5 Risiko Jadi Anggota Kopassus, Hanya untuk Prajurit yang Bermental Baja
loading...
A
A
A
Pada latihan ini, prajurit akan dilepas di hutan pada pagi hari. Kemudian, mereka harus mencapai titik tujuan sebelum periode waktunya habis.
Latihan ini juga sering disebut dengan Hellweek. Tujuannya untuk melatih kemampuan mental dan fisik seorang prajurit, terutama saat berada di keadaan yang sulit dan serba kekurangan.
Kemudian, ada dopper yang menjadi salah satu bentuk latihan paling ekstrem prajurit Kopassus. Di latihan ini, prajurit Kopassus akan merangkak di tempat berlumpur dan saat bergerak mereka akan diserbu rentetan tembakan dari tim pelatih yang berada di atasnya.
Latihan Dopper ditujukan untuk melatih mental dan fisik para prajurit, khususnya sebelum benar-benar terjun ke medan tempur.
Dari latihan ekstrem tadi, tentu ada risiko seperti cedera hingga kematian. Maka dari itu, mereka harus bersiap untuk menyelesaikannya dengan baik.
Pada operasinya, prajurit Kopassus juga harus bersiap terjun di medan yang berbahaya. Terlebih, Korps Baret Merah sendiri sering ditugaskan untuk operasi penting, seperti antiteror, penyelamatan sandera, intelijen, dan misi rahasia lainnya.
Melihat ke belakang, jejak keberhasilan misi Kopassus terbilang cukup banyak. Di antaranya yang terkenal adalah Operasi Mapenduma.
Tujuan operasi militer ini untuk membebaskan sandera Ekspedisi Lorentz 95 yang sempat ditahan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Kelly Kwalik di Desa Mapenduma, Kecamatan Tiom, Jayawijaya. Waktu itu, misi pembebasan dipimpin Danjen Kopassus Brigjen TNI Prabowo Subianto.
Pada 9 Mei 1996, beberapa anggota menyerang sarang OPM yang berada di Desa Geselama. Operasi ini akhirnya mengakhiri drama penyanderaan selama 130 hari.
Berikutnya ada risiko psikologis. Hal ini termasuk dalam bentuk tekanan mental hingga trauma.
Tekanan mental bisa terjadi karena stres setelah menjalankan tugas berbahaya. Selain itu, bisa juga akibat kondisi jauh dari keluarga serta tuntutan untuk selalu siap siaga dalam segala kondisi.
Sementara untuk trauma bisa terjadi usai seorang prajurit menghadapi situasi ekstrem dalam pertempuran dan menyebabkan gangguan stres pascatrauma (PTSD). Misalnya, hampir terbunuh saat latihan atau menjalankan misi.
Risiko lainnya bisa dilihat dari aspek kehidupan pribadi. Contohnya berkaitan dengan keluarga.
Sebenarnya hal ini tidak hanya berlaku untuk prajurit Kopassus, tetapi juga anggota TNI di satuan lain. Suatu saat, mereka bisa mendapat penugasan jangka panjang, sehingga akan jauh dari keluarga.
Latihan ini juga sering disebut dengan Hellweek. Tujuannya untuk melatih kemampuan mental dan fisik seorang prajurit, terutama saat berada di keadaan yang sulit dan serba kekurangan.
- Latihan Dopper
Kemudian, ada dopper yang menjadi salah satu bentuk latihan paling ekstrem prajurit Kopassus. Di latihan ini, prajurit Kopassus akan merangkak di tempat berlumpur dan saat bergerak mereka akan diserbu rentetan tembakan dari tim pelatih yang berada di atasnya.
Latihan Dopper ditujukan untuk melatih mental dan fisik para prajurit, khususnya sebelum benar-benar terjun ke medan tempur.
Dari latihan ekstrem tadi, tentu ada risiko seperti cedera hingga kematian. Maka dari itu, mereka harus bersiap untuk menyelesaikannya dengan baik.
3. Risiko Operasi Militer yang Berbahaya
Pada operasinya, prajurit Kopassus juga harus bersiap terjun di medan yang berbahaya. Terlebih, Korps Baret Merah sendiri sering ditugaskan untuk operasi penting, seperti antiteror, penyelamatan sandera, intelijen, dan misi rahasia lainnya.
Melihat ke belakang, jejak keberhasilan misi Kopassus terbilang cukup banyak. Di antaranya yang terkenal adalah Operasi Mapenduma.
Tujuan operasi militer ini untuk membebaskan sandera Ekspedisi Lorentz 95 yang sempat ditahan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Kelly Kwalik di Desa Mapenduma, Kecamatan Tiom, Jayawijaya. Waktu itu, misi pembebasan dipimpin Danjen Kopassus Brigjen TNI Prabowo Subianto.
Pada 9 Mei 1996, beberapa anggota menyerang sarang OPM yang berada di Desa Geselama. Operasi ini akhirnya mengakhiri drama penyanderaan selama 130 hari.
4. Risiko Psikologis
Berikutnya ada risiko psikologis. Hal ini termasuk dalam bentuk tekanan mental hingga trauma.
Tekanan mental bisa terjadi karena stres setelah menjalankan tugas berbahaya. Selain itu, bisa juga akibat kondisi jauh dari keluarga serta tuntutan untuk selalu siap siaga dalam segala kondisi.
Sementara untuk trauma bisa terjadi usai seorang prajurit menghadapi situasi ekstrem dalam pertempuran dan menyebabkan gangguan stres pascatrauma (PTSD). Misalnya, hampir terbunuh saat latihan atau menjalankan misi.
5. Risiko Keluarga
Risiko lainnya bisa dilihat dari aspek kehidupan pribadi. Contohnya berkaitan dengan keluarga.
Sebenarnya hal ini tidak hanya berlaku untuk prajurit Kopassus, tetapi juga anggota TNI di satuan lain. Suatu saat, mereka bisa mendapat penugasan jangka panjang, sehingga akan jauh dari keluarga.