku radikalisme biasanya tidak mendapatkan pemahaman secara utuh, hanya berpatokan kepada satu atau dua ayat atau hadits. "Orang-orang radikalisme hanya punya satu atau dua ayat atau dalil tanpa mau menerima dalil lain," jelasnya.
Solusinya Maman menjelaskan harus membuat media literasi baik pesantren maupun gereja. Selain itu, ciri lain dari para pelaku radikalisme adalah anti-dialog dan playing victim.
"Mereka juga anti dialog. Melahirkan kelompok licik, playing victim. Akan tetapi semua yang dikatakan tidak benar," jelas Maman.
Webinar dengan peserta lebih dari 100 orang ini, dihadiri oleh Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi (BPIP) Antonius Benny Susetyo. Dalam pemaparannya dijelaskan bahwa bersikap radikal dalam menghayati agama tidaklah salah, yang salah adalah memanipulasi agama untuk kepentingan politik.
"Menjadi orang radikal dalam menghayati agama tidak salah. Yang menjadi persoalan adalah memanipulasi agama untuk merubut kekuasaan politik dengan kekerasan dan memaksa orang lain," tegas Benny.
Selian itu, Benny menjelaskan bahwa penguatan ideologi sangatlah penting dan menjadi praksis bagi masyarakat. "Pancasila menjadi rasa kemanusiaan dan rasa kerakyatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," tambah Benny.
Radikalisme lebih kepada kultur kematian artinya, karena membiarkan sesuatu yang tak masuk akal menjadi masuk akal. Menurut Benny, radikalisme yang terjadi adalah kultur dari kematian yang membajak keyakinan suci guna melegalkan ideologi kematian.
"Radikalisme yang terjadi adalah kultur kematian, karena ideologi kematian yang merusak keadaban kemanusian dan menghancurkan wajah Tuhan," kata Romo Benny.
Dalam hal ini Benny menambahkan bahwa pemerintah dan masyarakat harus mampu mengambil ruang publik agar konten positif lebih dominan dikonsumsi oleh masyarakat.
Koordinator KITA, Maman Imanul Haq mengatakan bahwa pelaku radikalisme biasanya tidak mendapatkan pemahaman secara utuh, hanya berpatokan kepada satu atau dua ayat atau hadits. "Orang-orang radikalisme hanya punya satu atau dua ayat atau dalil tanpa mau menerima dalil lain," jelasnya.
Solusinya Maman menjelaskan harus membuat media literasi baik pesantren maupun gereja. Selain itu, ciri lain dari para pelaku radikalisme adalah anti-dialog dan playing victim.
"Mereka juga anti dialog. Melahirkan kelompok licik, playing victim. Akan tetapi semua yang dikatakan tidak benar," jelas Maman.