APTI Kirim Surat Terbuka ke Presiden Jokowi, Ini Isinya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) yang mewakili 3,1 juta petani tembakau se-Indonesia melayangkan surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) . Hal ini terkait dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Ketua Umum DPN APTI, Agus Parmuji berpandangan, mencermati ruang lingkup PP 28 Tahun 2024, Pasal 429-461, isinya restriktif, sehingga semakin mendekatkan kiamat bagi petani tembakau.
"Niat pemerintah yang ingin membunuh nafas petani tembakau sebagai soko guru di negeri ini semakin nyata melalui regulasi," kata Agus Parmuji, Selasa (6/9/2024).
Menurut Agus Parmuji, sudah lima tahun berturut-turut keadaan petani tembakau tidak baik-baik saja, bahkan terpuruk mengingat hasil panen tembakau rontok baik harga dan terlambatnya penyerapan.
Di lain sisi, dalam lima tahun terakhir, kenaikan cukai cukup eksesif. Tahun 2020 cukai naik 23 persen, tahun 2021 naik 12,5 persen, tahun 2022 naik 12 persen, tahun 2023 dan 2024 naik 10 persen.
"Bagi petani tembakau, kenaikan cukai yang eksesif dalam 5 tahun terakhir itu semakin mendekatkan petani tembakau dalam jurang kematian," jelasnya.
Ia menambahkan, selama ini 95 persen tembakau diserap oleh pabrikan rokok dalam negeri (Indonesia). Di sisi lain, kebijakan kenaikan cukai, serta peraturan lainnya berdampak pada penurunan pembelian tembakau secara signifikan, sehingga berdampak pula pada penurunan perekonomian rakyat pertembakauan.
"Karena kebijakan paling ampuh yang bisa mematikan atau menghidupkan ekonomi petani tembakau adalah kebijakan tentang struktur tarif cukai," ujarnya.
Kata dia, kondisi saat ini sedang dalam situasi rentan, bahkan penuh ketidakpastian akibat resesi global. Kondisi ini menurutnya, tentu berakibat pada tidak stabilnya daya beli termasuk terhadap produk tembakau. Bahkan, petani tembakau masih belum benar-benar bisa keluar dari krisis akibat pandemi.
"Tumpukan dari krisis dan resesi yang sudah berat itu, menjadi semakin berat dengan arah kebijakan cukai 2025 yang tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF)," kata Agus.
Agus Parmuji mengungkapkan, selama 10 tahun menjabat sebagai Presiden RI ke-7, petani tembakau kerapkali merepotkan Presiden Jokowi dengan menyuarakan aspirasi jutaan petani tembakau. Meskipun pihaknya menyadari bahwa tidak ada satu aspirasi yang ditanggapi dengan arif dan bijak.
DPN APTI yang mewakili anggota sekitar 3,1 juta petani tembakau se-Indonesia, sebelumnya memohon maaf selama kepemimpinan Presiden Jokowi, petani tembakau sering menyuarakan aspirasi untuk melindungi hak-hak ekonomi, sosial, budaya (Ekosob), tujuannya demi kelangsungan masa depan keberlanjutan pertanian tembakau.
Meskipun sampai saat ini kami belum menerima kesejukan kebijakan untuk melindungi keberadaan pertanian tembakau dan petani tembakau.
"Dengan ketulusan rakyat petani tembakau, kami minta doa yang terakhir kepada Bapak Presiden Jokowi semoga panen tembakau tahun ini bisa mendapatkan hasil yang baik demi menyambung nafas ekonomi rakyat pertembakauan," tuturnya.
Agus Parmuji berharap, pemerintahan baru Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, dapat menyelamatkan nasib jutaan petani tembakau yang merupakan bagian dari rakyat Indonesia yang harus dilindungi dan dijaga kelestariannya sebagai bentuk menjaga Kebhinnekaan di Republik ini.
"Kami sangat berharap, pemerintahan mendatang semoga memiliki iktikad baik dengan merumuskan dan membuat kebijakan yang melindungi dan memerdekaan kelangsungan ekonomi petani tembakau di Indonesia," ujar Agus.
Bagi petani tembakau, maju mundurnya petani tembakau di Indonesia ada 4 poin: (a) Siti/tanah, (b) Wiji/bibit, (c) Wanci/musim/topografi/kondisi alam, (d) regulasi. Tanah, bibit dan musim merupakan anugerah sebagai simbol negara agraris dan tidak dimiliki oleh bangsa lain.
"Akan tetapi poin ke-4 (Regulasi) pemerintah selama ini yang sangat berefek domino negatif terhadap masa depan petani tembakau bahkan ke depan cenderung sangat mematikan," tukasnya.
Ketua Umum DPN APTI, Agus Parmuji berpandangan, mencermati ruang lingkup PP 28 Tahun 2024, Pasal 429-461, isinya restriktif, sehingga semakin mendekatkan kiamat bagi petani tembakau.
"Niat pemerintah yang ingin membunuh nafas petani tembakau sebagai soko guru di negeri ini semakin nyata melalui regulasi," kata Agus Parmuji, Selasa (6/9/2024).
Menurut Agus Parmuji, sudah lima tahun berturut-turut keadaan petani tembakau tidak baik-baik saja, bahkan terpuruk mengingat hasil panen tembakau rontok baik harga dan terlambatnya penyerapan.
Di lain sisi, dalam lima tahun terakhir, kenaikan cukai cukup eksesif. Tahun 2020 cukai naik 23 persen, tahun 2021 naik 12,5 persen, tahun 2022 naik 12 persen, tahun 2023 dan 2024 naik 10 persen.
"Bagi petani tembakau, kenaikan cukai yang eksesif dalam 5 tahun terakhir itu semakin mendekatkan petani tembakau dalam jurang kematian," jelasnya.
Ia menambahkan, selama ini 95 persen tembakau diserap oleh pabrikan rokok dalam negeri (Indonesia). Di sisi lain, kebijakan kenaikan cukai, serta peraturan lainnya berdampak pada penurunan pembelian tembakau secara signifikan, sehingga berdampak pula pada penurunan perekonomian rakyat pertembakauan.
"Karena kebijakan paling ampuh yang bisa mematikan atau menghidupkan ekonomi petani tembakau adalah kebijakan tentang struktur tarif cukai," ujarnya.
Kata dia, kondisi saat ini sedang dalam situasi rentan, bahkan penuh ketidakpastian akibat resesi global. Kondisi ini menurutnya, tentu berakibat pada tidak stabilnya daya beli termasuk terhadap produk tembakau. Bahkan, petani tembakau masih belum benar-benar bisa keluar dari krisis akibat pandemi.
"Tumpukan dari krisis dan resesi yang sudah berat itu, menjadi semakin berat dengan arah kebijakan cukai 2025 yang tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF)," kata Agus.
Agus Parmuji mengungkapkan, selama 10 tahun menjabat sebagai Presiden RI ke-7, petani tembakau kerapkali merepotkan Presiden Jokowi dengan menyuarakan aspirasi jutaan petani tembakau. Meskipun pihaknya menyadari bahwa tidak ada satu aspirasi yang ditanggapi dengan arif dan bijak.
DPN APTI yang mewakili anggota sekitar 3,1 juta petani tembakau se-Indonesia, sebelumnya memohon maaf selama kepemimpinan Presiden Jokowi, petani tembakau sering menyuarakan aspirasi untuk melindungi hak-hak ekonomi, sosial, budaya (Ekosob), tujuannya demi kelangsungan masa depan keberlanjutan pertanian tembakau.
Meskipun sampai saat ini kami belum menerima kesejukan kebijakan untuk melindungi keberadaan pertanian tembakau dan petani tembakau.
"Dengan ketulusan rakyat petani tembakau, kami minta doa yang terakhir kepada Bapak Presiden Jokowi semoga panen tembakau tahun ini bisa mendapatkan hasil yang baik demi menyambung nafas ekonomi rakyat pertembakauan," tuturnya.
Agus Parmuji berharap, pemerintahan baru Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, dapat menyelamatkan nasib jutaan petani tembakau yang merupakan bagian dari rakyat Indonesia yang harus dilindungi dan dijaga kelestariannya sebagai bentuk menjaga Kebhinnekaan di Republik ini.
"Kami sangat berharap, pemerintahan mendatang semoga memiliki iktikad baik dengan merumuskan dan membuat kebijakan yang melindungi dan memerdekaan kelangsungan ekonomi petani tembakau di Indonesia," ujar Agus.
Bagi petani tembakau, maju mundurnya petani tembakau di Indonesia ada 4 poin: (a) Siti/tanah, (b) Wiji/bibit, (c) Wanci/musim/topografi/kondisi alam, (d) regulasi. Tanah, bibit dan musim merupakan anugerah sebagai simbol negara agraris dan tidak dimiliki oleh bangsa lain.
"Akan tetapi poin ke-4 (Regulasi) pemerintah selama ini yang sangat berefek domino negatif terhadap masa depan petani tembakau bahkan ke depan cenderung sangat mematikan," tukasnya.
(maf)