Mangkir Terus, Mantan Sekretaris MA Nurhadi Masuk DPO
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasukkan surat Daftar Pencarian Orang (DPO) dan surat perintah penangkapan untuk mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi terkait dengan penanganan perkara di Mahkamah Agung pada tahun 2011-2016.
Selain Nurhadi, KPK juga memasukkan dua tersangka lainnya sebagai DPO, yakni menantu Nurhadi, Riezky Herbiyono dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Nurhadi dan dua tersangka lainnya dimasukkan dalam DPO setelah beberapa kali mangkir atau tanpa keterangan saat dipanggil sebagai saksi dan tersangka.
"Setelah dipanggil dua kali sebagai tersangka, Pak NH dan kawan-kawan yang tidak hadir atau mangkir dari panggilan peyidik KPK, maka kami menyampaikan bahwa KPK telah menerbitkan daftar pencarian orang, DPO, kepada para tiga tersangka ini," ujar Ali saat dikonfirmasi, Jumat (14/2/2020). (Baca Juga: Kurun 2015-2016, Nurhadi Diduga Terima Rp33,1 M dari Direktur MIT).
Ali mengungkapkan, dalam proses penerbitan DPO, KPK telah mengirimkan surat pada Kapolri pada Selasa, 11 Februari 2020 untuk meminta bantuan pencarian dan penangkapan terhadap para tersangka tersebut.
Tak hanya itu, KPK juga mengingatkan ancaman Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang menghalang-halangi proses hukum dengan ancaman pidana minimal penjara 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.
"Kami ingatkan kembali agar para saksi yang dipanggil KPK bersikap koperatif dan pada semua pihak agar tidak coba-coba menghambat kerja penegak hukum," kata Ali.
Menurut Ali, penyidikan perkara ini telah dilakukan sejak 6 Desember 2019, dan untuk kepentingan penyidikan para tersangka sudah dicegah ke luar negeri sejak 12 Desember 2019. Tersangka juga telah mengajukan praperadilan dan telah di tolak oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta selatan pada tanggal 21 Januari 2020.
Diketahui, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan perkara di MA. Ketiga tersangka itu yakni, mantan Sekretaris MA Nurhadi; menantu Nurhadi, Rezky Herbiono; dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto
Dalam perkara ini, Nurhadi dan menantunya Rezky diduga menerima suap dan gratifikasi dengan total Rp46 miliar terkait pengurusan perkara di MA tahun 2011-2016. Terkait kasus suap, Nurhadi dan menantunya diduga menerima uang dari dua pengurusan perkara perdata di MA.
Sedangkan terkait gratifikasi, tersangka Nurhadi melalui menantunya Rezky pada Oktober 2014 hingga Agustus 2016 diduga menerima sejumlah uang sebanyak Rp12,9 miliar. Penerimaan itu terkait dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian. (Baca Juga: Pimpinan KPK Perintahkan Penyidik Jemput Paksa Nurhadi dan Menantunya).
Atas ulahnya, Nurhadi dan Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain Nurhadi, KPK juga memasukkan dua tersangka lainnya sebagai DPO, yakni menantu Nurhadi, Riezky Herbiyono dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Nurhadi dan dua tersangka lainnya dimasukkan dalam DPO setelah beberapa kali mangkir atau tanpa keterangan saat dipanggil sebagai saksi dan tersangka.
"Setelah dipanggil dua kali sebagai tersangka, Pak NH dan kawan-kawan yang tidak hadir atau mangkir dari panggilan peyidik KPK, maka kami menyampaikan bahwa KPK telah menerbitkan daftar pencarian orang, DPO, kepada para tiga tersangka ini," ujar Ali saat dikonfirmasi, Jumat (14/2/2020). (Baca Juga: Kurun 2015-2016, Nurhadi Diduga Terima Rp33,1 M dari Direktur MIT).
Ali mengungkapkan, dalam proses penerbitan DPO, KPK telah mengirimkan surat pada Kapolri pada Selasa, 11 Februari 2020 untuk meminta bantuan pencarian dan penangkapan terhadap para tersangka tersebut.
Tak hanya itu, KPK juga mengingatkan ancaman Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang menghalang-halangi proses hukum dengan ancaman pidana minimal penjara 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.
"Kami ingatkan kembali agar para saksi yang dipanggil KPK bersikap koperatif dan pada semua pihak agar tidak coba-coba menghambat kerja penegak hukum," kata Ali.
Menurut Ali, penyidikan perkara ini telah dilakukan sejak 6 Desember 2019, dan untuk kepentingan penyidikan para tersangka sudah dicegah ke luar negeri sejak 12 Desember 2019. Tersangka juga telah mengajukan praperadilan dan telah di tolak oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta selatan pada tanggal 21 Januari 2020.
Diketahui, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan perkara di MA. Ketiga tersangka itu yakni, mantan Sekretaris MA Nurhadi; menantu Nurhadi, Rezky Herbiono; dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto
Dalam perkara ini, Nurhadi dan menantunya Rezky diduga menerima suap dan gratifikasi dengan total Rp46 miliar terkait pengurusan perkara di MA tahun 2011-2016. Terkait kasus suap, Nurhadi dan menantunya diduga menerima uang dari dua pengurusan perkara perdata di MA.
Sedangkan terkait gratifikasi, tersangka Nurhadi melalui menantunya Rezky pada Oktober 2014 hingga Agustus 2016 diduga menerima sejumlah uang sebanyak Rp12,9 miliar. Penerimaan itu terkait dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian. (Baca Juga: Pimpinan KPK Perintahkan Penyidik Jemput Paksa Nurhadi dan Menantunya).
Atas ulahnya, Nurhadi dan Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(zik)