Butuh Pendekatan Komprehensif dan Sistematis Kikis Intoleransi

Jum'at, 24 Januari 2020 - 16:31 WIB
Butuh Pendekatan Komprehensif dan Sistematis Kikis Intoleransi
Butuh Pendekatan Komprehensif dan Sistematis Kikis Intoleransi
A A A
JAKARTA - Pendidikan merupakan proses transfer pengetahuan dari pendidik ke anak didik. Selain pengetahuan diperlukan juga pembinaan karakter bagi generasi muda agar tidak salah menerapkan ilmunya.

Salah satu karakter penting yang perlu ditanamkan oleh dunia pendidikan adalah penghargaan terhadap keragaman.

Pengamat dunia pendidikan, Darmaningtyas mengatakan, mengikis intoleran di dalam dunia pendidikan butuh pendekatan komprehensif dan sistematis kepada semua pihak, termasuk terhadap para guru dan murid.

Menurut dia, memerlukan pendekatan sistemik karena penyebarannya sudah terjadi sejak lama. Mahasiswa pada tahun 80-an banyak yang menjadi guru. Bukan tidak mungkin di antaranya memiliki pandangan yang radikal.

"Ketika menjadi guru, mereka menularkan pandangan-pandangannya kepada murid-muridnya. Beda halnya kalau sebelum tahun 80-an yang mana tenaga pendidik atau guru-gurunya itu sudah lama dan belum terkontaminasi dengan paham-paham radikal pada saat kuliah. Itu dari segi guru atau pengajarnya,” tutur Darmaningtyas di Jakarta, Kamis 23 Januari 2019.

Dia mengungkapkan, mulai tahun1980-an terjadi proses formalisasi agama di lingkungan sekolah. Ini bukan hanya dalam pelajaran agama, tetapi juga dalam praktik keseharian.

Kemudian pascareformasi mulai banyak sekolah-sekolah yang berkaitan dengan agama bermunculan yang didirikan oleh kelompok agama ataupun partai politik. Hal ini yang berakibat munculnya bibit-bibit intoleransi secara masif.

Dalam proses peningkatan kesadaran beragamnya itu, kata dia, ada yang pemahaman agamanya berbeda dengan pemahaman kebanyakan orang.

Darmaningtyas juga menanggapi berita yang ramai diperbincangkan, yakni seorang siswa dikeluarkan dari sekolah karena mengucapkan selamat ulang tahun kepada siswa yang berlainan jenis.

Meskipun kejadian itu terjadi di sekolah swasta, namun menurut dia, peraturan sekolahnya itu sendiri juga harus dikritisi. "Karena mengucapkan selamat menurutnya, baik itu disampaikan terhadap lawan jenis meskipun berbeda suku, agama adalah suatu tindakan kebaikan yang tentunya harus dikembangkan di sekolah-sekolah," katanya.

“Jangan malah siswa yang berbuat baik malah dikenai sanksi. Karena produk atau lulusan dari sekolah swasta itu nanti juga akan terjun ke masyarakat. Kalau kemudian pemahaman menjadi sempit tentunya nanti sebagian masyarakat juga akan memiliki pemahaman yang terlalu sempit,” sambung Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) periode 2010-2012 ini.

Selain itu untuk menangkal intoleransi yang ada dan tumbuh di lingkungan sekolah negeri, kata dia, sekolah negeri harus memiliki ruang yang terbuka terhadap siapa pun.

Hal tersebut terlihat di masa sebelum tahun 2000-an, di mana sekolah negeri itu menjadi pilihan utama para orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya tanpa ada hambatan-hambatan terkait soal agama, soal ras, golongan dan sebagainya.

“Sekolah negeri pada zaman dahulu itu adalah benar-benar sekolah kebangsaan. Jadi mestinya roh kebangsaan itu dijaga oleh sekolah itu. Karena itu sekolah negeri sudah sementinya tidak boleh ada aturan-aturan yang bersikap diskriminatif atau ekslusif,” ujarnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3375 seconds (0.1#10.140)