Guru Besar Hukum: Perjanjian Tertutup Tak Selalu Berdampak Negatif Bagi Pelaku Usaha
loading...
A
A
A
"KPPU diminta jeli dalam menyelesaikan perkara apabila ditemukan kasus dugaan persaingan usaha tidak sehat berkaitan dengan perjanjian tertutup dimaksud," ujarnya.
Ningrum menjelaskan teori foreclosure kerap dipakai untuk menganalisis dampak dari perjanjian tertutup terhadap persaingan usaha yang sehat. Teori ini mengacu pada apakah adanya suatu perbuatan mencegah pesaing untuk dapat masuk ke dalam pasar yang kemudian menyingkirkan pesaing dalam pasar tersebut.
"Fokus utama teori ini untuk menilai apakah suatu tindakan pelaku usaha menyebabkan adanya hambatan dalam menciptakan persaingan usaha yang sehat," katanya.
Ningrum menambahkan, kalaupun hambatan yang timbul masih dikategorikan rendah atau masih ada kemungkinan pelaku usaha lain untuk masuk, maka hal itu bukan termasuk tindakan menghambat persaingan.
Menurut Ningrum, dengan pendekatan rule of reason, KPPU akan menilai apakah tindakan prinsipal tersebut mengakibatkan adanya hambatan akses pasar bagi pelaku usaha lain di tingkat distributor atau tidak.
Jika perjanjian distribusi tersebut menghasilkan efisiensi dari sisi distribusi produk dan tidak merugikan konsumen dalam hal harga, ketersediaan produk dan lain-lain, maka KPPU harus dapat menilai adanya dampak positif dari tindakan tersebut.
"KPPU sebaiknya tetap mengizinkan pelaku usaha melakukan perjanjian tertutup asalkan dapat membuktikan memberikan dampak positif yang lebih besar dibanding dampak negatif yang akan ditimbulkan," katanya.
Ningrum menyebut, penting bagi pelaku usaha yang akan membuat perjanjian tertutup dengan mitra bisnis untuk selalu memperhatikan dampak positif dan negatif dari kesepakatan tersebut. Semakin besar dampak positif dari suatu perjanjian tertutup tentu akan semakin membuka ruang bagi terciptanya efisiensi kegiatan usaha dengan tetap bersaing.
"Sebaliknya, apabila dampak negatif (anti-competitive effect) dari suatu perjanjian tertutup lebih besar, maka KPPU dapat saja membatalkan perjanjian tertutup tersebut setelah melalui serangkaian proses penyelidikan dan pemeriksaan," katanya.
Ningrum menjelaskan teori foreclosure kerap dipakai untuk menganalisis dampak dari perjanjian tertutup terhadap persaingan usaha yang sehat. Teori ini mengacu pada apakah adanya suatu perbuatan mencegah pesaing untuk dapat masuk ke dalam pasar yang kemudian menyingkirkan pesaing dalam pasar tersebut.
"Fokus utama teori ini untuk menilai apakah suatu tindakan pelaku usaha menyebabkan adanya hambatan dalam menciptakan persaingan usaha yang sehat," katanya.
Ningrum menambahkan, kalaupun hambatan yang timbul masih dikategorikan rendah atau masih ada kemungkinan pelaku usaha lain untuk masuk, maka hal itu bukan termasuk tindakan menghambat persaingan.
Menurut Ningrum, dengan pendekatan rule of reason, KPPU akan menilai apakah tindakan prinsipal tersebut mengakibatkan adanya hambatan akses pasar bagi pelaku usaha lain di tingkat distributor atau tidak.
Jika perjanjian distribusi tersebut menghasilkan efisiensi dari sisi distribusi produk dan tidak merugikan konsumen dalam hal harga, ketersediaan produk dan lain-lain, maka KPPU harus dapat menilai adanya dampak positif dari tindakan tersebut.
"KPPU sebaiknya tetap mengizinkan pelaku usaha melakukan perjanjian tertutup asalkan dapat membuktikan memberikan dampak positif yang lebih besar dibanding dampak negatif yang akan ditimbulkan," katanya.
Ningrum menyebut, penting bagi pelaku usaha yang akan membuat perjanjian tertutup dengan mitra bisnis untuk selalu memperhatikan dampak positif dan negatif dari kesepakatan tersebut. Semakin besar dampak positif dari suatu perjanjian tertutup tentu akan semakin membuka ruang bagi terciptanya efisiensi kegiatan usaha dengan tetap bersaing.
"Sebaliknya, apabila dampak negatif (anti-competitive effect) dari suatu perjanjian tertutup lebih besar, maka KPPU dapat saja membatalkan perjanjian tertutup tersebut setelah melalui serangkaian proses penyelidikan dan pemeriksaan," katanya.
(cip)
Lihat Juga :