Pemberantasan Korupsi Dinilai Jadi Tantangan Berat Kabinet Prabowo-Gibran
loading...
A
A
A
Pieter Zulkifli juga berpendapat sektor ekonomi memerlukan sosok yang berani mengambil kebijakan inovatif dan tidak takut untuk melakukan reformasi struktural yang sudah lama tertunda. Dengan keadaan ekonomi global yang tidak stabil, Indonesia butuh menteri ekonomi yang mampu berpikir visioner.
"Tetapi tetap realistis dalam menghadapi tantangan domestik seperti pengangguran, inflasi, deflasi, dampak besar jika terjadi resesi ekonomi nasional, hingga ketimpangan sosial yang dari dulu tidak pernah tersentuh kebijakan pemerintah," kata dia.
Dia berharap pemerintahan baru ini tidak hanya efektif dalam melaksanakan program kerja, tetapi juga inklusif dalam mendengarkan suara-suara dari berbagai elemen masyarakat. Maka itu, pembentukan kabinet yang beragam, baik dari segi latar belakang profesional, etnis, maupun gender, menjadi penting untuk memastikan representasi yang adil.
"Prabowo dan Gibran juga harus mampu merangkul generasi muda dalam pemerintahan mereka. Dengan Gibran sebagai simbol pemimpin muda, ekspektasi publik sangat tinggi bahwa pemerintahan ini akan lebih terbuka terhadap ide-ide baru dan inovasi yang dibawa oleh anak-anak muda," kata Pieter.
Dia menegaskan pembentukan kabinet bukan hanya tentang memberikan kursi kepada generasi muda, tetapi juga tentang bagaimana memastikan bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil relevan dengan kebutuhan masa depan Indonesia. Selain itu, Pieter Zulkifli mengatakan di tengah kondisi dunia yang kian kompleks, rakyat berharap kabinet Prabowo-Gibran tidak hanya mampu merespons krisis dengan cepat, tetapi juga mempersiapkan Indonesia untuk menghadapi masa depan yang penuh tantangan.
Rakyat ingin melihat kabinet yang bekerja atas dasar kepentingan nasional, bukan sekadar bagi-bagi kekuasaan di antara partai politik. Kabinet Prabowo-Gibran harus berani melakukan perubahan besar dalam sistem yang sudah terlanjur rusak, membangun kembali tata kelola pemerintahan yang adil, bersih, dan berpihak pada rakyat.
“Jika tidak, Indonesia akan terus terperangkap dalam siklus kekuasaan yang berputar tanpa akhir, meninggalkan rakyat dalam kemiskinan dan kebodohan. Seperti dikatakan Konfusius: 'Hukum yang baik adalah hukum yang membuat rakyat patuh tanpa harus diawasi terus-menerus'. Pemimpin yang bijaksana akan menyesuaikan diri dengan penderitaan rakyat, bukan sebaliknya," pungkasnya.
"Tetapi tetap realistis dalam menghadapi tantangan domestik seperti pengangguran, inflasi, deflasi, dampak besar jika terjadi resesi ekonomi nasional, hingga ketimpangan sosial yang dari dulu tidak pernah tersentuh kebijakan pemerintah," kata dia.
Dia berharap pemerintahan baru ini tidak hanya efektif dalam melaksanakan program kerja, tetapi juga inklusif dalam mendengarkan suara-suara dari berbagai elemen masyarakat. Maka itu, pembentukan kabinet yang beragam, baik dari segi latar belakang profesional, etnis, maupun gender, menjadi penting untuk memastikan representasi yang adil.
"Prabowo dan Gibran juga harus mampu merangkul generasi muda dalam pemerintahan mereka. Dengan Gibran sebagai simbol pemimpin muda, ekspektasi publik sangat tinggi bahwa pemerintahan ini akan lebih terbuka terhadap ide-ide baru dan inovasi yang dibawa oleh anak-anak muda," kata Pieter.
Dia menegaskan pembentukan kabinet bukan hanya tentang memberikan kursi kepada generasi muda, tetapi juga tentang bagaimana memastikan bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil relevan dengan kebutuhan masa depan Indonesia. Selain itu, Pieter Zulkifli mengatakan di tengah kondisi dunia yang kian kompleks, rakyat berharap kabinet Prabowo-Gibran tidak hanya mampu merespons krisis dengan cepat, tetapi juga mempersiapkan Indonesia untuk menghadapi masa depan yang penuh tantangan.
Rakyat ingin melihat kabinet yang bekerja atas dasar kepentingan nasional, bukan sekadar bagi-bagi kekuasaan di antara partai politik. Kabinet Prabowo-Gibran harus berani melakukan perubahan besar dalam sistem yang sudah terlanjur rusak, membangun kembali tata kelola pemerintahan yang adil, bersih, dan berpihak pada rakyat.
“Jika tidak, Indonesia akan terus terperangkap dalam siklus kekuasaan yang berputar tanpa akhir, meninggalkan rakyat dalam kemiskinan dan kebodohan. Seperti dikatakan Konfusius: 'Hukum yang baik adalah hukum yang membuat rakyat patuh tanpa harus diawasi terus-menerus'. Pemimpin yang bijaksana akan menyesuaikan diri dengan penderitaan rakyat, bukan sebaliknya," pungkasnya.
(rca)