Menteri Iftitah Sulaiman Bicara Visi Besar dan Paradigma Baru Transmigrasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pada Hari Bhakti Transmigrasi ke-74, Kamis (12/12/1024), Menteri Transmigrasi (Mentrans) Iftitah Sulaiman Suryanagara menjelaskan tentang visi besar dan paradigma baru transmigrasi yang diimplementasikan pada pemerintahan Presiden ke-8 RI Prabowo Subianto. Tujuan utamanya sebagai salah satu instrumen vital dalam pembangunan perekonomian nasional.
Iftitah mengatakan, saat ini masih banyak potensi sumber daya alam Indonesia yang belum dikelola secara optimal dan sebagian besar berada di luar Jawa dan Bali. Juga adanya tantangan mengenai kebutuhan membangun ketahanan pangan, air, dan energi.
Adanya bonus demografi di mana banyaknya jumlah angkatan kerja usia produktif belum diserap lapangan kerja. Sehingga transmigrasi bisa menjadi intrumen vital dalam pembangunan nasional.
"Melalui pendekatan terintegrasi dan modern tersebut, transmigrasi akan kembali membuktikan relevansinya sebagai instrumen vital pembangunan nasional," kata Iftitah di Jakarta, Kamis (12/12/2024).
Untuk bisa sejahtera dan merata, Indonesia perlu sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru yang tidak hanya bergantung pada cadangan sumber daya mineral (SDM) yang terus berkurang. Kekayaan hutan tropis Indonesia juga tidak bisa terus-menerus dibiarkan tergerus akibat pendekatan industri yang ekstraktif.
"Di tengah ancaman krisis pangan, air dan energi global, perubahan demografi, dan dinamika geopolitik, urgensi reformulasi program transmigrasi menjadi semakin nyata," kata Iftitah.
Menurut dia, paradigma baru transmigrasi ke depan adalah strategi pembangunan kewilayahan komprehensif yang mengintegrasikan tiga dimensi vital yakni pengembangan sumber daya manusia unggul, produktivitas berbasis teknologi, dan penguatan ketahanan nasional.
Untuk dimensi pertama difokuskan pada pengembangan SDM melalui program Transmigrasi Patriot. Yang utama tentu pembangunan karakter dan budaya kerja unggul agar transmigran lebih produktif melalui pelatihan dan pendidikan dasar kedisiplinan.
Hal ini dilakukan melalui hilirisasi SDM di mana generasi muda terpilih penerima beasiswa S2 dan S3 di bidang sains, teknologi, rekayasa, dan matematika (STEM), akan menjadi akselerator pembangunan kawasan.
"Kolaborasi dengan perguruan tinggi dalam dan luar negeri menjadikan kawasan transmigrasi sebagai laboratorium hidup inovasi dan pembangunan. Dengan demikian, transmigrasi menjadi program yang dijalankan dengan ilmu dan keterampilan berbasiskan sains," ucapnya.
Iftitah mencontohkan penerapan sains dan teknologi untuk meningkatkan produktivitas ekosistem transmigrasi di kawasan transmigrasi Nusa Tenggara Timur (NTT). Di sana, teknologi digunakan untuk memecah dan mengubah lahan batu menjadi lahan subur untuk kepentingan perkebunan.
Menurut dia, di tengah ancaman krisis pangan, air dan energi global, perubahan demografi, serta dinamika geopolitik, urgensi reformulasi program transmigrasi menjadi semakin nyata. Begitu pada kawasan sentra produksi pangan di lima provinsi strategis yang jadi model percontohan karena mengintegrasikan teknologi modern guna menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru.
"Kelak, program ini memungkinkan pengembangan Kawasan Transmigrasi Tematik seperti Kawasan Transmigrasi Maritim, Pariwisata, Peternakan dan lain-lain sesuai potensi masing-masing," ucap Iftitah.
Pada aspek ketahanan nasional, transmigran diintegrasikan dalam program Komponen Cadangan (Komcad) untuk menjadi garda terdepan ketahanan pangan, energi, dan air. Di perbatasan, seperti Entikong, Kalimantan Barat, kehadiran kawasan transmigrasi terbukti menjadi benteng kedaulatan.
Karena itu, Iftitah menekankan implementasi program transmigrasi membutuhkan orkestrasi presisi lintas sektor dengan berpayung pada Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2018 tentang Koordinasi dan Integrasi Penyelenggaraan Transmigrasi. Sehingga, Kementrans fokus pada penyiapan SDM dan lahan, sementara pembangunan infrastruktur dikoordinasikan melalui Inpres kepada kementerian atau lembaga terkait.
Iftitah menambahkan berdasarkan hasil pendataan dan digitalisasi data, dari 3,1 juta hektare Hak Pengelolaan Lahan di 167 kabupaten membuka peluang bagi kolaborasi strategis, baik dengan badan-badan usaha, perguruan tinggi, ataupun pemerintah daerah (pemda) melalui Badan Layanan Umum (BLU).
Dengan demikian, kawasan transmigrasi berpotensi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru dan menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk bertransmigrasi secara mandiri. Hal ini dilakukan secara bertahap dengan langkah awal berfokus pada 45 Kawasan Transmigrasi Prioritas Nasional.
"Upaya ini semua dengan kepemimpinan dan manajemen yang tepat, akuntabel, membuka peluang bagi Kementerian Transmigrasi untuk memberi nilai tambah dan kontribusi melalui Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kolaborasi dengan perguruan tinggi dalam dan luar negeri menjadikan kawasan transmigrasi sebagai laboratorium hidup inovasi dan pembangunan," ujar Iftitah.
Iftitah mengatakan, saat ini masih banyak potensi sumber daya alam Indonesia yang belum dikelola secara optimal dan sebagian besar berada di luar Jawa dan Bali. Juga adanya tantangan mengenai kebutuhan membangun ketahanan pangan, air, dan energi.
Adanya bonus demografi di mana banyaknya jumlah angkatan kerja usia produktif belum diserap lapangan kerja. Sehingga transmigrasi bisa menjadi intrumen vital dalam pembangunan nasional.
"Melalui pendekatan terintegrasi dan modern tersebut, transmigrasi akan kembali membuktikan relevansinya sebagai instrumen vital pembangunan nasional," kata Iftitah di Jakarta, Kamis (12/12/2024).
Untuk bisa sejahtera dan merata, Indonesia perlu sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru yang tidak hanya bergantung pada cadangan sumber daya mineral (SDM) yang terus berkurang. Kekayaan hutan tropis Indonesia juga tidak bisa terus-menerus dibiarkan tergerus akibat pendekatan industri yang ekstraktif.
"Di tengah ancaman krisis pangan, air dan energi global, perubahan demografi, dan dinamika geopolitik, urgensi reformulasi program transmigrasi menjadi semakin nyata," kata Iftitah.
Menurut dia, paradigma baru transmigrasi ke depan adalah strategi pembangunan kewilayahan komprehensif yang mengintegrasikan tiga dimensi vital yakni pengembangan sumber daya manusia unggul, produktivitas berbasis teknologi, dan penguatan ketahanan nasional.
Untuk dimensi pertama difokuskan pada pengembangan SDM melalui program Transmigrasi Patriot. Yang utama tentu pembangunan karakter dan budaya kerja unggul agar transmigran lebih produktif melalui pelatihan dan pendidikan dasar kedisiplinan.
Hal ini dilakukan melalui hilirisasi SDM di mana generasi muda terpilih penerima beasiswa S2 dan S3 di bidang sains, teknologi, rekayasa, dan matematika (STEM), akan menjadi akselerator pembangunan kawasan.
"Kolaborasi dengan perguruan tinggi dalam dan luar negeri menjadikan kawasan transmigrasi sebagai laboratorium hidup inovasi dan pembangunan. Dengan demikian, transmigrasi menjadi program yang dijalankan dengan ilmu dan keterampilan berbasiskan sains," ucapnya.
Iftitah mencontohkan penerapan sains dan teknologi untuk meningkatkan produktivitas ekosistem transmigrasi di kawasan transmigrasi Nusa Tenggara Timur (NTT). Di sana, teknologi digunakan untuk memecah dan mengubah lahan batu menjadi lahan subur untuk kepentingan perkebunan.
Menurut dia, di tengah ancaman krisis pangan, air dan energi global, perubahan demografi, serta dinamika geopolitik, urgensi reformulasi program transmigrasi menjadi semakin nyata. Begitu pada kawasan sentra produksi pangan di lima provinsi strategis yang jadi model percontohan karena mengintegrasikan teknologi modern guna menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru.
"Kelak, program ini memungkinkan pengembangan Kawasan Transmigrasi Tematik seperti Kawasan Transmigrasi Maritim, Pariwisata, Peternakan dan lain-lain sesuai potensi masing-masing," ucap Iftitah.
Pada aspek ketahanan nasional, transmigran diintegrasikan dalam program Komponen Cadangan (Komcad) untuk menjadi garda terdepan ketahanan pangan, energi, dan air. Di perbatasan, seperti Entikong, Kalimantan Barat, kehadiran kawasan transmigrasi terbukti menjadi benteng kedaulatan.
Karena itu, Iftitah menekankan implementasi program transmigrasi membutuhkan orkestrasi presisi lintas sektor dengan berpayung pada Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2018 tentang Koordinasi dan Integrasi Penyelenggaraan Transmigrasi. Sehingga, Kementrans fokus pada penyiapan SDM dan lahan, sementara pembangunan infrastruktur dikoordinasikan melalui Inpres kepada kementerian atau lembaga terkait.
Iftitah menambahkan berdasarkan hasil pendataan dan digitalisasi data, dari 3,1 juta hektare Hak Pengelolaan Lahan di 167 kabupaten membuka peluang bagi kolaborasi strategis, baik dengan badan-badan usaha, perguruan tinggi, ataupun pemerintah daerah (pemda) melalui Badan Layanan Umum (BLU).
Dengan demikian, kawasan transmigrasi berpotensi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru dan menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk bertransmigrasi secara mandiri. Hal ini dilakukan secara bertahap dengan langkah awal berfokus pada 45 Kawasan Transmigrasi Prioritas Nasional.
"Upaya ini semua dengan kepemimpinan dan manajemen yang tepat, akuntabel, membuka peluang bagi Kementerian Transmigrasi untuk memberi nilai tambah dan kontribusi melalui Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kolaborasi dengan perguruan tinggi dalam dan luar negeri menjadikan kawasan transmigrasi sebagai laboratorium hidup inovasi dan pembangunan," ujar Iftitah.
(jon)