KPK Pertimbangkan Ambil Alih Kasus yang Berkaitan dengan Djoko Tjandra

Jum'at, 04 September 2020 - 20:44 WIB
loading...
KPK Pertimbangkan Ambil...
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Foto/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menekankan bahwa pelaksanaan Pasal 10A ayat (1) dan (2) tidak perlu menunggu Peraturan Presiden (Perpres). Pasal 10A Undang-Undang (UU) Nomor 19/2019 telah mengatur pengambilalihan kasus yang ditangani aparat penegak hukum lain oleh KPK.

"Pelaksanaan Pasal 10A ayat (1) dan (2) tidak perlu menunggu penyusunan peraturan presiden lebih lanjut," kata Alexander saat menggelar konpers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (4/9/2020).

Hingga saat ini, lanjut Alex, KPK masih mempertimbangkan untuk mengambil alih kasus yang berkaitan Djoko Tjandra . Seperti diketahui kasus-kasus yang berhubungan dengan Djoko Tjandra sedang ditangani Polri dan Kejagung.

(Baca: KPK Ingin Kasus Jaksa Pinangki, Jampidsus: Siapa Minta? KPK Bisa Ambil Alih)

Kasus yang ditangani Mabes Polri yaitu pemalsuan surat jalan dengan tersangka Brigjen Prasetijo Utomo, Anita Kolopaking, dan Djoko Tjandra. Selain itu, Polri juga menyidik penghapusan nama Djoko Tjandra dari daftar red notice Interpol. Sementara Kejagung menangani kasus suap Jaksa Pinangki Sirna Malasari .

"KPK akan melihat perkembangan penanganan perkara tersebut untuk kemudian mengambil sikap pengambilalihan apabila memenuhi syarat-syarat alasan sebagaimana diatur dalam Pasal 10A UU Nomor 19 Tahun 2019," kata Alex.

(Baca: Polri Perpanjang Masa Penahanan Brigjen Prasetijo dan Anita Kolopaking)

Adapun, Pasal 10A Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tersebut berisikan :

(1) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengambil alih penyidikan dan atau penuntutan terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau Kejaksaan.

(2) Pengambilalihan penyidikan dan atau penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan:

a. laporan masyarakat mengenai Tindak Pidana Korupsi tidak ditindaklanjuti;

b. proses penanganan Tindak Pidana Korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungiawabkan;

(Baca: Kejagung Sebut Penghubung Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki Meninggal)

c. penanganan Tindak Pidana Korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sesungguhnya;

d. penanganan Tindak Pidana Korupsi mengandung unsur Tindak Pidana Korupsi;

e. hambatan penanganan Tindak Pidana Korupsi karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau

f. keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
(muh)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1642 seconds (0.1#10.140)