Gelar Rapat Pleno ke-46, MUI Jaring Aspirasi Umat Islam

Kamis, 26 Desember 2019 - 18:00 WIB
Gelar Rapat Pleno ke-46, MUI Jaring Aspirasi Umat Islam
Gelar Rapat Pleno ke-46, MUI Jaring Aspirasi Umat Islam
A A A
JAKARTA - Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar Rapat Pleno ke-46 untuk membahas persoalan yang tengah dihadapi bangsa Indonesia untuk lima tahun ke depan.

Rapat tersebut dijadikan bahan persiapan menjelang Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) yang akan digelar pada akhir Februari 2020.

"Insya Allah Kongres ke-7 sudah ditetapkan bulannya, Februari akhir," tutur Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin dalam dapat di Kantor MUI, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (26/12/2019). (Baca Juga: Mahfud MD: Pascapilpres Intoleransi dan Ujaran Kebencian Turun 80%)

Dia mengatakan, KUII ke-7 akan memfokuskan diri guna membahas startegi umat Islam dalam menghadapi kemajuan zaman yang berkembang pesat dan kemungkinan mengusung tema Memperkuat Arah Baru Perjuangan Umat Islam Lima Tahun ke depan.

Kongres lima tahunan itu selain akan membahas isu sosial, politik, ekonomi, budaya, hukum, keislaman dan keIndonesiaan, juga sebagai wadah silahturahmi bagi umat Islam diseantero penjuru Indonesia.

"Kita sudah mulai merumuskan strategis kebudayaan umat Islam untuk mengisi Indonesia,” katanya.

Sekretaris Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Noor Ahmad mengatakan, pembahasan kongres akan berfokus pada problematika bangsa. Seperti maraknya politik transaksional yang terjadi belakangan ini.

"telah terjadi politik transaksional sehingga liberalisasi politik tidak bisa dibendung. Problem terjadi adalah kontestasi tidak seimbang karena banyak yang tidak punya modal. Kemudian bagaimana kita melakukan revitalisasi terhadap ormas Islam dan partai Islam. Kalau memungkinkan, nanti kita memberikan panduan terhadap partai politik Islam, apa yang akan mereka lakukan," ucapnya.

Sedangkan di bidang hukum, kata dia, akan lebih menyingung produk hukum yang belum berpihak bagi umat Islam.

"Di bidang hukum banyak yang tidak efisien, sampai pemerintah membuat omnibuslaw. Kemudian banyak hukum yang baru menjadi RUU yang kurang memperhatikan norma agama, contoh RUU Penghapus Kekerasan Seksual (PKS). Itu problem secara umum, sementara umat islam menerima apa adanya," tuturnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4381 seconds (0.1#10.140)