Lemhannas Ingatkan Pemenuhan Kebutuhan Amunisi Konvensional Tetap Jadi Prioritas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Amunisi konvensional menjadi salah satu parameter keberhasilan operasi militer. Karena itu, amunisi konvensional menjadi salah satu prioritas yang harus dipenuhi.
Hal itu disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Letjen TNI Eko Margiyono dalam seminar bertema 'Revitalisasi Industri Pertahanan Darat' di Jakarta Pusat, Senin (26/8/2024).
"Melihat pembelajaran dari pertempuran yang terjadi di beberapa belahan dunia dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, di samping adanya penggunaan teknologi baru dalam pertempuran, juga didapatkan pemenuhan kebutuhan amunisi konvensional," kata Eko.
Karena itu, lanjut Eko, amunisi konvensional masih menjadi suatu parameter keberhasilan operasi yang sangat perlu untuk dipenuhi dan diperhitungkan.
Sehingga, kata Eko, pemenuhan kebutuhan amunisi konvensional tetap menjadi prioritas yang sangat perlu untuk dipenuhi.
Eko mengatakan, hal itu dilakukan guna menjamin kesiapsiagaan operasi TNI dalam menghadapi berbagai tantangan dan ancaman yang mungkin timbul setiap saat.
Pemerintah memfokuskan pengadaan alat peralatan pertahanan dan keamanan (alpahankam) dengan mempersiapkan anggaran industri pertahanan dalam negeri agar ikut berkembang. Apalagi, pengadaan alpahankam menjadi salah satu program prioritas
"Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045 dan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 telah menyusun sejumlah pedoman dan strategi untuk memperkuat industri pertahanan dalam negeri," kata Deputi Bidang Polhukam Bappenas RI Bogat Widyatmoko.
Dia menyebutkan, Indonesia berada di peringkat 25 sebagai negara yang paling banyak impor alat utama sistem senjata (alutsista). Terbanyak buatan Amerika, Prancis, dan Korea Selatan.
"Indonesia berada di 25 besar negara yang paling banyak impor senjata. Tapi, Indonesia bukan termasuk pembeli terbesar bagi Amerika Serikat dan Prancis. Untuk peringkat tertinggi impor alat utama sistem senjata (alutsista) dari India, lalu kedua dari Arab Saudi, dan ketiga Qatar. Ketiga negara itu impor dari Rusia, Amerika, dan Prancis."
Melihat hal itu, Indonesia pun harus memperkuat industri pertahanan dalam negeri. Hal itu dilakukan demi menjaga keamanan negara.
Hal itu disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Letjen TNI Eko Margiyono dalam seminar bertema 'Revitalisasi Industri Pertahanan Darat' di Jakarta Pusat, Senin (26/8/2024).
"Melihat pembelajaran dari pertempuran yang terjadi di beberapa belahan dunia dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, di samping adanya penggunaan teknologi baru dalam pertempuran, juga didapatkan pemenuhan kebutuhan amunisi konvensional," kata Eko.
Karena itu, lanjut Eko, amunisi konvensional masih menjadi suatu parameter keberhasilan operasi yang sangat perlu untuk dipenuhi dan diperhitungkan.
Baca Juga
Sehingga, kata Eko, pemenuhan kebutuhan amunisi konvensional tetap menjadi prioritas yang sangat perlu untuk dipenuhi.
Eko mengatakan, hal itu dilakukan guna menjamin kesiapsiagaan operasi TNI dalam menghadapi berbagai tantangan dan ancaman yang mungkin timbul setiap saat.
Kemajuan Alutista Indonesia Berkat Kerja Sama dengan Prancis
Pemerintah memfokuskan pengadaan alat peralatan pertahanan dan keamanan (alpahankam) dengan mempersiapkan anggaran industri pertahanan dalam negeri agar ikut berkembang. Apalagi, pengadaan alpahankam menjadi salah satu program prioritas
"Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045 dan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 telah menyusun sejumlah pedoman dan strategi untuk memperkuat industri pertahanan dalam negeri," kata Deputi Bidang Polhukam Bappenas RI Bogat Widyatmoko.
Dia menyebutkan, Indonesia berada di peringkat 25 sebagai negara yang paling banyak impor alat utama sistem senjata (alutsista). Terbanyak buatan Amerika, Prancis, dan Korea Selatan.
"Indonesia berada di 25 besar negara yang paling banyak impor senjata. Tapi, Indonesia bukan termasuk pembeli terbesar bagi Amerika Serikat dan Prancis. Untuk peringkat tertinggi impor alat utama sistem senjata (alutsista) dari India, lalu kedua dari Arab Saudi, dan ketiga Qatar. Ketiga negara itu impor dari Rusia, Amerika, dan Prancis."
Melihat hal itu, Indonesia pun harus memperkuat industri pertahanan dalam negeri. Hal itu dilakukan demi menjaga keamanan negara.