Pendekatan THR Bisa Jadi Alternatif Dalam Upaya Berhenti Merokok
loading...
A
A
A
Nadia mengatakan, peran Kemenkes dalam merumuskan kebijakan menjadi salah satu poin penting dalam upaya mengatasi dampak risiko akibat rokok.
Hingga saat ini, Kemenkes masih berfokus pada penerapan Upaya Berhenti Merokok (UBM) melalui praktik konseling di tingkat Pusat Kesehatan Masyarakat (puskesmas) dalam membantu orang berhenti merokok.
“Secara strategi [untuk mendorong masyarakat berhenti merokok] kami punya UBM dan hotline berhenti merokok. Memang belum maksimal dan belum ada di semua tempat, ini masukan buat kami. Soal THR, kita lihat perkembangan studinya, apakah THR bisa jadi cara agar regulasi yang terbit bisa evidence-based,” kata Nadia.
Penyusunan kebijakan berbasis bukti atau data menjadi hal yang harus didorong, terutama dalam mengatasi masalah perokok di Indonesia.
Akademisi dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung sekaligus salah satu penulis laporan Lives Saved Report, dr. Ronny Lesmana menjelaskan, selama ini gerakan untuk mengajak orang berhenti merokok sudah masif dilakukan, tetapi belum efisien dalam menurunkan angka perokok.
Untuk itu, diperlukan pendekatan dan strategi lain, salah satunya dengan menerapkan metode THR.
“Kita tidak bisa hanya berdiam diri. Kalau THR diterapkan, maka kualitas hidup dan angka harapan hidup masyarakat akan lebih baik. Berdasarkan penelitian yang kami lakukan, dampak penggunaan produk rendah risiko menunjukkan toksisitas lebih rendah dan menurunkan inflamasi paru-paru. Ini data kami,” ujar Ronny.
Uji toksisitas tersebut dilakukan dengan menguji sel molekuler pada perokok konvensional dan perokok produk alternatif rendah risiko.
Produk yang digunakan untuk penelitian disesuaikan dengan standar yang ditetapkan di seluruh dunia. Penelitian replikasi yang diuji di enam negara pun menunjukkan bahwa beberapa produk alternatif tersebut terbukti lebih rendah risiko dibanding rokok konvensional.
Kajian berbasis ilmiah yang dilakukan sesuai metodologi sangat dibutuhkan di Indonesia. Riset THR yang spesifik dengan dukungan dari pemerintah sangat penting, terutama dalam mewujudkan kolaborasi bersama lembaga penelitian dan lembaga pendidikan.
Hingga saat ini, Kemenkes masih berfokus pada penerapan Upaya Berhenti Merokok (UBM) melalui praktik konseling di tingkat Pusat Kesehatan Masyarakat (puskesmas) dalam membantu orang berhenti merokok.
“Secara strategi [untuk mendorong masyarakat berhenti merokok] kami punya UBM dan hotline berhenti merokok. Memang belum maksimal dan belum ada di semua tempat, ini masukan buat kami. Soal THR, kita lihat perkembangan studinya, apakah THR bisa jadi cara agar regulasi yang terbit bisa evidence-based,” kata Nadia.
Penyusunan kebijakan berbasis bukti atau data menjadi hal yang harus didorong, terutama dalam mengatasi masalah perokok di Indonesia.
Akademisi dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung sekaligus salah satu penulis laporan Lives Saved Report, dr. Ronny Lesmana menjelaskan, selama ini gerakan untuk mengajak orang berhenti merokok sudah masif dilakukan, tetapi belum efisien dalam menurunkan angka perokok.
Untuk itu, diperlukan pendekatan dan strategi lain, salah satunya dengan menerapkan metode THR.
“Kita tidak bisa hanya berdiam diri. Kalau THR diterapkan, maka kualitas hidup dan angka harapan hidup masyarakat akan lebih baik. Berdasarkan penelitian yang kami lakukan, dampak penggunaan produk rendah risiko menunjukkan toksisitas lebih rendah dan menurunkan inflamasi paru-paru. Ini data kami,” ujar Ronny.
Uji toksisitas tersebut dilakukan dengan menguji sel molekuler pada perokok konvensional dan perokok produk alternatif rendah risiko.
Produk yang digunakan untuk penelitian disesuaikan dengan standar yang ditetapkan di seluruh dunia. Penelitian replikasi yang diuji di enam negara pun menunjukkan bahwa beberapa produk alternatif tersebut terbukti lebih rendah risiko dibanding rokok konvensional.
Kajian berbasis ilmiah yang dilakukan sesuai metodologi sangat dibutuhkan di Indonesia. Riset THR yang spesifik dengan dukungan dari pemerintah sangat penting, terutama dalam mewujudkan kolaborasi bersama lembaga penelitian dan lembaga pendidikan.
Lihat Juga :