Kabareskrim Instruksikan Jajaran Patuhi Penundaan Proses Hukum Pilkada
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kapolri Jenderal Idham Azis menerbitkan surat Telegram Rahasia (TR) untuk mewujudkan profesionalisme dan menjaga netralitas anggota Polri saat pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Desember 2020. Di antaranya adalah penundaan proses hukum kepada calon kepala daerah yang ikut dalam Pilkada 2020.
(Pendaftaran Pilkada Bisa Ditunda jika Hanya Ada Satu Paslon)
Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan kepada seluruh jajarannya untuk mematuhi dan melaksanakan Surat Telegram Rahasia bernomor ST/2544/VIII/RES.1.24./2020 per tanggal 31 Agustus 2020 tersebut.
"Memerintahkan seluruh anggota agar mematuhi dan melaksanakan STR Netralitas," kata Listyo saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu (2/9/2020). (Baca juga: PDIP Pastikan Tak Ada Faksi-faksi di Pilkada Surabaya)
Menurut Listyo, penundaan proses hukum kepada calon kepala daerah untuk menghindari adanya persepsi Polri dijadikan "alat politik" oleh kelompok tertentu dalam pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
(Baca juga: Ini Daftar Lengkap Cakada PDIP Gelombang V di 21 Daerah)
Dalam Pilkada ini, kata Listyo, Bareskrim Polri akan bekerja profesional dan menjunjung tinggi netralitas sebagai aparat penegak hukum. Sehingga, dapat menciptakan suasana Pilkada yang jujur, adil, bersih dan aman.
"Harus betul-betul mencermati setiap laporan yg masuk terkait para Balon (Bakal Calon) dan Paslon (Pasangan Calon) sehingga tidak memunculkan polemik penegakan hukum yang berdampak terhadap Balon dan Paslon yang tentunya bisa merugikan Balon maupun Paslon yang sedang ikut konstestasi Pilkada, ini tentunya akan menimbulkan kesan Polri tidak netral," papar eks Kapolda Banten itu.
Oleh sebab itu, Listyo menekankan, penyidik Polri harus cermat dan bijaksana dalam memproses seluruh laporan terkait peserta Pilkada. Menurutnya, akan ada sanksi tegas kepada jajarannya yang tidak mematuhi hal tersebut.
"Penyidik harus cermat dan hati hati, ada sanksi apabila penyidik melanggar dan tidak mematuhi STR Kapolri tentang netralitas tersebut," tutur Listyo.
Surat telegram itu mengatur soal netralitas dan profesionalisme pelaksanaan pelayanan masyarakat khususnya di bidang penegakan hukum untuk menghindari Conflict of Interest serta menghindari pemanfaatan kepentingan politik oleh kelompok tertentu.
Sebagaimana termaktub dalam telegram itu, demi menjaga profesional dan netralitas, seluruh anggota Polri selama pelaksanaan Pilkada 2020 diminta untuk menunda proses hukum baik penyelidikan ataupun penyidikan terhadap seluruh calon kepala daerah yang diduga terjerat kasus pidana.
Seluruh jajaran Polri diminta untuk tidak melakukan penanggilan ataupun upaya hukum lain yang mengarah ke persepsi publik mendukung salah satu peserta Pilkada.
"Ya benar (telegram netralitas itu). Paslon yang sedang bermasalah hukum kalau polisi lakukan pemeriksaan bisa di tuduh tidak netral. Itu yang kita hindari," kata Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono saat dikonfirmasi terpisah terkait telegram.
Masih dalam telegram, penundaan proses hukum kepada peserta Pilkada nantinya akan dilanjutkan kembali setelah tahapan pesta demokrasi lima tahunan tersebut berakhir.
Meskipun begitu, dalam telegram tersebut juga mengatur soal aturan tersebut tidak akan berlaku kepada peserta Pilkada yang diduga melakukan tindak pidana pemilihan, tertangkap tangan, mengancam keamanan negara (kamneg), dan mereka yang terancam hukuman seumur hidup serta mati.
Apabila peserta Pilkada melakukan tindak pidana sebagaimana hal tersebut, Kapolri memerintahkan anggotanya untuk melakukan pengusutan, penyelidikan dan penyidikan secara tuntas.
Argo menambahkan, surat telegram ini merupakan wujud dan komitmen dari Kapolri dalam menegakkan netralitas dalam pelaksanaan Pilkada serentak 2020. "Untuk menghindari hal tersebut dibuatkan TR untuk menjaga netralitas," tutur Argo.
Aturan penundaan proses hukum kepada peserta Pilkada itu mengacu pada UU Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP, UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Polri, UU Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Lalu, PKPU Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Dan ST Kapolri Nomor ST/666/II/RES.1.24./2020 Tanggal 25 Februari 2020 Tentang Netralitas Polri Dalam Pelayanan Masyarakat Bidang Penegakan Hukum.
(Pendaftaran Pilkada Bisa Ditunda jika Hanya Ada Satu Paslon)
Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan kepada seluruh jajarannya untuk mematuhi dan melaksanakan Surat Telegram Rahasia bernomor ST/2544/VIII/RES.1.24./2020 per tanggal 31 Agustus 2020 tersebut.
"Memerintahkan seluruh anggota agar mematuhi dan melaksanakan STR Netralitas," kata Listyo saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu (2/9/2020). (Baca juga: PDIP Pastikan Tak Ada Faksi-faksi di Pilkada Surabaya)
Menurut Listyo, penundaan proses hukum kepada calon kepala daerah untuk menghindari adanya persepsi Polri dijadikan "alat politik" oleh kelompok tertentu dalam pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
(Baca juga: Ini Daftar Lengkap Cakada PDIP Gelombang V di 21 Daerah)
Dalam Pilkada ini, kata Listyo, Bareskrim Polri akan bekerja profesional dan menjunjung tinggi netralitas sebagai aparat penegak hukum. Sehingga, dapat menciptakan suasana Pilkada yang jujur, adil, bersih dan aman.
"Harus betul-betul mencermati setiap laporan yg masuk terkait para Balon (Bakal Calon) dan Paslon (Pasangan Calon) sehingga tidak memunculkan polemik penegakan hukum yang berdampak terhadap Balon dan Paslon yang tentunya bisa merugikan Balon maupun Paslon yang sedang ikut konstestasi Pilkada, ini tentunya akan menimbulkan kesan Polri tidak netral," papar eks Kapolda Banten itu.
Oleh sebab itu, Listyo menekankan, penyidik Polri harus cermat dan bijaksana dalam memproses seluruh laporan terkait peserta Pilkada. Menurutnya, akan ada sanksi tegas kepada jajarannya yang tidak mematuhi hal tersebut.
"Penyidik harus cermat dan hati hati, ada sanksi apabila penyidik melanggar dan tidak mematuhi STR Kapolri tentang netralitas tersebut," tutur Listyo.
Surat telegram itu mengatur soal netralitas dan profesionalisme pelaksanaan pelayanan masyarakat khususnya di bidang penegakan hukum untuk menghindari Conflict of Interest serta menghindari pemanfaatan kepentingan politik oleh kelompok tertentu.
Sebagaimana termaktub dalam telegram itu, demi menjaga profesional dan netralitas, seluruh anggota Polri selama pelaksanaan Pilkada 2020 diminta untuk menunda proses hukum baik penyelidikan ataupun penyidikan terhadap seluruh calon kepala daerah yang diduga terjerat kasus pidana.
Seluruh jajaran Polri diminta untuk tidak melakukan penanggilan ataupun upaya hukum lain yang mengarah ke persepsi publik mendukung salah satu peserta Pilkada.
"Ya benar (telegram netralitas itu). Paslon yang sedang bermasalah hukum kalau polisi lakukan pemeriksaan bisa di tuduh tidak netral. Itu yang kita hindari," kata Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono saat dikonfirmasi terpisah terkait telegram.
Masih dalam telegram, penundaan proses hukum kepada peserta Pilkada nantinya akan dilanjutkan kembali setelah tahapan pesta demokrasi lima tahunan tersebut berakhir.
Meskipun begitu, dalam telegram tersebut juga mengatur soal aturan tersebut tidak akan berlaku kepada peserta Pilkada yang diduga melakukan tindak pidana pemilihan, tertangkap tangan, mengancam keamanan negara (kamneg), dan mereka yang terancam hukuman seumur hidup serta mati.
Apabila peserta Pilkada melakukan tindak pidana sebagaimana hal tersebut, Kapolri memerintahkan anggotanya untuk melakukan pengusutan, penyelidikan dan penyidikan secara tuntas.
Argo menambahkan, surat telegram ini merupakan wujud dan komitmen dari Kapolri dalam menegakkan netralitas dalam pelaksanaan Pilkada serentak 2020. "Untuk menghindari hal tersebut dibuatkan TR untuk menjaga netralitas," tutur Argo.
Aturan penundaan proses hukum kepada peserta Pilkada itu mengacu pada UU Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP, UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Polri, UU Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Lalu, PKPU Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Dan ST Kapolri Nomor ST/666/II/RES.1.24./2020 Tanggal 25 Februari 2020 Tentang Netralitas Polri Dalam Pelayanan Masyarakat Bidang Penegakan Hukum.
(maf)