Demo Indonesia Gelap, Pakar Hukum: Bentuk Ekspresi Pesimisme Masyarakat Ubah Jadi Optimisme
loading...

Pakar hukum Prof Henry Indraguna menyatakan ada banyak alasan di balik Demo Indonesia Gelap yang marak di berbagai kota. Foto: Ist
A
A
A
JAKARTA - Demo Indonesia Gelap menjadi tema panas di berbagai kota. Pemicu utama diawali dari masalah ekonomi sampai kebebasan berbicara yang dianggap dibatasi dan gaya komunikasi yang kurang diterima akal sehat oleh rakyat.
Menurut pakar hukum Prof Henry Indraguna, ada banyak alasan di balik peristiwa tersebut. "Salah satu alasan adalah masalah ekonomi. Ketika harga-harga barang naik, lapangan pekerjaan terbatas mengakibatkan banyak pengangguran. Lalu terjadi kesenjangan antara si kaya dan si miskin semakin lebar, tentu saja rakyat merasa tertekan sehingga demo yang dilakukan mahasiswa sebagai amplifikasi suara," ujar Henry, Sabtu (22/2/2025).
“Kondisi masyarakat yang sesungguhnya adalah reason yang wajar diteriakkan kepada penguasa," tambahnya.
Dia menyoroti kebijakan efisiensi anggaran yang dijadikan preferensi tepat untuk menyiasati cupetnya fiskal. Tentu kebijakan pemerintah ini memicu protes masyarakat yang tak berpihak kepada mereka, sebagai kelas berpenghasilan rendah bahkan susah hidup. Terlebih kalau pengeluaran sehari-hari makin berat. Ini terjadi ketika daya beli turun.
Selain itu, penegakan hukum yang berkeadilan sosial juga menjadi masalah bangsa ini. Negara belum mampu berlaku adil untuk menghukum berat dan memiskinkan para perampok uang rakyat karena tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Sementara masih banyak rakyat yang belum mendapatkan penghidupan yang layak dan manusiawi sebagai warga bangsa yang bermartabat di negeri yang sudah merdeka 79 tahun ini.
"Berbagai saluran untuk protes ternyata juga belum mendinginkan suasana. Selain itu persoalan penegakan hukum terutama korupsi, juga ikut memperburuk situasi. Sehingga rakyat menilai bahwa negara belum berlaku adil untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia seperti amanah konstitusi," ungkap Henry.
"Pemerintah kita lihat sudah berusaha sekuat kemampuan mewujudkan hal ini. Tentu ada perbedaan persepsi antara pemerintah dan masyarakat sehingga apa yang dilakukan pemerintah belum dianggap cukup bijaksana untuk berpihak kepada rakyatnya," lanjutnya.
Henry menawarkan beberapa solusi untuk meminimalisir unjuk rasa, agar tak sampai anarkistis dan malah merugikan kepentingan umum.
"Pertama adalah semua penyelenggara negara dari Presiden hingga pemerintahan paling bawah harus dapat melahirkan pengelolaan uang rakyat secara transparan memberikan pelayanan publik. Prinsipnya, pemerintah perlu lebih terbuka soal bagaimana dana negara digunakan dan pastikan tidak ada yang disalahgunakan," ujarnya.
Kedua, fokus kerja pemerintah harus memprioritaskan pelaksanaan kebijakan yang benar-benar mendorong kesejahteraan masyarakat.
"Membuka lebih banyak lapangan pekerjaan yang padat karya, memberikan bantuan UMKM, serta memberi perhatian lebih pada rakyat yang benar-benar terhimpit oleh kondisi ekonomi. Kebijakan yang lebih inklusif dan merata bisa membantu mengurangi kesenjangan sosial," kata Henry.
Yang terakhir, penyebab utama semua adalah kebuntuan komunikasi. Komunikasi yang dilakukan pembantu Presiden antara satu dengan lainnya tidak konsisten bahkan sering terperangkap kepentingan ego masing-masing kementerian atau lembaga. Sehingga dianggap rakyat bahwa kebijakan yang diambil Kepala Negara malah tidak berpihak kepada rakyat.
Henry masih percaya bahwa Presiden merekrut banyak staf khusus tentu dimaksudkan untuk memudahkan berkomunikasi dengan publik.
"Kebijakan itu mestinya perlu disosialisasikan secara masif dengan bahasa masyarakat, bukan bahasa pemerintah. Bahasa yang sederhana, lugas, genuine, dan mudah dipahami rakyat. Pertanyaannya, staf-staf khusus dan staf ahli kementerian yang banyak itu, sudahkah melakukan riset dan menjalankannya. Jangan-jangan mereka malah gagap tidak paham tentang job descriptionnya. Lalu demi untuk bisa dinilai bisa kerja malahan mengeluarkan statement bahkan kebijakan yang blunder bagi rakyat," ujarnya.
Menurut Penasehat Ahli Balitbang DPP Partai Golkar ini, edukasi yang baik akan membantu masyarakat memahami tujuan dari kebijakan tersebut dan ini mengurangi potensi protes yang berujung pada demonstrasi.
Demo Indonesia Gelap merupakan bentuk ekspresi pesimisme masyarakat. Sekarang tugas pemerintah adalah mengubah pesimisme itu menjadi optimisme.
"Ini hanya bisa terwujud jika kepercayaan publik terhadap pemerintah semakin meningkat. Akan lebih baik bekerja nyata daripada membuat statement-statement yang berujung blunder," kata Wakil Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI).
Menurut pakar hukum Prof Henry Indraguna, ada banyak alasan di balik peristiwa tersebut. "Salah satu alasan adalah masalah ekonomi. Ketika harga-harga barang naik, lapangan pekerjaan terbatas mengakibatkan banyak pengangguran. Lalu terjadi kesenjangan antara si kaya dan si miskin semakin lebar, tentu saja rakyat merasa tertekan sehingga demo yang dilakukan mahasiswa sebagai amplifikasi suara," ujar Henry, Sabtu (22/2/2025).
“Kondisi masyarakat yang sesungguhnya adalah reason yang wajar diteriakkan kepada penguasa," tambahnya.
Dia menyoroti kebijakan efisiensi anggaran yang dijadikan preferensi tepat untuk menyiasati cupetnya fiskal. Tentu kebijakan pemerintah ini memicu protes masyarakat yang tak berpihak kepada mereka, sebagai kelas berpenghasilan rendah bahkan susah hidup. Terlebih kalau pengeluaran sehari-hari makin berat. Ini terjadi ketika daya beli turun.
Selain itu, penegakan hukum yang berkeadilan sosial juga menjadi masalah bangsa ini. Negara belum mampu berlaku adil untuk menghukum berat dan memiskinkan para perampok uang rakyat karena tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Sementara masih banyak rakyat yang belum mendapatkan penghidupan yang layak dan manusiawi sebagai warga bangsa yang bermartabat di negeri yang sudah merdeka 79 tahun ini.
"Berbagai saluran untuk protes ternyata juga belum mendinginkan suasana. Selain itu persoalan penegakan hukum terutama korupsi, juga ikut memperburuk situasi. Sehingga rakyat menilai bahwa negara belum berlaku adil untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia seperti amanah konstitusi," ungkap Henry.
"Pemerintah kita lihat sudah berusaha sekuat kemampuan mewujudkan hal ini. Tentu ada perbedaan persepsi antara pemerintah dan masyarakat sehingga apa yang dilakukan pemerintah belum dianggap cukup bijaksana untuk berpihak kepada rakyatnya," lanjutnya.
Henry menawarkan beberapa solusi untuk meminimalisir unjuk rasa, agar tak sampai anarkistis dan malah merugikan kepentingan umum.
"Pertama adalah semua penyelenggara negara dari Presiden hingga pemerintahan paling bawah harus dapat melahirkan pengelolaan uang rakyat secara transparan memberikan pelayanan publik. Prinsipnya, pemerintah perlu lebih terbuka soal bagaimana dana negara digunakan dan pastikan tidak ada yang disalahgunakan," ujarnya.
Kedua, fokus kerja pemerintah harus memprioritaskan pelaksanaan kebijakan yang benar-benar mendorong kesejahteraan masyarakat.
"Membuka lebih banyak lapangan pekerjaan yang padat karya, memberikan bantuan UMKM, serta memberi perhatian lebih pada rakyat yang benar-benar terhimpit oleh kondisi ekonomi. Kebijakan yang lebih inklusif dan merata bisa membantu mengurangi kesenjangan sosial," kata Henry.
Yang terakhir, penyebab utama semua adalah kebuntuan komunikasi. Komunikasi yang dilakukan pembantu Presiden antara satu dengan lainnya tidak konsisten bahkan sering terperangkap kepentingan ego masing-masing kementerian atau lembaga. Sehingga dianggap rakyat bahwa kebijakan yang diambil Kepala Negara malah tidak berpihak kepada rakyat.
Henry masih percaya bahwa Presiden merekrut banyak staf khusus tentu dimaksudkan untuk memudahkan berkomunikasi dengan publik.
"Kebijakan itu mestinya perlu disosialisasikan secara masif dengan bahasa masyarakat, bukan bahasa pemerintah. Bahasa yang sederhana, lugas, genuine, dan mudah dipahami rakyat. Pertanyaannya, staf-staf khusus dan staf ahli kementerian yang banyak itu, sudahkah melakukan riset dan menjalankannya. Jangan-jangan mereka malah gagap tidak paham tentang job descriptionnya. Lalu demi untuk bisa dinilai bisa kerja malahan mengeluarkan statement bahkan kebijakan yang blunder bagi rakyat," ujarnya.
Menurut Penasehat Ahli Balitbang DPP Partai Golkar ini, edukasi yang baik akan membantu masyarakat memahami tujuan dari kebijakan tersebut dan ini mengurangi potensi protes yang berujung pada demonstrasi.
Demo Indonesia Gelap merupakan bentuk ekspresi pesimisme masyarakat. Sekarang tugas pemerintah adalah mengubah pesimisme itu menjadi optimisme.
"Ini hanya bisa terwujud jika kepercayaan publik terhadap pemerintah semakin meningkat. Akan lebih baik bekerja nyata daripada membuat statement-statement yang berujung blunder," kata Wakil Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI).
(jon)
Lihat Juga :