Polisi Ditantang Ungkap Otak Pembubaran Jeda Iklim Global dan Diskusi Din Syamsuddin Cs

Senin, 30 September 2024 - 14:02 WIB
loading...
Polisi Ditantang Ungkap...
Silaturahmi Forum Tanah Air di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (28/9/2024) pagi, dibubarkan oleh sekelompok orang tak dikenal. FOTO/TANGKAPAN LAYAR VIDEO
A A A
JAKARTA - Polisi ditantang mengungkap otak pelaku pembubaran aksi damai Global Climate Strike atau Jeda Iklim Global dan diskusi Forum Tanah Air (FTA) yang dihadiri Din Syamsuddin , Refly Harun, Soenarko, dan Said Didu. Kepolisian diminta jangan hanya menangkap operator lapangan aksi pembubaran yang terjadi secara beruntun itu.

“Sepekan terakhir, masyarakat menyaksikan lagi sikap polisi yang tidak profesional. Kepolisian seperti merestui aksi sekelompok orang yang main hakim sendiri. Dengan cara kekerasan, kelompok itu menyerang unjuk rasa damai dan acara berkumpul yang damai dan sah,” kata Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid dalam keterangan tertulisnya, Senin (30/9/2024).

Dia mengatakan, sekelompok orang terekam melakukan serangan terhadap kebebasan sipil yang dilindungi undang-undang. “Antara lain terhadap Aksi Damai Global Climate Strike pada 27 September dan Diskusi Forum Tanah Air pada 28 September lalu,” ungkapnya.





Di Jawa Tengah, kata Usman, sekelompok orang juga merusak tanaman milik petani Pundunrejo. Perusakan itu dianggap sebagai serangan terhadap kebebasan sosial petani. Dia menilai serangan-serangan itu jelas tidak bisa dibenarkan serta tidak boleh diberi tempat.

"Justru di saat seperti inilah masyarakat perlu kehadiran aparat keamanan dan juga penegak hukum untuk melindungi mereka dari tindakan main hakim sendiri sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya.





Apalagi, kata dia, aparat terlihat di lokasi kejadian dan terlihat membiarkan. “Itu sama artinya dengan merestui perbuatan melanggar hukum,” ungkapnya.

Menurut Usman, polisi seharusnya bertugas melindungi warga yang mengekspresikan hak berpendapatnya secara damai. “Sepekan terakhir, mengapa polisi terkesan justru melindungi penyerang? Siapa dalang pelaku penyerangan pertemuan dan ekspresi damai itu?” katanya.

Dia mengingatkan bahwa konstitusi dan hukum-hukum lain Indonesia menjamin warganya untuk menikmati hak-hak asasi manusia, baik kebebasan sipil seperti hak berkumpul serta berpendapat, maupun kebebasan sosial seperti bercocok tanam dan menikmati hasilnya. “Itu dijamin pula oleh hukum internasional. Tindakan intimidasi seperti ini tidak boleh dibiarkan begitu saja,” imbuhnya.

Pihaknya mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo segera mengusut tuntas dalang dan semua pelaku intimidasi maupun aksi main hakim sendiri tersebut. Kapolri, kata dia, wajib memastikan adanya tindakan hukum yang tegas terutama terhadap otak pelaku aksi main hakim sendiri.

“Usut pula polisi yang bukannya mencegah dan menindak pelaku intimidasi, justru cenderung melakukan pembiaran, malah berangkulan dan berjabat tangan dengan mereka, seperti yang terlihat pada insiden sabotase acara diskusi Forum Tanah Air,” jelasnya.

Pihaknya juga mendesak Komisi III DPR segera mengevaluasi kinerja kepemimpinan kepolisian di bawah Jenderal Listyo Sigit Prabowo secara menyeluruh. Evaluasi dinilai sangat penting agar negara serius menjaga hak asasi manusia secara keseluruhan.

Dia mengungkapkan, dua aksi damai yang berlangsung di Jakarta pada 27 dan 28 September 2024 diganggu oleh sekelompok orang tidak dikenal secara represif dan intimidatif. “Ironisnya, dua kejadian tersebut disaksikan langsung oleh para aparat kepolisian yang berjaga,” ujarnya.

Dia melanjutkan, serangan pertama terjadi pada aksi damai Global Climate Strike atau Jeda Iklim Global yang dimulai di Taman Menteng pada Jumat siang 27 September 2024. Aksi ini merupakan gerakan nonpartisan dan dikelola oleh orang muda dengan metode aksi nirkekerasan yang mengangkat permasalahan perubahan iklim.

“Sejumlah rekaman video yang dipantau Amnesty dan informasi dari Koalisi Global Climate Strike Jakarta menunjukkan sekelompok orang tak dikenal pukul 13.30 WIB merampas alat-alat peraga aksi, termasuk patung manekin Raja Jawa, poster, banner dan alat pengeras suara milik penyelenggara aksi,” ucap dia.

Dia membeberkan, massa aksi yang saat itu belum memulai acara, lalu protes ke sekumpulan polisi yang berkumpul di dekat lokasi kejadian karena tidak menindak insiden tersebut. Lalu saat aksi damai berlangsung di Jalan Sudirman pukul 14.00 WIB, massa aksi dikepung sekelompok orang tak dikenal, yang lagi-lagi merampas spanduk, poster, dan pengeras suara milik peserta aksi sambil berkali-kali meneriakkan kata “bubar!”.

“Namun para polisi yang berjaga-jaga di dekat massa aksi membiarkan insiden itu terjadi walau ada peserta aksi meneriakkan minta tolong kepada polisi,” kata dia.

Pada pukul 15.00 WIB, sambung Usman, polisi malah meminta massa aksi bubar karena situasi tidak kondusif dan mengklaim kekurangan personel. Massa aksi tetap melanjutkan acara walau di tengah suasana intimidatif.

Aksi represif serupa kembali terjadi pada acara diskusi yang digelar oleh Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, pada Sabtu 28 September 2024. Diskusi tersebut merupakan wadah dialog antara diaspora Indonesia dan tokoh-tokoh nasional terkait isu-isu kebangsaan.

“Beberapa tokoh yang hadir di antaranya Refly Harun, Abraham Samad, Said Didu, M. Din Syamsuddin, Rizal Fadhilah, dan Soenarko. Namun acara tersebut disabotase oleh serangan sekelompok orang tak dikenal, yang sebagian besar memakai masker,” katanya.

Tayangan video yang diakses Amnesty menunjukkan mereka merangsek ke ruang pertemuan sambil merusak panggung, menyobek backdrop, dan mematahkan tiang mikrofon. Mereka juga melakukan serangan verbal kepada para peserta dan penyelenggara diskusi dengan meneriakkan kata “bubar!”.

Tak lama kemudian mereka serempak keluar dari lokasi sambil ditemani sejumlah polisi. “Mirisnya, pihak kepolisian yang berada di dekat lokasi kejadian justru membiarkan insiden ini terjadi. Tidak ada pencegahan dan penangkapan di tempat oleh polisi atas kelompok penyabotase itu,” ungkapnya.

Bahkan, ujar Usman, ada beberapa polisi berseragam yang terlihat bersalaman dan merangkul perwakilan kelompok tersebut di gerbang hotel setelah kejadian. Informasi yang diterimanya dari media massa pada Minggu (29/9/2024), Polda Metro Jaya menangkap lima orang dan dua orang di antaranya sudah dinyatakan jadi tersangka peristiwa sabotase atas diskusi tersebut.

Usman mengungkapkan, di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, para petani Desa Pundenrejo menerima intimidasi dari sekelompok orang yang merusak tanaman mereka dan merampas banner-banner aspirasi petani pada Minggu (29/9/2024). Peristiwa ini terkait konflik agraria antara petani Pundenrejo dengan pihak korporasi.

“Amnesty International Indonesia mencatat bahwa sejak Januari 2019 hingga September 2024 terdapat sedikitnya 255 kasus intimidasi dan serangan fisik atas setidaknya 482 pembela HAM. Mereka terdiri dari aktivis, masyarakat adat, akademisi, dan jurnalis,” pungkasnya.

Sementara itu, Wakapolda Metro Jaya Brigjen Pol Djati Wiyoto Abadhy mengklaim bahwa polisi saat pembubaran diskusi FTA itu melakukan pengamanan hingga sempat juga terjadi bentrok antara massa aksi penolak diskusi dengan kepolisian. "Di situ terjadi juga desak-desakan, saling dorong-mendorong, mereka akan masuk ke dalam gedung. Jadi sempat benturan juga dengan petugas kami yang melaksanakan kegiatan pengamanan pada saat itu," ungkap dia dalam konferensi pers, Minggu (29/9/2024).

Dia menuturkan, polisi sempat mengadakan negosiasi antara kelompok penentang diskusi dengan penyelenggara diskusi. Menurut Djati, koordinator kedua belah pihak sempat bertemu. "Di situ sudah bernegosiasi dengan kesepakatan untuk bisa dipercepat kegiatan yang ada di dalam (diskusi), sehingga kita bisa untuk mengamankan jalannya aksi unras yang sedang berjalan," ungkap dia.

Namun, kata dia, tiba-tiba terdapat 10-15 orang merangsek masuk dari pintu belakang menuju penyelenggaraan ruang diskusi. Pada titik itulah pembubaran diskusi dilakukan hingga menyebabkan sebagian perusakan dan penganiayaan. "Setelah kejadian itu (merangsek masuk dari pintu belakang), kami yang ada di depan baru menuju ke gedung belakang yang jaraknya itu antara 100 meter," jelasnya.

Meski demikian, polisi masih mendalami motif pelaku melakukan perusakan dan penganiayaan. Polisi juga mengejar pelaku-pelaku lain yang terindikasi melakukan perbuatan serupa.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1014 seconds (0.1#10.140)