Di Sidang Tahunan MPR, Jokowi Klaim Angka Stunting Turun Dalam 10 Tahun Terakhir

Jum'at, 16 Agustus 2024 - 13:27 WIB
loading...
Di Sidang Tahunan MPR,...
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memamerkan keberhasilannya dalam menurunkan angka stunting di Indonesia. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memamerkan keberhasilannya dalam menurunkan angka stunting di Indonesia. Berdasarkan data terkini, angka stunting turun dari 37% menjadi 21,5% di 2023.

Hal itu diungkapkan Jokowi saat membacakan Pidato Kenegaraan Presiden RI Sidang Tahunan MPR RI, Sidang Bersama DPR RI - DPD RI, Sidang Paripurna DPR RI 2024 yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2024).

Seperti diketahui, berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) angka stunting di Indonesia pada 2023 tercatat sebesar 21,5%, hanya turun 0,1% dari tahun sebelumnya yang sebesar 21,6%. Prevalensi stunting di Tanah Air sendiri sempat mencapai 37% pada 2014. “Angka stunting juga mampu kita kurangi dari sebelumnya 37% menjadi 21,5% di tahun 2023,” ujar Jokowi, Jumat (16/8/2024).



Beberapa waktu lalu, Jokowi memang sempat mengemukakan ikhtiar pemerintah menekan prevalensi stunting atau tengkes dari 37% ke 14%. Menurutnya, ini merupakan target yang sangat ambisius untuk dicapai pada tahun ini.

“Yang namanya target, kita kan memiliki target yang sangat ambisius dari 37 melompat ke 14% . Ini ambisius banget. Tapi, memang kita harus bekerja keras mencapai target," kata Jokowi.



Menurut Presiden Jokowi, prevalensi stunting di Tanah Air sejak 2014 mencapai 37% dan berhasil ditekan ke angka 21% dari total populasi balita dalam kurun 9 tahun terakhir. Meskipun pada 2023 penurunan persentase stunting relatif kecil pada angka 0,1 persen, Jokowi tetap menghargai kontribusi daerah melalui posyandu dalam merespons persoalan tersebut.

Meski begitu, baru-baru ini Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga sempat menyoroti lambatnya penurunan angka stunting di Indonesia. Budi mengungkapkan salah satu penyebab rendahnya penurunan stunting adalah belum ditemukannya model implementasi yang efektif untuk program yang telah ditetapkan.

Budi menilai ada masalah dalam eksekusi di lapangan sehingga program pencegahan stunting tidak berjalan dengan optimal. Menurut Budi, permasalahan ini hampir terjadi di semua wilayah Indonesia.

Budi menyebut tidak ada satu daerah pun yang secara konsisten berhasil menekan prevalensi stunting. “Nggak ada satu daerah yang konsisten di satu provinsi, bahkan di satu kabupaten atau kota sedikit sekali yang bisa (konsisten),” katanya.

Saat ini, Kementerian Kesehatan tengah melakukan evaluasi terkait permasalahan ini, salah satunya dengan memberikan perhatian khusus pada anak-anak yang masuk dalam kategori wasting dan berisiko tinggi mengidap stunting.

Implementasi protokol pencegahan stunting yang ideal diharapkan dapat diterapkan dengan baik. Selisih antara angka anak yang berhasil keluar dari kondisi stunting dan anak yang baru masuk kategori stunting sangat tipis.

Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes, Maria Endang Sumiwi, menekankan pentingnya bantuan kepada ibu hamil, bayi usia dua tahun (baduta), dan ibu menyusui dalam upaya pencegahan stunting.

“Sehingga yang ideal dan itu sebenarnya di protokol kita ada, yaitu membantu ibu hamil, membantu baduta (bayi dua tahun), dan ibu menyusui,” kata Maria.

Kemenkes optimistis dengan konsistensi dalam menerapkan protokol tersebut, program pencegahan stunting dapat berjalan dengan baik dan diharapkan prevalensi stunting bisa turun secara signifikan.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1388 seconds (0.1#10.140)