Fenomena Kotak Kosong di Pilkada Dianggap Hanya Panggung Monolog
loading...
A
A
A
JAKARTA - Fenomena calon tunggal versus kotak kosong terus menuai perhatian dan diskursus di masyarakat dalam Pilkada Serentak 2020 . Fenomena itu menguat setelah KPU daerah menerima pendaftaran bakal pasangan calon yang hanya diikuti satu paslon dan kemungkinan melawan kotak kosong.
Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai sejatinya esensi demokrasi dalam pilkada itu kompetisi. (Baca juga: Dari 28 Provinsi Terdapat Pasangan Calon Tunggal, Tahapan Selanjutnya Ditunda)
"Ada jagoan yang bertanding dan saling mengalahkan. Ada taktik dan intrik," ujar Adi saat dihubungi SINDOnews, Rabu (9/9/2020).
Adi mengatakan jika suatu daeah hanya diikuti calon tunggal melawan kotak kosong tentu mengurasi esensi demokrasi itu sendiri. Karena ia melihat tidak ada kompetisi. Hanya panggung monolog. (Baca juga: Calon Tunggal di Pilkada Dinilai Merusak Demokrasi)
Selain itu, menurut Adi, kotak kosong buruk bagi demokrasi elektoral. Karena partai tak berani majukan calonnya untuk bertanding. "Lalu untuk apa ada banyak parpol kalau tak berani majukan calon di pilkada," tukasnya.
Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai sejatinya esensi demokrasi dalam pilkada itu kompetisi. (Baca juga: Dari 28 Provinsi Terdapat Pasangan Calon Tunggal, Tahapan Selanjutnya Ditunda)
"Ada jagoan yang bertanding dan saling mengalahkan. Ada taktik dan intrik," ujar Adi saat dihubungi SINDOnews, Rabu (9/9/2020).
Adi mengatakan jika suatu daeah hanya diikuti calon tunggal melawan kotak kosong tentu mengurasi esensi demokrasi itu sendiri. Karena ia melihat tidak ada kompetisi. Hanya panggung monolog. (Baca juga: Calon Tunggal di Pilkada Dinilai Merusak Demokrasi)
Selain itu, menurut Adi, kotak kosong buruk bagi demokrasi elektoral. Karena partai tak berani majukan calonnya untuk bertanding. "Lalu untuk apa ada banyak parpol kalau tak berani majukan calon di pilkada," tukasnya.
(kri)