Dugaan Penjebakan PSK, Relawan Jokowi: Hukum Harus Tajam ke Semua

Jum'at, 07 Februari 2020 - 15:05 WIB
Dugaan Penjebakan PSK,...
Dugaan Penjebakan PSK, Relawan Jokowi: Hukum Harus Tajam ke Semua
A A A
JAKARTA - Dugaan aksi penjebakan pekerja seks komersial (PKS) yang melibatkan politikus Partai Gerindra Andre Rosiade di sebuah hotel di Padang, Sumatera Barat menjadi perbincangan masyarakat.

Aksi itu pun mengundang reaksi publik. Sebagian mempertanyakan aksi penjebakan tersebut. Polisi pun diminta untuk memeriksa orang-orang yang terlibat dalam skenario penjebakan tersebut.

"Penggrebekan itu terlihat over acting (berlebihan-red)," itulah kalimat pertama yang keluar dari Ketua Migrant Care dan Advokasi Hukum Depimnas Relawan Jokowi (ReJo), Dr Hendri Jayadi, Kamis 6 Januari 2020.

Jayadi menilai penggrebekan itu lebih terkesan untuk pencitraan dengan mengangkangi hukum yang berlaku di Indonesia. "Kita sepakat bahwa prostitusi adalah sesuatu pelanggaran terhadap hukum. Tapi penegakkan hukum tidak boleh dengan cara melanggar hukum," katanya. (Baca Juga: Soal Penggerebekan PSK, Andre Rosiade Persilakan Dilaporkan ke MKD)

Menurut dia, metode undercover buying atau pembelian terselubung yang dilakukan anggota DPR dapil Sumbar I Andre Rosadie tidak sepatutnya dilakukan .

Sebab, sambung dia, Andre bukan aparat penegak hukum ataupun orang yang diperbantukan di kepolisian. "Undercover buy hanya berlaku d idalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Itupun syaratnya sangat ketat. Apalagi Andre Rosade bukan aparat penegak hukum," tuturnya. (Baca juga: Soal Andre Rosiade Gerebek PSK, MKD Siap Terima Laporan )

Dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 pada Pasal 79 jelas diatur yang bisa melakukan tindakan tersebut adalah informan/anggota polisi/orang lain yang diperbantukan pada polisi.

"Tidak bisa sembarang orang melakukan cara demikian. Ini sudah salah kaprah penafsirannya," ujar Jayadi.

Dia menduga langkah penggrebekan PSK berinisial NN dan seorang mucikari adalah cacat hukum atau ilegal.

"Kalau OTT prostitusi itu tidak sesuai prosedur undercover buying di UU 35 Tahun 2009 dan ada dugaan mall-admistrasi kami minta bebaskan perempuan itu. Menegakkan hukum harus sesuai prosedur hukum. Itu sudah prinsip!," tuturnya.

Masih menurut Jayadi, orang yang melakukan penjebakan itu bisa terkena jeratan hukum pidana. Karena, proses penggrebekan itu tidak berdiri sendiri. Ada yang sudah menyewa kamar, ada pelaku, penjaja seks dan mucikari.

Bisa jadi, awalnya NN tidak sedang beraktivitas, kemudian masuk pesan yang membuat dia tertarik kemudian sampai bertransaksi. Apalagi kini NN dan sang mucikari sudah mendekam di penjara dan dijadikan tersangka.

"Tindakan demikian itu sudah sistematis. Mestinya semua yang terlibat bisa kena jeratan hukum. Ada pasal 55 KUHP yang mengatakan turut serta. Dalam pasal 55 Ayat (1) KUHP berbunyi: Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan itu. Menurut saya Andre Rosadie sudah memenuhi unsur pasal 55 KUHP itu," tegas Jayadi.

Tidak hanya itu, kata dia, Andre juga harus diperiksa secara etik oleh Mahkamah Kehormatan Dewan, karena dengan jabatannya sebagai anggota DPR telah melakukan serangkaian kegiatan yang diduga melanggar etika.

Untuk itu, Jayadi meminta siapa pun yang terkibat dalam kausus itu harus diperiksa. Tak terkecuali Andre Rosadie dan ajudannya.

"Kita minta semua diperiksa tanpa terkecuali. Polisi jangan tumpul keatas tajam kebawah," pungkas Hendri Jayadi.

Sebelumnya, Andre Rosadie bersama kepolisian dari Polda Sumbar melakukan penggrebekan prostitusi online yang dilakukan di dalam kamal sebuah hotel di Padang, Minggu 26 Januari 2020.

Dalam penggrebekan itu petugas menangkap perempuan bernisial NN sebagai pelaku prostitusi online dan seorang mucikari. Namun, petugas tidak menangkap penyewa jasa prostitusi itu.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9631 seconds (0.1#10.140)