Pengamat Hukum Unpar: Omnibus Law Atasi Tumpang Tindih Regulasi
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Hukum dan Tata Negara Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Prof Asep Warlan Yusuf memandang positif lahirnya Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Sebab, selama ini, Asep menilai aturan yang ada kerap tumpang tindih dan inkonsisten antara aturan yang satu dengan yang lain.
"Buat paket satu-satu membutuhkan waktu. Kalau ingin melibatkan semua orang juga butuh waktu. Jadi pemerintah menganggap selesaikan dulu versi pemerintah kemudian nanti, silakan DPR kalau ingin melibatkan banyak pihak, DPR yang mengundang," ujar Asep di Jakarta, Senin (9/3/2020). (Baca juga: Kehadiran Omnibus Law Ciptaker Bawa Angin Segar Bagi UMKM)
Asep menilai draft Omnibus Law Cipta Kerja yang sudah dilayangkan pemerintah kepada DPR RI bukan harga mati. Artinya, menurut Asep, masih terdapat kesempatan bagi pembuat undang-undang untuk menampung aspirasi masyarakat.
Dia menjelaskan bahwa aspirasi masyarakat dibutuhkan pembuat undang-undang untuk membuat produk legislasi yang dapat bermanfaat bagi semua pihak. "Melibatkan banyak pihak, jangan sampai undang-undang lahir prematur. Banyak orang menggugat dan ada tudingan konspirasi dengan asing," tuturnya.
Tidak hanya itu, dirinya menilai gejolak di masyarakat soal draft Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sebagai hal yang biasa. Menurutnya, pemerintah dan DPR RI selaku pembuat undang-undang akan mengakomodir kepentingan masyarakat.
"Undang-undang yang banyak melibatkan banyak pihak memang pasti sedikit ada resistensi," tutupnya. (Baca juga: Rocky Gerung: Omnibus Law Beri Jaminan Warga Asing Hidup Layak di Indonesia )
"Buat paket satu-satu membutuhkan waktu. Kalau ingin melibatkan semua orang juga butuh waktu. Jadi pemerintah menganggap selesaikan dulu versi pemerintah kemudian nanti, silakan DPR kalau ingin melibatkan banyak pihak, DPR yang mengundang," ujar Asep di Jakarta, Senin (9/3/2020). (Baca juga: Kehadiran Omnibus Law Ciptaker Bawa Angin Segar Bagi UMKM)
Asep menilai draft Omnibus Law Cipta Kerja yang sudah dilayangkan pemerintah kepada DPR RI bukan harga mati. Artinya, menurut Asep, masih terdapat kesempatan bagi pembuat undang-undang untuk menampung aspirasi masyarakat.
Dia menjelaskan bahwa aspirasi masyarakat dibutuhkan pembuat undang-undang untuk membuat produk legislasi yang dapat bermanfaat bagi semua pihak. "Melibatkan banyak pihak, jangan sampai undang-undang lahir prematur. Banyak orang menggugat dan ada tudingan konspirasi dengan asing," tuturnya.
Tidak hanya itu, dirinya menilai gejolak di masyarakat soal draft Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sebagai hal yang biasa. Menurutnya, pemerintah dan DPR RI selaku pembuat undang-undang akan mengakomodir kepentingan masyarakat.
"Undang-undang yang banyak melibatkan banyak pihak memang pasti sedikit ada resistensi," tutupnya. (Baca juga: Rocky Gerung: Omnibus Law Beri Jaminan Warga Asing Hidup Layak di Indonesia )
(kri)