Puskod FH dan IKA UKI Luncurkan Buku Tentang Resolusi Konflik Aceh
loading...
A
A
A
Diskusi ini juga menghadirkan Wakil Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Periode 2007-2012 Muhammad Nazar sebagai penanggap. Muhammad Nazar tercatat sebagai mantan tapol-napol di Aceh.
Pada kesempatan itu, Nazar mengatakan pengalaman berkonflik dalam sejarah Aceh cukup panjang dan oleh karena itu perlu mendapatkan pemahaman yang mendalam.
Dalam hal ini, ada pengalaman personal saat ada upaya persekusi, penangkapan, dan penahanan. Hal ini mewarnai pengalaman personal dalam situasi masyarakat berkonflik.
“Saat berada dalam penjara, saya tetap berupaya memberikan kontribusi komunikasi dan peran dalam hal mempersuasi para pihak untuk berunding dan terbuka dalam menegosiasikan kepentingan masing-masing,” ujar Nazar.
Dia menilai proses Helsinki tidak sempurna, namun memberikan panduan penting dalam memberikan pelayanan dasar yang makin baik.
“Pola pengelolaan tanah dan sumber daya produktif menjadi bagian pentingnya. Diperlukan upaya untuk mengelola tanah dan sumber daya produktif ini untuk tetap berguna bagi yang membutuhkan, dan tidak segera dijual obral,” ujar Nazar.
Penggiat gerakan sosial Aceh, mantan tapol/napol Teuku Ismuhadi juga berbagi pengalam terkait situasi konflik Aceh cukup lama.
“Saya mengalami situasi ini sebagai tantangan besar. Demikianpun, sekarang, ketika sudah tercapai perjanjian damai Aceh, pemberdayaan sosial ekonomi menjadi tantangan besar,” ujar Teuku.
Dia menyebut tidak terlaksananya pengelolaan sumber daya alam secara baik menciptakan kemunduran atas perdamaianyang sudah tercapai. Sekarang, diperlukan upaya yang lebih serius dalam mewujudkan keadilan,” ujar Teuku.
Sementara itu, Pjs. Ketua IKA (alumni) UKI Eddie Siagian pada acara penutupan diskusi mengatakan publikasi ini merupakan dedikasi UKI terhadap masyarakat.
Pada kesempatan itu, Nazar mengatakan pengalaman berkonflik dalam sejarah Aceh cukup panjang dan oleh karena itu perlu mendapatkan pemahaman yang mendalam.
Dalam hal ini, ada pengalaman personal saat ada upaya persekusi, penangkapan, dan penahanan. Hal ini mewarnai pengalaman personal dalam situasi masyarakat berkonflik.
“Saat berada dalam penjara, saya tetap berupaya memberikan kontribusi komunikasi dan peran dalam hal mempersuasi para pihak untuk berunding dan terbuka dalam menegosiasikan kepentingan masing-masing,” ujar Nazar.
Dia menilai proses Helsinki tidak sempurna, namun memberikan panduan penting dalam memberikan pelayanan dasar yang makin baik.
“Pola pengelolaan tanah dan sumber daya produktif menjadi bagian pentingnya. Diperlukan upaya untuk mengelola tanah dan sumber daya produktif ini untuk tetap berguna bagi yang membutuhkan, dan tidak segera dijual obral,” ujar Nazar.
Penggiat gerakan sosial Aceh, mantan tapol/napol Teuku Ismuhadi juga berbagi pengalam terkait situasi konflik Aceh cukup lama.
“Saya mengalami situasi ini sebagai tantangan besar. Demikianpun, sekarang, ketika sudah tercapai perjanjian damai Aceh, pemberdayaan sosial ekonomi menjadi tantangan besar,” ujar Teuku.
Dia menyebut tidak terlaksananya pengelolaan sumber daya alam secara baik menciptakan kemunduran atas perdamaianyang sudah tercapai. Sekarang, diperlukan upaya yang lebih serius dalam mewujudkan keadilan,” ujar Teuku.
Baca Juga
Sementara itu, Pjs. Ketua IKA (alumni) UKI Eddie Siagian pada acara penutupan diskusi mengatakan publikasi ini merupakan dedikasi UKI terhadap masyarakat.