Hari HAM Sedunia, LBH Gema Keadilan: Penembakan Siswa SMK Wajah Kelam Hukum Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Peringati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia 2024, LBH Gema Keadilan menekankan pentingnya akses bantuan hukum dan perlindungan bagi masyarakat. Momen ini jadi pengingat kekerasan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum merupakan ancaman serius terhadap penghormatan dan perlindungan HAM.
Juru Bicara LBH Gema Keadilan Komang Sanju Bayu mengatakan, kasus penembakan Gamma Rizkynata Oktafandy, siswa Paskibra SMKN 4 di Semarang, oleh oknum polisi baru-baru ini menjadi bukti nyata kekerasan oleh aparat tidak hanya mencederai rasa keadilan, tetapi juga mengancam hak hidup manusia yang dijamin oleh konstitusi.
“Tragedi ini mencerminkan kegagalan sistem pengawasan terhadap perilaku aparat penegak hukum serta minimnya akses korban dan keluarganya terhadap bantuan hukum yang efektif dan adil,” katanya, Selasa (10/12/2024).
Menurut dia, akses terhadap bantuan hukum adalah hak fundamental yang harus dijamin oleh negara. Hak ini tidak boleh dibatasi oleh status ekonomi, usia, atau latar belakang sosial.
“Sayangnya, banyak korban kekerasan aparat, termasuk keluarga siswa SMK di Semarang, sering kali kesulitan mengakses bantuan hukum karena kurangnya informasi, keberpihakan aparat, dan minimnya dukungan dari lembaga bantuan hukum,” katanya.
LBH Gema Keadilan menyerukan kepada pemerintah untuk memperkuat sistem bantuan hukum dengan meningkatkan dukungan terhadap Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang independen dan memberikan bantuan hukum pro bono bagi kelompok rentan.
“Jika akses bantuan hukum tidak dipastikan, korban kekerasan aparat akan terus berada dalam posisi lemah, tanpa kemampuan untuk memperjuangkan hak-hak mereka,” katanya.
Di sisi lain, Sanju menilai, peran utama kepolisian adalah melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Tetapi, kasus penembakan siswa SMK di Semarang menunjukkan penyimpangan dari fungsi tersebut. Penggunaan senjata api secara sewenang-wenang oleh aparat telah melanggar prinsip proporsionalitas dan akuntabilitas yang menjadi standar internasional dalam penggunaan kekuatan oleh aparat penegak hukum.
“Tragedi ini tidak bisa dianggap sebagai kasus individual. Ini adalah gejala dari pola kekerasan yang lebih besar. Aparat kepolisian tidak boleh menjadi hakim di jalanan yang menilai dan menghukum warga negara dengan peluru. Ketidakadilan semacam ini hanya akan mengikis kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian dan memperkuat impunitas,” katanya.
Sehubungan dengan peringatan Hari HAM Sedunia 2024 dan merespons kasus penembakan siswa SMK di Semarang, LBH Gema Keadilan mendesak agar akses bantuan hukum bagi korban kekerasan aparat diperkuat.
“Pemerintah harus memperkuat kebijakan bantuan hukum probono untuk korban kekerasan aparat, terutama dari kelompok masyarakat miskin dan rentan. Ini termasuk memberikan dukungan penuh kepada LBH di tingkat nasional dan daerah,” katanya.
Menghentikan impunitas bagi aparat yang melakukan kekerasan. Proses hukum yang tegas dan transparan harus diterapkan terhadap anggota polisi yang terlibat dalam penembakan siswa SMK di Semarang. Negara tidak boleh melindungi pelaku kekerasan dengan dalih kesalahan prosedur atau pelanggaran disiplin.
Selain itu, memperkuat Kompolnas sebagai pengawas terhadap Kepolisian. Menurut Sanju, Polri tidak boleh mengawasi dirinya sendiri. Peran Kompolnas harus diperkuat.
“LBH Gema Keadilan menuntut diperkuatnya Kompolnas yang bertugas mengawasi dan menerima pengaduan kekerasan oleh aparat kepolisian. Pengawasan Kompolnas selama ini terbatas, padahal Kompolnas perlu diberikan kewenangan seperti Komisi Yudisial yang mengawasi hakim,” katanya.
Sanju juga mendesak dilakukannya reformasi penggunaan senjata api oleh aparat. Menurut Sanju, penggunaan senjata api harus diperketat. Anggota polisi yang membawa senjata api wajib melalui pelatihan yang ketat tentang deeskalasi konflik dan pengelolaan situasi kritis. Setiap insiden penembakan harus diselidiki secara terbuka oleh lembaga independen.
"Kasus penembakan siswa SMK di Semarang adalah gambaran kelam wajah hukum di Indonesia. Kekuasaan yang seharusnya melindungi justru menjadi sumber ketakutan bagi rakyat. Aparat yang melanggar hukum tidak boleh berlindung di balik seragamnya. Kami mendesak agar pelaku dihukum secara tegas, dan negara harus hadir memberikan keadilan bagi keluarga korban. Jika ini dibiarkan, siapa yang bisa menjamin keselamatan anak-anak kita di masa depan?" katanya.
LBH Gema Keadilan juga menyerukan kepada masyarakat untuk tidak tinggal diam. Pelanggaran HAM bukan hanya urusan korban, melainkan urusan semua elemen masyarakat.
“Masyarakat dapat berperan dengan mendukung korban dan keluarga korban kekerasan aparat melalui dukungan moral, bantuan hukum, dan advokasi publik. Melaporkan kekerasan aparat kepada lembaga HAM dan lembaga bantuan hukum seperti LBH Gema Keadilan,” katanya.
Menolak kekerasan sebagai metode penegakan hukum dengan mendesak reformasi Polri yang lebih transparan dan akuntabel. Hari Hak Asasi Manusia Sedunia 2024 adalah pengingat bahwa keadilan tidak akan hadir dengan sendirinya. Butuh keberanian dan solidaritas dari masyarakat luas untuk melawan kekuasaan yang menindas.
“LBH Gema Keadilan berkomitmen untuk terus mendampingi korban kekerasan aparat dan memperjuangkan akses keadilan bagi semua orang. Momentum ini, kami menyerukan kepada pemerintah, kepolisian, dan lembaga peradilan agar serius menangani kasus-kasus kekerasan aparat. Keadilan tidak akan terwujud tanpa ada kesetaraan akses terhadap bantuan hukum. Mari kita jaga harapan akan masa depan yang lebih adil, di mana tidak ada seorang pun yang takut pada hukum, kecuali mereka yang melanggarnya,” ucapnya.
Juru Bicara LBH Gema Keadilan Komang Sanju Bayu mengatakan, kasus penembakan Gamma Rizkynata Oktafandy, siswa Paskibra SMKN 4 di Semarang, oleh oknum polisi baru-baru ini menjadi bukti nyata kekerasan oleh aparat tidak hanya mencederai rasa keadilan, tetapi juga mengancam hak hidup manusia yang dijamin oleh konstitusi.
“Tragedi ini mencerminkan kegagalan sistem pengawasan terhadap perilaku aparat penegak hukum serta minimnya akses korban dan keluarganya terhadap bantuan hukum yang efektif dan adil,” katanya, Selasa (10/12/2024).
Menurut dia, akses terhadap bantuan hukum adalah hak fundamental yang harus dijamin oleh negara. Hak ini tidak boleh dibatasi oleh status ekonomi, usia, atau latar belakang sosial.
“Sayangnya, banyak korban kekerasan aparat, termasuk keluarga siswa SMK di Semarang, sering kali kesulitan mengakses bantuan hukum karena kurangnya informasi, keberpihakan aparat, dan minimnya dukungan dari lembaga bantuan hukum,” katanya.
Baca Juga
LBH Gema Keadilan menyerukan kepada pemerintah untuk memperkuat sistem bantuan hukum dengan meningkatkan dukungan terhadap Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang independen dan memberikan bantuan hukum pro bono bagi kelompok rentan.
“Jika akses bantuan hukum tidak dipastikan, korban kekerasan aparat akan terus berada dalam posisi lemah, tanpa kemampuan untuk memperjuangkan hak-hak mereka,” katanya.
Di sisi lain, Sanju menilai, peran utama kepolisian adalah melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Tetapi, kasus penembakan siswa SMK di Semarang menunjukkan penyimpangan dari fungsi tersebut. Penggunaan senjata api secara sewenang-wenang oleh aparat telah melanggar prinsip proporsionalitas dan akuntabilitas yang menjadi standar internasional dalam penggunaan kekuatan oleh aparat penegak hukum.
“Tragedi ini tidak bisa dianggap sebagai kasus individual. Ini adalah gejala dari pola kekerasan yang lebih besar. Aparat kepolisian tidak boleh menjadi hakim di jalanan yang menilai dan menghukum warga negara dengan peluru. Ketidakadilan semacam ini hanya akan mengikis kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian dan memperkuat impunitas,” katanya.
Sehubungan dengan peringatan Hari HAM Sedunia 2024 dan merespons kasus penembakan siswa SMK di Semarang, LBH Gema Keadilan mendesak agar akses bantuan hukum bagi korban kekerasan aparat diperkuat.
“Pemerintah harus memperkuat kebijakan bantuan hukum probono untuk korban kekerasan aparat, terutama dari kelompok masyarakat miskin dan rentan. Ini termasuk memberikan dukungan penuh kepada LBH di tingkat nasional dan daerah,” katanya.
Menghentikan impunitas bagi aparat yang melakukan kekerasan. Proses hukum yang tegas dan transparan harus diterapkan terhadap anggota polisi yang terlibat dalam penembakan siswa SMK di Semarang. Negara tidak boleh melindungi pelaku kekerasan dengan dalih kesalahan prosedur atau pelanggaran disiplin.
Selain itu, memperkuat Kompolnas sebagai pengawas terhadap Kepolisian. Menurut Sanju, Polri tidak boleh mengawasi dirinya sendiri. Peran Kompolnas harus diperkuat.
“LBH Gema Keadilan menuntut diperkuatnya Kompolnas yang bertugas mengawasi dan menerima pengaduan kekerasan oleh aparat kepolisian. Pengawasan Kompolnas selama ini terbatas, padahal Kompolnas perlu diberikan kewenangan seperti Komisi Yudisial yang mengawasi hakim,” katanya.
Sanju juga mendesak dilakukannya reformasi penggunaan senjata api oleh aparat. Menurut Sanju, penggunaan senjata api harus diperketat. Anggota polisi yang membawa senjata api wajib melalui pelatihan yang ketat tentang deeskalasi konflik dan pengelolaan situasi kritis. Setiap insiden penembakan harus diselidiki secara terbuka oleh lembaga independen.
"Kasus penembakan siswa SMK di Semarang adalah gambaran kelam wajah hukum di Indonesia. Kekuasaan yang seharusnya melindungi justru menjadi sumber ketakutan bagi rakyat. Aparat yang melanggar hukum tidak boleh berlindung di balik seragamnya. Kami mendesak agar pelaku dihukum secara tegas, dan negara harus hadir memberikan keadilan bagi keluarga korban. Jika ini dibiarkan, siapa yang bisa menjamin keselamatan anak-anak kita di masa depan?" katanya.
LBH Gema Keadilan juga menyerukan kepada masyarakat untuk tidak tinggal diam. Pelanggaran HAM bukan hanya urusan korban, melainkan urusan semua elemen masyarakat.
“Masyarakat dapat berperan dengan mendukung korban dan keluarga korban kekerasan aparat melalui dukungan moral, bantuan hukum, dan advokasi publik. Melaporkan kekerasan aparat kepada lembaga HAM dan lembaga bantuan hukum seperti LBH Gema Keadilan,” katanya.
Menolak kekerasan sebagai metode penegakan hukum dengan mendesak reformasi Polri yang lebih transparan dan akuntabel. Hari Hak Asasi Manusia Sedunia 2024 adalah pengingat bahwa keadilan tidak akan hadir dengan sendirinya. Butuh keberanian dan solidaritas dari masyarakat luas untuk melawan kekuasaan yang menindas.
“LBH Gema Keadilan berkomitmen untuk terus mendampingi korban kekerasan aparat dan memperjuangkan akses keadilan bagi semua orang. Momentum ini, kami menyerukan kepada pemerintah, kepolisian, dan lembaga peradilan agar serius menangani kasus-kasus kekerasan aparat. Keadilan tidak akan terwujud tanpa ada kesetaraan akses terhadap bantuan hukum. Mari kita jaga harapan akan masa depan yang lebih adil, di mana tidak ada seorang pun yang takut pada hukum, kecuali mereka yang melanggarnya,” ucapnya.
(cip)