Tes Wawancara Capim KPK, Johanis Tanak Dicecar Kode Etik dan Kasus Chat dengan Pejabat ESDM
loading...
A
A
A
JAKARTA - Johanis Tanak yang saat ini menjabat Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjalani tes wawancara calon pimpinan (capim) KPK periode 2024-2029 di Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). Johanis Tanak dicecar terkait riwayat kasus etik selama memimpin lembaga antirasuah tersebut.
Salah satu penguji adalah peneliti ICW Dadang Trisasongko. Dia menanyakan pemahaman Johanis Tanak mengenai kode etik.
"Menurut hemat saya masalah kode etik sangat penting bagi pimpinan KPK, bahkan tidak hanya pimpinan KPK tapi seluruh jajaran KPK bahkan seluruh pegawai negeri atau penyelenggara negara. Karena kode etik merupakan induk dari ilmu hukum yang sangat penting meskipun dia tidak tertulis dalam peraturan perundang-undangan," kata Tanak di ruang tes di Kantor Kemensetneg, Jakarta, Rabu (18/9/2024).
Tanak juga ditanyakan soal riwayat kasus etiknya yang sempat bergulir di Dewas KPK. Kala itu, Johanis Tanak diduga melanggar etik sebagai pimpinan setelah melakukan komunikasi dengan Dirjen Minerba ESDM.
Ia menceritakan bahwa komunikasi yang terjadi tersebut hanya sebatas riwayat pertemanan yang sebelumnya sudah terjalin.
"Sedangkan duduk masalah saya yang terkait dengan kode etik yang diputus tidak bersalah, itu hanya kebetulan ada staf saya yang dulu di Kejaksaan Agung beliau kemudian ditempatkan di Kementerian ESDM. Tapi waktu itu saya nggak tahu beliau itu jadi Plt, Plg di Dirjen Minerba saya dengan beliau itu sangat akrab setiap ada keluhan beliau suka diskusin dengan saya bahkan ketika beliau akan pindah ke ESDM beliau diskusi dengan saya," katanya.
Tanak juga menceritakan dirinya sempat mengirimkan pesan terkait prosedur pengurusan permohonan izin IUP. Hal itu, kata dia, sering dilakukan sebelum bertugas di KPK.
"Nah ketika itu saya mengirim SMS mem-forward SMS mempertanyakan bagaimana prosedur kalau orang mengajukan permohonan izin IUP, saya di bidang tata usaha negara dulu sering memberikan pendapat hukum terhadap Kementerian dan lembaga dan misalnya diminta masyarakat kami berikan," katanya.
"Tapi kemudian bahwa katanya kebetulan saya baru jadi pimpinan KPK saya belum memahami lingkungan di KPK yang kemudian saya membawa katanya nggak boleh hal-hal gitu kirim-kirim WA begitu sama orang lain. Bahkan ketemu sama orang lain nggak boleh jadi saya hapus Pak," katanya.
Di sisi lain, Johanis Tanak juga menjawab pertanyaan yang diberikan panelis terkait konflik kepentingan. "Konflik kepentingan itu keterkaitan antara tugas dan kewenangan yang ada pada satu lembaga dengan yang ditugaskan yang saya harus lakukan tapi kemudian ada hubungannya dengan hal-hal lain yang harusnya tidak layak dilakukan," katanya.
Salah satu penguji adalah peneliti ICW Dadang Trisasongko. Dia menanyakan pemahaman Johanis Tanak mengenai kode etik.
"Menurut hemat saya masalah kode etik sangat penting bagi pimpinan KPK, bahkan tidak hanya pimpinan KPK tapi seluruh jajaran KPK bahkan seluruh pegawai negeri atau penyelenggara negara. Karena kode etik merupakan induk dari ilmu hukum yang sangat penting meskipun dia tidak tertulis dalam peraturan perundang-undangan," kata Tanak di ruang tes di Kantor Kemensetneg, Jakarta, Rabu (18/9/2024).
Tanak juga ditanyakan soal riwayat kasus etiknya yang sempat bergulir di Dewas KPK. Kala itu, Johanis Tanak diduga melanggar etik sebagai pimpinan setelah melakukan komunikasi dengan Dirjen Minerba ESDM.
Ia menceritakan bahwa komunikasi yang terjadi tersebut hanya sebatas riwayat pertemanan yang sebelumnya sudah terjalin.
"Sedangkan duduk masalah saya yang terkait dengan kode etik yang diputus tidak bersalah, itu hanya kebetulan ada staf saya yang dulu di Kejaksaan Agung beliau kemudian ditempatkan di Kementerian ESDM. Tapi waktu itu saya nggak tahu beliau itu jadi Plt, Plg di Dirjen Minerba saya dengan beliau itu sangat akrab setiap ada keluhan beliau suka diskusin dengan saya bahkan ketika beliau akan pindah ke ESDM beliau diskusi dengan saya," katanya.
Tanak juga menceritakan dirinya sempat mengirimkan pesan terkait prosedur pengurusan permohonan izin IUP. Hal itu, kata dia, sering dilakukan sebelum bertugas di KPK.
"Nah ketika itu saya mengirim SMS mem-forward SMS mempertanyakan bagaimana prosedur kalau orang mengajukan permohonan izin IUP, saya di bidang tata usaha negara dulu sering memberikan pendapat hukum terhadap Kementerian dan lembaga dan misalnya diminta masyarakat kami berikan," katanya.
"Tapi kemudian bahwa katanya kebetulan saya baru jadi pimpinan KPK saya belum memahami lingkungan di KPK yang kemudian saya membawa katanya nggak boleh hal-hal gitu kirim-kirim WA begitu sama orang lain. Bahkan ketemu sama orang lain nggak boleh jadi saya hapus Pak," katanya.
Di sisi lain, Johanis Tanak juga menjawab pertanyaan yang diberikan panelis terkait konflik kepentingan. "Konflik kepentingan itu keterkaitan antara tugas dan kewenangan yang ada pada satu lembaga dengan yang ditugaskan yang saya harus lakukan tapi kemudian ada hubungannya dengan hal-hal lain yang harusnya tidak layak dilakukan," katanya.
(abd)