RUU Omnibus Law Tak Akan Hapus Aturan Amdal

Sabtu, 29 Februari 2020 - 08:28 WIB
RUU Omnibus Law Tak...
RUU Omnibus Law Tak Akan Hapus Aturan Amdal
A A A
JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law yang dikeluarkan pemerintah masih terus menuai pro dan kontra. Salah satunya terkait aturan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).

Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada San Afri Awang mengatakan bahwa amdal secara substansi tidak hilang dari RUU Omnibus Law Cipta Kerja. “Tidak ada penghapusan. Amdal kalau ada yang bilang hilang, seharusnya dia baca dulu draf RUU-nya secara lengkap. Meskipun nomenklatur izin lingkungan dihilangkan, substansi muatan dari izin lingkungan tersebut tidak dihilangkan, masuk dalam izin usaha,” kata San Afri di Jakarta kemarin.

Menurut San Afri, semangat yang diusung RUU Omnibus Law adalah penyederhanaan regulasi sebab selama ini banyak investasi yang akan masuk namun terganjal masalah. Masalahnya tidak hanya sistem birokrasi yang berbelit-belit, tetapi juga faktor oknum yang “bermain” untuk mendapatkan keuntungan pribadi. “Sistem keluarnya izin usaha sering terganjal karena amdal yang tidak keluar-keluar. Ini terjadi karena permainan oknum juga. Jadi, sistem dan oknum dalam sistem yang lemah inilah yang kemudian dibenahi lewat RUU Omnibus Law,” paparnya.

Pendekatan perizinan lingkungan dalam omnibus law, kata San Afri, adalah berbasis pendekatan risiko. Setiap kegiatan dan usaha harus dilihat dulu potensi risikonya. Omnibus law kemudian membagi risiko menjadi risiko tinggi, sedang, dan rendah atau risiko kecil. “Risiko tersebut akan dibuatkan standar baku mutunya. Risiko tinggi wajib dilakukan amdal, risiko sedang dapat dikelola melalui UKL dan UPL, dan risiko rendah dilakukan dengan sistem registrasi melalui standar baku sebagai alat kontrol,” ungkapnya.

Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono mengatakan bahwa dalam RUU Omnibus Law sudah dijelaskan persetujuan dokumen amdal dalam bentuk Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup akan diintegrasikan ke dalam perizinan berusaha dan akan menjadi dasar penerbitan izin usaha.

“Konsep rumusan ini pada dasarnya memosisikan persyaratan dan kewajiban dari aspek lingkungan menjadi lebih powerfull. Bila sebelumnya izin lingkungan berada di luar izin usaha maka sekarang dia berada di dalam (built in). Kalau sebelumnya izin usaha dan izin lingkungan berjalan sendiri-sendiri, sekarang diubah menjadi satu kesatuan tidak terpisahkan. Jadi kalau tidak memenuhi persyaratan aspek lingkungan, lewat RUU Omnibus Law, maka izin usahanya bisa dicabut,” papar Bambang.

Kewajiban pemerintah dalam hal ini KLHK, nantinya menyiapkan peraturan pemerintah untuk memastikan integrasi kewajiban dalam persyaratan aspek lingkungan yang terdapat dalam amdal dan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) termuat dalam perizinan berusaha. “Amdal tidak lagi diposisikan sebagai syarat kunci memulai izin usaha, tapi menjadi standar yang wajib dipenuhi para pelaku usaha,” ungkapnya.

Standar ini akan berlaku sama di semua daerah sehingga menutup peluang ada yang bermain-main dengan ini. Sebagai standar, ujarnya, tentu wajib dipenuhi jika ingin berusaha. “Jadi lebih kuat perlindungan lingkungannya melalui RUU Omnibus Law,” kata Bambang. Sebagai suatu standar, contohnya, nanti akan ada standardisasi untuk formulir Kerangka Acuan dan formulir UKL-UPL.

Pelaksanaan sistem kajian dampak juga akan dilakukan dengan melibatkan para ahli dalam suatu lembaga yang bertugas untuk melakukan uji kelayakan lingkungan terhadap dokumen amdal. Selain itu, dilakukan penataan ulang pelibatan masyarakat. “Karena selama ini pelibatan masyarakat dalam skala luas banyak diboncengi kepentingan yang sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan masyarakat yang terkena dampak. Pelibatan masyarakat tidak hilang dalam omnibus law, namun diatur lebih tepat sasaran,” tandasnya. (Binti Mufarida)
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0903 seconds (0.1#10.140)