Kesahajaan Paus dan Kewibawaan Imam Besar Istiqlal
loading...
A
A
A
Khairi Fuady
Pemerhati Hubungan Internasional sekaligus anak muda NU
POPE, Pemimpin Tertinggi Agama Katolik, datang dengan sejuta kesan di hati umat Katolik, dan juga masyarakat Indonesia. Sebagai Pemimpin Negara dan juga Umat Katolik se-Dunia, dengan kisaran pengikut kurang lebih 1,3 miliar jiwa, kedatangan Paus menjadi fenomena tersendiri. Mendominasi layar kaca, memenuhi warta, dan menjadi the uncountable trending topic.
Bagi umat Katolik, kehadiran Paus adalah berkat, kasih, sukacita, iman, dan bahkan lebih dari segalanya. More than everything. Kardinal Ignasius Suharyo menggambarkan kegembiraan umat Katolik dikunjungi Paus layaknya kunjungan seorang ayah kepada anak, atau seperti kunjungan gembala pada dombanya.
Dalam konteks relasi antarnegara, kunjungan Paus juga membangkitkan banyak memori kesejarahan tentang hubungan panjang antara Indonesia dan Tahta Suci. Sejak 1947, Tahta Suci menjadi negara yang cukup awal mengakui kedaulatan bangsa kita, mendukung kemerdekaan, dan menjalin hubungan bilateral. Ini berarti, bagi Indonesia, Tahta Suci Vatikan adalah saudara tua. Tak ayal kalau kedatangan Paus kali ini benar-benar menggambarkan hubungan yang dalam dan penuh keakraban.
Salah satu momen yang menyita perhatian adalah momen Imam Besar Istiqlal Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar mencium kening Paus, lalu setelah itu Paus pun mencium tangan Imam Besar. Momen yang barangkali sulit kita temukan dalam banyak kesempatan pertemuan tokoh-tokoh dunia. Momen yang secara alamiah membuat seluruh media sontak meng-capture dan mengabadikan, lalu semua orang yang merasakan kesejukan ini masing-masing membagikan via sosial medianya.
Hemat kami, ini momen yang paling epic. Paus yang dalam sejumlah warta diberitakan datang dengan penuh kesahajaan dan kesederhanaan, dijemput dengan Innova Zenic, istirahat tidak di hotel mewah tapi cukup di kedutaan, seperti gayung bersambut dengan Imam Besar Istiqlal yang kemarin tampil dengan penuh kewibawaan.
Biasanya, kita melihat Imam Besar Istiqlal tampil dengan jubah warna hitam dan lengkap dengan songkok nasional, tapi dalam momen bersama Paus kemarin agak berbeda. Imam Besar tampak mengenakan jubah putih, sorban putih di bahu, dan semakin sempurna dengan lilitan sorban pada kopiah putih yang beliau kenakan. Sangat indah. Sepertinya, Imam Besar benar-benar menjiwai bahwa Allah adalah zat yang Maha Indah dan menyukai keindahan. "Innallaaha jamiil yuhibbul jamaal" (Al Hadith).
Sempat pula terlintas di benak penulis, dari sekian banyak tokoh yang tersohor dan juga punya pengaruh, kenapa Imam Besar yang mendapatkan spotlight / sorot cahaya? Jawabannya tak lain, "Tuizzu Man Tasyaa". Allah memuliakan seseorang yang Dia kehendaki. Begitupun sebaliknya.
Kesahajaan, kharisma, dan kewibawaan adalah sesuatu yang given, datang secara alamiah. Akumulasi dari pengetahuan, pengalaman, dan kearifan. Itulah kenapa menurut Sayyidina Ali Karramallahu Wajhah dalam Riyadusshalihin: "Memandang wajah Ulama bernilai ibadah, juga menjadi cahaya mata dan cahaya hati".
Alhasil, semoga kebersamaan para tokoh, antusiasme umat dan masyarakat, menjadi semacam oase di tengah keringnya sahara ruang publik kita akhir-akhir ini. Kehadiran Pope, keterbukaan Pak Jokowi dan para petinggi negara, serta keindahan sikap para pemimpin umat, menjadi embun penyejuk di tengah dahaga umat akan kearifan dan keteladanan.
Kita optimis, dengan harmonisnya hubungan Indonesia dan Tahta Suci, jalan menuju dunia yang semakin damai dan sejuk akan kian terbuka. Momen epic kebersamaan Paus dan Imam Besar Istiqlal, saling cium kepala dan cium tangan, akan menjadi semacam prasasti yang terpahat dalam di batin pemeluk Agama di dunia untuk terus menjaga kehidupan yang menjadi berkat bagi segenap umat manusia.
Pemerhati Hubungan Internasional sekaligus anak muda NU
POPE, Pemimpin Tertinggi Agama Katolik, datang dengan sejuta kesan di hati umat Katolik, dan juga masyarakat Indonesia. Sebagai Pemimpin Negara dan juga Umat Katolik se-Dunia, dengan kisaran pengikut kurang lebih 1,3 miliar jiwa, kedatangan Paus menjadi fenomena tersendiri. Mendominasi layar kaca, memenuhi warta, dan menjadi the uncountable trending topic.
Bagi umat Katolik, kehadiran Paus adalah berkat, kasih, sukacita, iman, dan bahkan lebih dari segalanya. More than everything. Kardinal Ignasius Suharyo menggambarkan kegembiraan umat Katolik dikunjungi Paus layaknya kunjungan seorang ayah kepada anak, atau seperti kunjungan gembala pada dombanya.
Dalam konteks relasi antarnegara, kunjungan Paus juga membangkitkan banyak memori kesejarahan tentang hubungan panjang antara Indonesia dan Tahta Suci. Sejak 1947, Tahta Suci menjadi negara yang cukup awal mengakui kedaulatan bangsa kita, mendukung kemerdekaan, dan menjalin hubungan bilateral. Ini berarti, bagi Indonesia, Tahta Suci Vatikan adalah saudara tua. Tak ayal kalau kedatangan Paus kali ini benar-benar menggambarkan hubungan yang dalam dan penuh keakraban.
Salah satu momen yang menyita perhatian adalah momen Imam Besar Istiqlal Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar mencium kening Paus, lalu setelah itu Paus pun mencium tangan Imam Besar. Momen yang barangkali sulit kita temukan dalam banyak kesempatan pertemuan tokoh-tokoh dunia. Momen yang secara alamiah membuat seluruh media sontak meng-capture dan mengabadikan, lalu semua orang yang merasakan kesejukan ini masing-masing membagikan via sosial medianya.
Hemat kami, ini momen yang paling epic. Paus yang dalam sejumlah warta diberitakan datang dengan penuh kesahajaan dan kesederhanaan, dijemput dengan Innova Zenic, istirahat tidak di hotel mewah tapi cukup di kedutaan, seperti gayung bersambut dengan Imam Besar Istiqlal yang kemarin tampil dengan penuh kewibawaan.
Biasanya, kita melihat Imam Besar Istiqlal tampil dengan jubah warna hitam dan lengkap dengan songkok nasional, tapi dalam momen bersama Paus kemarin agak berbeda. Imam Besar tampak mengenakan jubah putih, sorban putih di bahu, dan semakin sempurna dengan lilitan sorban pada kopiah putih yang beliau kenakan. Sangat indah. Sepertinya, Imam Besar benar-benar menjiwai bahwa Allah adalah zat yang Maha Indah dan menyukai keindahan. "Innallaaha jamiil yuhibbul jamaal" (Al Hadith).
Sempat pula terlintas di benak penulis, dari sekian banyak tokoh yang tersohor dan juga punya pengaruh, kenapa Imam Besar yang mendapatkan spotlight / sorot cahaya? Jawabannya tak lain, "Tuizzu Man Tasyaa". Allah memuliakan seseorang yang Dia kehendaki. Begitupun sebaliknya.
Kesahajaan, kharisma, dan kewibawaan adalah sesuatu yang given, datang secara alamiah. Akumulasi dari pengetahuan, pengalaman, dan kearifan. Itulah kenapa menurut Sayyidina Ali Karramallahu Wajhah dalam Riyadusshalihin: "Memandang wajah Ulama bernilai ibadah, juga menjadi cahaya mata dan cahaya hati".
Alhasil, semoga kebersamaan para tokoh, antusiasme umat dan masyarakat, menjadi semacam oase di tengah keringnya sahara ruang publik kita akhir-akhir ini. Kehadiran Pope, keterbukaan Pak Jokowi dan para petinggi negara, serta keindahan sikap para pemimpin umat, menjadi embun penyejuk di tengah dahaga umat akan kearifan dan keteladanan.
Kita optimis, dengan harmonisnya hubungan Indonesia dan Tahta Suci, jalan menuju dunia yang semakin damai dan sejuk akan kian terbuka. Momen epic kebersamaan Paus dan Imam Besar Istiqlal, saling cium kepala dan cium tangan, akan menjadi semacam prasasti yang terpahat dalam di batin pemeluk Agama di dunia untuk terus menjaga kehidupan yang menjadi berkat bagi segenap umat manusia.
(rca)