AHY Dinilai Pilihan Paling Rasional Gantikan SBY sebagai Ketum Demokrat

Jum'at, 21 Februari 2020 - 17:20 WIB
AHY Dinilai Pilihan...
AHY Dinilai Pilihan Paling Rasional Gantikan SBY sebagai Ketum Demokrat
A A A
JAKARTA - Setelah Ketum DPP Partai Demokrat (PD) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga Presiden RI ke-6 mengisyaratkan untuk 'mandito ratu', sejumlah aspirasi kader PD yang mendukung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terus menguat.

Dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam mengatakan, pada Pemilu 2004, PD mengawali debutnya dengan 7% suara nasional. Kemudian, Pemilu 2009 menjadi puncak kejayaan PD dengan mendapatkan suara 20,85%, sebagai hasil efek ekor jas (coat-tail effect) dari tingginya kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan SBY periode pertama (2004-2009). Tapi, setelah SBY purnatugas, PD dihadapkan pada tantangan tidak adanya figur utama dalam konstelasi Pilpres 2014 dan 2019. Sehingga, perolehan suaranya melorot hingga 10% pada Pemilu 2014 dan 7,7% pada Pemilu 2019.

"Dukungan terhadap AHY yang menguat ini dapat dicermati sebagai pilihan rasional PD untuk saat ini," kata Khoirul Umam, Jumat (21/2/2020).

Hal ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Pertama, AHY selalu telah menjadi simbol representasi tokoh PD di hampir semua survei kepemimpinan nasional, baik dengan skema pertanyaan terbuka maupun tertutup dalam instrumen survei yang digunakan.

"Realitas politik itu bisa dikapitalisasi oleh PD, sebab hadirnya figur sentral dalam struktur organisasi partai politik akan memudahkan partainya untuk mengonsolidasikan kekuatan politik, menghindari potensi faksionalisme, dan konflik internal akibat kompetisi kepemimpinan internal," tuturnya. (Baca Juga: Pemilihan Ketum Partai Demokrat Sebaiknya Hindari Aklamasi).

Tanpa figur sentral, kata Khoirul Umam, partai-partai di Indonesia cenderung mudah terperosok pada friksi dan konflik internal.
"Pengalaman Kongres Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) beberapa waktu lalu adalah fakta politik tak terbantahkan," urainya.

Kedua, safari politik yang dilakukan AHY ke 34 provinsi dalam dua bulan terakhir daerah, tampaknya mampu mengonsolidasikan barisan internal partai. "Tampaknya mulai ada pertemuan visi, misi dan cara pandang antara AHY dan kader di daerah tentang masa depan PD," katanya.

Ketiga, kemunculan AHY sebagai Ketum PD berpotensi meningkatkan political engagement dengan kelompok pemilih milenial yang diprediksi terus bertambah jumlahnya seiring menguatnya fenomena bonus demografi hingga tahun 2030, di tengah partai-partai politik lain masih mempertahankan status quo dengan mempertahankan stok pemimpin-pemimpin lama yang rata-rata sudah berumur di atas 60 atau bahkan 70 tahun, seperti Megawati di PDIP, Surya Paloh di Partai Nasdem, Prabowo Subianto di Partai Gerindra, dan lainnya.

Khoirul Umam mengatakan, dari angka 7,7% perolehan PD pada Pemilu 2019, sekitar 50% didominasi oleh pemilih muda milenial. "Artinya, jika memang PD ingin mengembalikan efektivitas mesin politiknya, PD harus berani berinovasi dengan memunculkan 'kepemimpinan baru' yang lebih fresh, gesit, adaptif, dan mampu menjawab tantangan transformasi Partai Demokrat," tuturnya. (Baca Juga: AHY Ajak Kader Demokrat Jauhi Politik Transaksional).

Tetapi, langkah inovatif itu kembali kepada keputusan pimpinan DPC, DPD, dan juga restu dari SBY. "Restu SBY selaku patron utama dalam struktur kekuatan PD akan tetap memiliki bobot politik yang sangat besar dalam kelancaran proses regenerasi kepemimpinan PD ke depan," pungkasnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2307 seconds (0.1#10.140)