Ketua PP Muhammadiyah Soroti Oligarki Politik dan Bisnis

Rabu, 09 September 2020 - 16:22 WIB
loading...
Ketua PP Muhammadiyah Soroti Oligarki Politik dan Bisnis
Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas. Foto/Dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 ini terdapat 28 daerah yang berpotensi diikuti calon tunggal. Masyarakat tidak mempunyai pilihan karena lawannya kotak kosong.

Ketua Bidang Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas menilai ada sejumlah masalah dalam upaya penyehatan demokrasi di Indonesia. "Kita bukan hanya sakit, tetapi semakin sakit, terpental, dan krisis jiwa," ujarnya dalam diskusi daring dengan tema ' Oligarki Parpol dan Fenomena Calon Tunggal', Rabu (9/9/2020).

Dia menerangkan, munculnya dinasti politik dalam pilkada itu dipelopori oleh elite-elite politik. Situasi ini tentu sangat memprihatinkan karena semakin menggambarkan kuatnya oligarki politik dan bisnis.

( ).

Hak asasi politik warga negara untuk dapat ikut serta dalam kontestasi politik semakin tersumbat. "Itu harusnya milik kader unggulan, punya rekam jejak, dan kematangan demokrasi. Itu terhambat semua oleh oligarki politik dan bisnis," tegasnya.

Dinasti politik dan calon tunggal dalam pilkada juga membuat hak masyarakat untuk mendapatkan pemimpin yang berbasis the right man on the right place hilang. Busyro menyatakan sistem ketatanegaraan sudah banyak dilanggar.

( ).

Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu mengungkapkan, Undang-Undang (UU) Pilkada dan Pemilihan Umum (Pemilu) cacat filosofi dan yuridis. Pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dia menyebut Pasal 222 yang mengatur syarat dukungan paslon presiden dan wakilnya itu cacat fundamental.

"UU tersebut kalau cacat itu mengakibatkan pragmatisme politik dan mahar politik. Saya pernah mendengar ada janji akan diumrahkan dan sebagainya. Muncul calon karbitan karena politik dinasti," tuturnya.

Dia memaparkan, ada data yang menunjukan banyak kepala daerah terjerat kasus perampokan uang negara atau korupsi. Hal itu disebabkan masifnya praktik politik uang dalam pilkada. "Semakin macetnya kaderisasi secara sehat dan profesional dalam tubuh parpol. Dan itu melumpuhkan peran parpol," pungkasnya.
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0974 seconds (0.1#10.140)