Cerita AHY Digendong Prajurit TNI saat SBY Tugas di Timor Timur
loading...
A
A
A
KUPANG - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengingat kembali masa kecilnya saat ayahnya Jenderal TNI (HOR) (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bertugas di Dili, Timor Timur . AHY yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) sering digendong para prajurit TNI.
Kenangan itu diceritakan AHY saat kunjungan kerja di Desa Oebola Dalam, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu (14/9/2024). Menurut AHY, ketika ayahnya berdinas di Batalyon Infanteri Raider Khusus 744/SYB Timor-Timur, ia sempat mengenyam pendidikan SD di Dili, Timor Timur (saat ini Timor Leste) pada kurun waktu 2,5 tahun dari 1986-1988. AHY mengaku sering digendong para prajurit Batalyon 744/SYB sebelum akhirnya ditakdirkan menjadi prajurit TNI.
"Jadi itu mungkin itu ceritanya, saya pernah hidup dan tahu persis, waktu itu saya masih kecil Bapak, Ibu, masih SD, tapi masih ingat memorinya. Kelas 3, kelas 4 SD ketika itu. Benar, saya sering digendong-gendong mungkin atau diantar sama prajurit-prajurit 744," kata AHY.
"Kemudian sejarah menakdirkan saya menjadi prajurit TNI, menjadi perwira di jajaran TNI, yang juga tentu nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme itu tidak akan pernah bergeser," katanya.
Ketum Partai Demokrat itu menyebut sekeluarga saat itu tinggal di sebuah rumah dinas di kawasan Dili, Timor-Timur. AHY menyadari bahwa memilih warga negara bukan suatu yang enteng bagi seseorang.
"Saya sekeluarga tinggal di Dili. Saya masih ingat rumah dinasnya itu di Jalan Ameriko Thomas. Batalyonnya Taibesi, Bandaranya Komoro. Tetapi kita tidak boleh terjebak di masa lalu. Kita lihat hari ini dan ke depan, tapi tidak boleh melupakan masa lalu. Karena tanpa masa lalu tidak ada kita hari ini. Tidak ada masa depan Indonesia juga. Tanpa mengapresiasi masa lalu," ujarnya.
"Banyak prajurit-prajurit kita dulu gugur di medan pertempuran. Dan ketika sejarah menakdirkan, harus memilih, harus memilih sesuatu yang sangat mendasar dalam kehidupan. Memilih kewarganegaraan. Bukan sesuatu yang enteng-enteng begitu saja. Tapi, harus didorong oleh keyakinan bahwa dengan memilih kewarganegaraan, kita bisa mendapatkan hak-hak kita sebagai warga negara," katanya.
AHY mengatakan ketika mendapatkan amanah menjadi pemimpin di Kementerian ATR/BPN, salah satu prioritas yang langsung ditangani yakni menuntaskan status hak atas tanah di NTT.
"Bagaimana kita bisa segera menuntaskan status sekaligus juga hak atas tanah bagi masyarakat atau warga eks pejuang Timor-Timur betul-betul di negara ini. Dan alhamdulillah, betul, sebetulnya saya merencanakan sejak beberapa saat yang lalu," ucapnya.
Lihat Juga: Profil Mayjen Rui Duarte, Jenderal Kopassus Pertama Asal Timor Timur yang Naik Pangkat Bintang 3
Kenangan itu diceritakan AHY saat kunjungan kerja di Desa Oebola Dalam, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu (14/9/2024). Menurut AHY, ketika ayahnya berdinas di Batalyon Infanteri Raider Khusus 744/SYB Timor-Timur, ia sempat mengenyam pendidikan SD di Dili, Timor Timur (saat ini Timor Leste) pada kurun waktu 2,5 tahun dari 1986-1988. AHY mengaku sering digendong para prajurit Batalyon 744/SYB sebelum akhirnya ditakdirkan menjadi prajurit TNI.
"Jadi itu mungkin itu ceritanya, saya pernah hidup dan tahu persis, waktu itu saya masih kecil Bapak, Ibu, masih SD, tapi masih ingat memorinya. Kelas 3, kelas 4 SD ketika itu. Benar, saya sering digendong-gendong mungkin atau diantar sama prajurit-prajurit 744," kata AHY.
"Kemudian sejarah menakdirkan saya menjadi prajurit TNI, menjadi perwira di jajaran TNI, yang juga tentu nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme itu tidak akan pernah bergeser," katanya.
Ketum Partai Demokrat itu menyebut sekeluarga saat itu tinggal di sebuah rumah dinas di kawasan Dili, Timor-Timur. AHY menyadari bahwa memilih warga negara bukan suatu yang enteng bagi seseorang.
"Saya sekeluarga tinggal di Dili. Saya masih ingat rumah dinasnya itu di Jalan Ameriko Thomas. Batalyonnya Taibesi, Bandaranya Komoro. Tetapi kita tidak boleh terjebak di masa lalu. Kita lihat hari ini dan ke depan, tapi tidak boleh melupakan masa lalu. Karena tanpa masa lalu tidak ada kita hari ini. Tidak ada masa depan Indonesia juga. Tanpa mengapresiasi masa lalu," ujarnya.
"Banyak prajurit-prajurit kita dulu gugur di medan pertempuran. Dan ketika sejarah menakdirkan, harus memilih, harus memilih sesuatu yang sangat mendasar dalam kehidupan. Memilih kewarganegaraan. Bukan sesuatu yang enteng-enteng begitu saja. Tapi, harus didorong oleh keyakinan bahwa dengan memilih kewarganegaraan, kita bisa mendapatkan hak-hak kita sebagai warga negara," katanya.
AHY mengatakan ketika mendapatkan amanah menjadi pemimpin di Kementerian ATR/BPN, salah satu prioritas yang langsung ditangani yakni menuntaskan status hak atas tanah di NTT.
"Bagaimana kita bisa segera menuntaskan status sekaligus juga hak atas tanah bagi masyarakat atau warga eks pejuang Timor-Timur betul-betul di negara ini. Dan alhamdulillah, betul, sebetulnya saya merencanakan sejak beberapa saat yang lalu," ucapnya.
Lihat Juga: Profil Mayjen Rui Duarte, Jenderal Kopassus Pertama Asal Timor Timur yang Naik Pangkat Bintang 3
(abd)