Muhammadiyah Minta Pemerintah RI Sikapi Aspirasi Umat soal Uighur

Senin, 16 Desember 2019 - 19:54 WIB
Muhammadiyah Minta Pemerintah RI Sikapi Aspirasi Umat soal Uighur
Muhammadiyah Minta Pemerintah RI Sikapi Aspirasi Umat soal Uighur
A A A
JAKARTA - Pimpinan Pusat Muhammadiyah mendesak Pemerintah Indonesia menindaklanjuti arus aspirasi umat Islam untuk bersikap tegas menghentikan segala bentuk pelanggaran HAM ternadap muslim Uighur di Xinjiang sesuai amanat UUD 1945 dan politik luar negeri yang bebas aktif.

"Pemerintah Indonesia hendaknya lebih aktif menggunakan peran sebagai anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB untuk menggalang diplomasi bagi dihentikannya pelanggaran HAM di Xinjiang dan beberapa negara lainnya," tutur Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti dalam jumpa pers di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (16/12/2019).

PP Muhammadiyah juga mengimbau umat Islam khususnya di Indonesia agar menyikapi masalah pelanggaran HAM di Xinjiang dengan penuh kearifan, rasional, damai, dan tetap memelihara ukhuwah Islamiyah dan persatuan bangsa.

"Hendaknya tidak ada pihak-pihak yang sengaja menjadikan masalah Uighur sebagai komoditas politik kelompok dan partai tertentu serta mengadu domba masyarakat dengan menyebarkan berita yang menyesatkan dan memecah belah umat dan bangsa melalui media sosial, media massa, dan berbagai bentuk provokasi lainnya," tuturnya. (Baca Juga: Penjelasan Duta Besar China Terkait Situasi Muslim Uighur)

PP Muhammadiyah juga mendesak Perserikatan Bangsa-bangsa untuk mengeluarkan resolusi terkait pelanggaran HAM terhadap masyarakat Uighur, Rohingnya, Palestina, Suriah, Yaman, India, dan sebagainya.

"Mendesak Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk mengadakan Sidang khusus dan mengambil langkah-langkah konkret untuk menghentikan segala bentuk pelanggaran HAM yang dialami umat Islam, khususnya di Xinjiang," harapnya.

PP Muhammadiyah juga mengimbau warga Persyarikatan Muhammadiyah untuk konsisten menyikapi persoalan bentuk pelanggaran HAM di Xinjiang.
"Dengan cerdas berpegang teguh pada khittah dan kepribadian Muhammadiyah, tidak terpengaruh berita media sosial yang menghasut dan tidak dapat dipertanggungjawabkan," tuturnya.

Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nasir mengatakan posisi Muhammadiyah hingga saat ini tetap sama, yakni mengecam pelanggaran HAM di manapun termasuk di Uighur.

“Itu ranah kemanusiaan, ranah moral sebagai kekuatan Islam yang tentu kami suarakan juga tanpa mengenal itu kaitannya dengan agama, ras, etnik dan suku bangsa,” kata Haedar dalam Konferensi Pers di Aula Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta (16/12/2019).

Haedar mengatakan dalam melihat kasus Uigur, Muhammadiya melihatnya dalam dua posisi. Pertama posisi politik bilateral antarnegara dan juga dari pendekatan struktural.

“Sebenarnya yang menyangkut hak asasi manusia atau yang disebut pelanggaran hak asasi manusia di berbagai negara itu, ya tentu itu kaitannya dengan PBB institusi-institusi lembaga internasional dan juga hubungan bilateral antarnegara,” tutur Haedar.

Haedar juga mengatakan telah memberi masukan kepada pemerintah Indonesia yang menyangkut apa yang disebut permasalahan HAM di Uighur.

“Posisi kami sama sebagaimana juga selama ini kami menyoroti apa yang terjadi di Rohingya, Myanmar, di Palestina, di Yaman dan lain sebagainya yang itu problem kemanusiaan universal,” katanya.

Dalam konteks Uighur, kata Haedar bahwa Muhammadiyah melihat semuanya secara proporsional. “Ketika ada tudingan itu ya bahwa ormas-ormas Islam di Indonesia, ada Majelis Ulama, ada Nahdlatul Ulama, ada Muhammadiyah yang dikaitkan persoalan Uighur. Itu tidak dibenar dan fitnah sebagaimana pernyataan resmi Muhammadiyah,” katanya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.7189 seconds (0.1#10.140)