Helena Lim Keram Leher, Pengadilan Tipikor Tunda Sidang Kasus Dugaan Korupsi IUP Timah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengadilan Tipikor Jakarta menunda persidangan kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk 2015-2022 dengan Terdakwa Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim . Pasalnya, yang bersangkutan mengaku keram leher.
Awalnya, Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh menanyakan kondisi kesehatan dari Terdakwa. Helena pun mengaku sedang mengalami sedikit ganguan kesehatan. "Kurang enak badan karena otot leher saya keram," kata Helena di ruang sidang Tipikor Jakarta, Rabu (18/9/2024).
"Saudara bisa mengikuti persidangan?," tanya Hakim Rianto.
Mendengar pertanyaan tersebut, Helena menyatakan ia tidak bisa menoleh lantaran sakit di leher. Kemudian, Helena meminta Majelis Hakim mengizinkan dirinya tidak mengikuti sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi itu.
"Kalau boleh, diperkenan diizinkan untuk tidak mengikuti persidangan, Yang Mulia, kalau berkenan sudi kiranya tidak ikut persidangan Yang Mulia," ujar Helena.
Mendengar jawaban Helena, Hakim Rianto kemudian menanyakan pandangan dari penasihatnya.
Senada dengan kliennya, penasihat hukum memohon Helena tidak mengikuti persidangan tersebut.
"Setelah saya berdiskusi, mungkin atas izin dari majelis, kalau diperkenankan dari Terdakwa tidak mengikuti persidangan kali ini karena mengingat kondisi leher dari Terdakwa juga tadi saya tanyakan kalau lama duduk Yang Mulia, di sini sakit Yang Mulia, jadi harus dalam kondisi berbaring, Yang Mulia," kata penasihat hukum Helena.
Hakim Rianto pun lantas mengamini permintaan kubu Helena. Pasalnya, sesuai KUHAP, Terdakwa yang sakit tidak bisa diperiksa. "Hari ini ga bisa dilanjutkan karena sakit, untuk pemeriksaan Saudara diperiksa hari Rabu dan hari Kamis minggu depan," kata Hakim Rianto.
"Siap Yang Mulia," respons Helena.
Sebelumnya, Crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim didakwa telah merugikan negara hingga Rp300 triliun dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk 2015-2022.
Hal itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu, 21 Agusutus 2024. “Telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp300.003.263.938.131,14 atau setidaknya sebesar jumlah tersebut berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah, Tbk Tahun 2015-2022,” kata JPU di ruang sidang.
Jaksa juga mengatakan, Helena selaku pemilik PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE) menampung uang dari Harvey Moeis terkait kegiatan kerja sama smelter swasta dengan PT Timah Tbk.
“Terdakwa Helena memberikan sarana kepada Harvey Moeis yang mewakili PT Refined Bangka Tin dengan menggunakan perusahaan money changer miliknya yakni PT Quantum Skyline Exchange untuk menampung uang pengamanan sebesar USD500 sampai dengan USD750 per ton yang seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility atau CSR dari CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Internusa yang berasal dari hasil penambangan ilegal dari wilayah IUP PT Timah Tbk,” ujar JPU.
Awalnya, Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh menanyakan kondisi kesehatan dari Terdakwa. Helena pun mengaku sedang mengalami sedikit ganguan kesehatan. "Kurang enak badan karena otot leher saya keram," kata Helena di ruang sidang Tipikor Jakarta, Rabu (18/9/2024).
"Saudara bisa mengikuti persidangan?," tanya Hakim Rianto.
Mendengar pertanyaan tersebut, Helena menyatakan ia tidak bisa menoleh lantaran sakit di leher. Kemudian, Helena meminta Majelis Hakim mengizinkan dirinya tidak mengikuti sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi itu.
"Kalau boleh, diperkenan diizinkan untuk tidak mengikuti persidangan, Yang Mulia, kalau berkenan sudi kiranya tidak ikut persidangan Yang Mulia," ujar Helena.
Mendengar jawaban Helena, Hakim Rianto kemudian menanyakan pandangan dari penasihatnya.
Senada dengan kliennya, penasihat hukum memohon Helena tidak mengikuti persidangan tersebut.
"Setelah saya berdiskusi, mungkin atas izin dari majelis, kalau diperkenankan dari Terdakwa tidak mengikuti persidangan kali ini karena mengingat kondisi leher dari Terdakwa juga tadi saya tanyakan kalau lama duduk Yang Mulia, di sini sakit Yang Mulia, jadi harus dalam kondisi berbaring, Yang Mulia," kata penasihat hukum Helena.
Hakim Rianto pun lantas mengamini permintaan kubu Helena. Pasalnya, sesuai KUHAP, Terdakwa yang sakit tidak bisa diperiksa. "Hari ini ga bisa dilanjutkan karena sakit, untuk pemeriksaan Saudara diperiksa hari Rabu dan hari Kamis minggu depan," kata Hakim Rianto.
"Siap Yang Mulia," respons Helena.
Sebelumnya, Crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim didakwa telah merugikan negara hingga Rp300 triliun dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk 2015-2022.
Hal itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu, 21 Agusutus 2024. “Telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp300.003.263.938.131,14 atau setidaknya sebesar jumlah tersebut berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah, Tbk Tahun 2015-2022,” kata JPU di ruang sidang.
Jaksa juga mengatakan, Helena selaku pemilik PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE) menampung uang dari Harvey Moeis terkait kegiatan kerja sama smelter swasta dengan PT Timah Tbk.
“Terdakwa Helena memberikan sarana kepada Harvey Moeis yang mewakili PT Refined Bangka Tin dengan menggunakan perusahaan money changer miliknya yakni PT Quantum Skyline Exchange untuk menampung uang pengamanan sebesar USD500 sampai dengan USD750 per ton yang seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility atau CSR dari CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Internusa yang berasal dari hasil penambangan ilegal dari wilayah IUP PT Timah Tbk,” ujar JPU.
(cip)