Ngadu ke DPR, Warga Perumahan Tambun Akui Listrik dan Air Dimatikan Selain Rumah Digusur
loading...

Warga Cluster Setia Mekar Residence 2, Tambun, Bekasi mengungkapkan pasokan air dan listrik turut dimatikan selain rumah digusur. Foto/YouTube TV Parlemen
A
A
A
JAKARTA - Warga Cluster Setia Mekar Residence 2, Tambun, Bekasi mengungkapkan pasokan air dan listrik turut dimatikan selain rumah digusur. Hal itu terungkap saat korban penggusuran di Cluster Setia Mekar Residence mengadu ke Komisi II DPR.
Mulanya, Kepala BPN Jabar Yuniar Hikmat Ginanjar mengatakan, warga yang terdampak turut dipaksa mengosongkan rumah. Bahkan, kata dia, pasokan air dan listrik turut dicabut.
“Dikosongkan kemudian listriknya juga dimatikan, ya pak ya, air juga dimatikan,” kata Ginanjar dalam rapat bersama Komisi II DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025).
Hal itu turut diaminkan oleh salah satu warga yang terdampak, Abdul Bari. Ia mengatakan, ada 27 bidang rumah pasokan listrik dan airnya dicabut.
“Yang terkena dampak itu hanya 27 bidang, nah 27 bidang itu yang tidak ada listrik, tidak ada air. Dicabut waktu pas pelaksanaan eksekusi 30 Januari,” ucap Bari.
Sebelumnya, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyatakan proses eksekusi lahan yang dilakukan Pengadilan Negeri Cikarang Kelas II atas putusan Pengadilan Negeri Bekasi nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997 itu, dinilai tidak sesuai prosedur dan salah titik eksekusi.
"Salah prosedur. Harusnya melalui pengukuran terlebih dahulu sesuai dengan PP 18 Tahun 2021. Akibat belum pernah diukur, maka tidak tahu mana yang harus digusur, mana yang tidak, karena objeknya apakah sama atau tidak. Belum bisa dipastikan," kata Nusron saat meninjau lokasi penggusuran di Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jumat (7/2/2025).
Nusron mengatakan, terdapat beberapa proses yang tidak dilakukan oleh pengadilan ketika melakukan eksekusi lahan tersebut. Seperti memohon pengukuran lahan batas bidang yang akan dieksekusi ke BPN Kabupaten Bekasi.
"Pengukuran lahan ini dinilai penting untuk mengetahui batas lahan yang akan terdampak eksekusi atas putusan pengadilan tersebut," ujarnya.
Menurut Nusron, seharusnya sebelum melakukan eksekusi, pengadilan itu berkirim surat terlebih dahulu kepada BPN untuk minta diukur, dimana letak lokasi yang harus dieksekusi. Apakah lokasi ini menjadi bagian dari objek sengketa atau tidak.
"Apakah menjadi objek yang akan dieksekusi apa tidak. Itu pun kalau sudah begitu, seandianya kalau sudah diukur, ketika pengadilan negeri mau mengeksekusi pun harus memberitahukan kepada BPN," terangnya.
Mulanya, Kepala BPN Jabar Yuniar Hikmat Ginanjar mengatakan, warga yang terdampak turut dipaksa mengosongkan rumah. Bahkan, kata dia, pasokan air dan listrik turut dicabut.
“Dikosongkan kemudian listriknya juga dimatikan, ya pak ya, air juga dimatikan,” kata Ginanjar dalam rapat bersama Komisi II DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025).
Hal itu turut diaminkan oleh salah satu warga yang terdampak, Abdul Bari. Ia mengatakan, ada 27 bidang rumah pasokan listrik dan airnya dicabut.
“Yang terkena dampak itu hanya 27 bidang, nah 27 bidang itu yang tidak ada listrik, tidak ada air. Dicabut waktu pas pelaksanaan eksekusi 30 Januari,” ucap Bari.
Sebelumnya, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyatakan proses eksekusi lahan yang dilakukan Pengadilan Negeri Cikarang Kelas II atas putusan Pengadilan Negeri Bekasi nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997 itu, dinilai tidak sesuai prosedur dan salah titik eksekusi.
"Salah prosedur. Harusnya melalui pengukuran terlebih dahulu sesuai dengan PP 18 Tahun 2021. Akibat belum pernah diukur, maka tidak tahu mana yang harus digusur, mana yang tidak, karena objeknya apakah sama atau tidak. Belum bisa dipastikan," kata Nusron saat meninjau lokasi penggusuran di Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jumat (7/2/2025).
Nusron mengatakan, terdapat beberapa proses yang tidak dilakukan oleh pengadilan ketika melakukan eksekusi lahan tersebut. Seperti memohon pengukuran lahan batas bidang yang akan dieksekusi ke BPN Kabupaten Bekasi.
"Pengukuran lahan ini dinilai penting untuk mengetahui batas lahan yang akan terdampak eksekusi atas putusan pengadilan tersebut," ujarnya.
Menurut Nusron, seharusnya sebelum melakukan eksekusi, pengadilan itu berkirim surat terlebih dahulu kepada BPN untuk minta diukur, dimana letak lokasi yang harus dieksekusi. Apakah lokasi ini menjadi bagian dari objek sengketa atau tidak.
"Apakah menjadi objek yang akan dieksekusi apa tidak. Itu pun kalau sudah begitu, seandianya kalau sudah diukur, ketika pengadilan negeri mau mengeksekusi pun harus memberitahukan kepada BPN," terangnya.
(rca)
Lihat Juga :