Pemberantasan Korupsi Dinilai Jadi Tantangan Berat Kabinet Prabowo-Gibran
loading...
A
A
A
Pieter juga mengingatkan kembali bahwa masyarakat sedang mengawasi susunan kabinet Prabowo-Gibran, khususnya menanti realisi janji Prabowo yang ingin mengisi kursi menterinya dengan sosok-sosok profesional. Dia pun menyoroti langkah Prabowo yang memanggil para calon menteri dan kepala lembaga ke kediamannya di Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Upaya Prabowo membentuk kabinet zaken menjadi salah satu yang paling disorot Pieter. "Prabowo telah berjanji akan membentuk kabinet zaken, kabinet yang diisi oleh individu-individu profesional dan ahli di bidangnya. Mengingat tantangan dalam negeri dan regional yang semakin kompleks," tuturnya.
Dia melanjutkan, kehadiran tokoh-tokoh berkompeten di kabinet menjadi kebutuhan yang paling mendesak, sekalipun realitas politik Indonesia sering kali membuat lebih rumit. Pieter menyinggung banyaknya tokoh politik dari partai pendukung maupun oposisi yang hadir dalam pertemuan di rumah Prabowo Kertanegara tersebut.
Menurut dia, hal itu jelas menimbulkan spekulasi publik apakah Prabowo akan berkompromi dengan mengakomodasi kepentingan politik dalam susunan kabinetnya. "Di tengah kondisi seperti ini, apakah janji zaken kabinet akan tetap terjaga, ataukah kompromi politik akan menjadi penentu utama?" imbuhnya.
Dia juga memandang kompromi politik, terutama dalam pembentukan kabinet adalah praktik yang wajar dalam demokrasi. Sebab, mengelola negara dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa dan beragam tantangan politik memerlukan stabilitas yang seringkali dicapai melalui perjanjian politik.
Akan tetapi, dia mengingatkan bahwa rakyat berharap kompromi itu dilakukan demi kepentingan bangsa, bukan untuk kepentingan segelintir elite. Sayangnya, kata dia, sejarah panjang Indonesia yang diwarnai oleh praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme masih membekas hingga kini.
“Sementara, biaya hidup yang tinggi, pendidikan mahal, dan lapangan pekerjaan yang sulit ditemukan merupakan realitas yang menghantui banyak rakyat kecil. Janji-janji perubahan seringkali terkikis oleh kepentingan pribadi dan politik sempit," ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa mimpi Indonesia maju seringkali hancur di tangan oknum elite yang serakah. Bahkan, ujar dia, lembaga-lembaga hukum yang seharusnya berperan sebagai penjaga moral bangsa terkadang turut serta dalam praktik-praktik kotor ini.
Dalam situasi seperti ini, dia mengingatkan, harapan rakyat terhadap pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran semakin membesar. Pieter menuturkan rakyat sudah lama berharap bahwa pemimpin baru bakal mampu membentuk kabinet yang tidak hanya terdiri dari politikus atau loyalis partai, tetapi juga diisi oleh orang-orang dengan kompetensi dan kapabilitas yang jelas.
Upaya Prabowo membentuk kabinet zaken menjadi salah satu yang paling disorot Pieter. "Prabowo telah berjanji akan membentuk kabinet zaken, kabinet yang diisi oleh individu-individu profesional dan ahli di bidangnya. Mengingat tantangan dalam negeri dan regional yang semakin kompleks," tuturnya.
Dia melanjutkan, kehadiran tokoh-tokoh berkompeten di kabinet menjadi kebutuhan yang paling mendesak, sekalipun realitas politik Indonesia sering kali membuat lebih rumit. Pieter menyinggung banyaknya tokoh politik dari partai pendukung maupun oposisi yang hadir dalam pertemuan di rumah Prabowo Kertanegara tersebut.
Menurut dia, hal itu jelas menimbulkan spekulasi publik apakah Prabowo akan berkompromi dengan mengakomodasi kepentingan politik dalam susunan kabinetnya. "Di tengah kondisi seperti ini, apakah janji zaken kabinet akan tetap terjaga, ataukah kompromi politik akan menjadi penentu utama?" imbuhnya.
Dia juga memandang kompromi politik, terutama dalam pembentukan kabinet adalah praktik yang wajar dalam demokrasi. Sebab, mengelola negara dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa dan beragam tantangan politik memerlukan stabilitas yang seringkali dicapai melalui perjanjian politik.
Akan tetapi, dia mengingatkan bahwa rakyat berharap kompromi itu dilakukan demi kepentingan bangsa, bukan untuk kepentingan segelintir elite. Sayangnya, kata dia, sejarah panjang Indonesia yang diwarnai oleh praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme masih membekas hingga kini.
“Sementara, biaya hidup yang tinggi, pendidikan mahal, dan lapangan pekerjaan yang sulit ditemukan merupakan realitas yang menghantui banyak rakyat kecil. Janji-janji perubahan seringkali terkikis oleh kepentingan pribadi dan politik sempit," ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa mimpi Indonesia maju seringkali hancur di tangan oknum elite yang serakah. Bahkan, ujar dia, lembaga-lembaga hukum yang seharusnya berperan sebagai penjaga moral bangsa terkadang turut serta dalam praktik-praktik kotor ini.
Dalam situasi seperti ini, dia mengingatkan, harapan rakyat terhadap pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran semakin membesar. Pieter menuturkan rakyat sudah lama berharap bahwa pemimpin baru bakal mampu membentuk kabinet yang tidak hanya terdiri dari politikus atau loyalis partai, tetapi juga diisi oleh orang-orang dengan kompetensi dan kapabilitas yang jelas.