IJTI Pusat Minta Jurnalis di Wilayah Konflik Pegang Teguh Kode Etik

Rabu, 04 September 2019 - 13:47 WIB
IJTI Pusat Minta Jurnalis di Wilayah Konflik Pegang Teguh Kode Etik
IJTI Pusat Minta Jurnalis di Wilayah Konflik Pegang Teguh Kode Etik
A A A
JAKARTA - Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pusat, Yadi Hendriana meminta kepada seluruh jurnalis di wilayah konflik saat melakukan peliputan tetap memegang teguh Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers No 40 tahun 1999. Selain itu, dalam peliputan juga harus dilandasi tanggungjawab dengan mengedepankan kepentingan masyarakat luas.

Hal ini merespons laporan pengurus daerah IJTI Papua Barat terkait beredarnya video propaganda yang meresahkan warga yang berkedok karya jurnalistik, yang diduga kuat dilakukan dua orang oknum wartawan televisi.

Yadi mengatakan, pekerjaan mengambil gambar/rekaman wawancara peserta aksi atas nama Leonarde Idjie yang dilakukan dua orang Jurnalis televisi di Sorong, Papua Barat adalah tugas jurnalistik dalam proses peliputan untuk kemudian diolah menjadi karya jurnalistik sesuai kaidah-kaidah yang berlaku dalam Kode Etik Jurnalistik.

Namun, lanjut dia, melakukan editing (memotong) gambar hasil wawancara di luar substansi bahkan melakukan editing dan menjadikan alat propaganda yang meresahkan warga dan memancing kemarahan adalah bukan tugas jurnalis dan di luar kaidah-kaidah kode etik jurnalistik.

"Meminta kepada masyarakat untuk tidak mengaitkan beredarnya video propaganda tersebut sebagai karya jurnalistik yang dilakukan oleh seorang jurnalis dan mempersilahkan pihak kepolisian untuk melakukan penanganan kasus tersebut sesuai dengan undang-undang yang berlaku, karena di luar tugas-tugas jurnalistik," tegas Yadi melalui pesan elektronik yang diterima SINDOnews, Rabu (4/9/2019).

Yadi juga menjelaskan, setelah melakukan penelitian lebih lanjut dan melakukan klarifikasi terhadap Pengurus Daerah IJTI Papua Barat, kedua orang jurnalis yang diduga melakukan editing gambar tersebut bukan anggota IJTI. "Namun, organisasi perlu melakukan klarifikasi dan meminta seluruh anggota IJTI dalam bekerja tetap memegang teguh integritas, bertanggungjawab dan memastikan karya-karya jurnalistik berguna bagi masyarakat luas," terangnya.

Sebelumnya diberitakan, dua orang Jurnalis televisi (masing-masing televisi lokal dan nasional) melakukan pengambilan gambar pada 23 Agustus 2019 berupa wawancara peserta aksi atas nama Lenonarde Ijie pada saat aksi menyalakan lilin di kota Sorong merespon aksi rasisme di Kota Malang dan Surabaya.

Hasil wawancara yang dilakukan dua orang Jurnalis televisi terhadap peserta aksi atas nama Leonarde Ijie kemudian diedit. Hasil editing itu kemudian beredar dan meresahkan warga karena isinya dinilai berisi ujaran kebencian dan propaganda. Atas situasi ini membuat sejumlah jurnalis dari berbagai platform terhambat melakukan tugas-tugas jurnalistiknya karena khawatir ada penolakan dari masyarakat.

Hasil editan video dua oknum Jurnalis tersebut beredar di media sosial dan pesan berantai di Whatapps namun tidak tayang di televisi atau media mainstream lainnya sebagai karya jurnalistik.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0493 seconds (0.1#10.140)