ICW Minta Pansel Capim KPK Tidak Istimewakan Kandidat dari Polri dan Kejaksaan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan (Capim) dan Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta bertindak adil ke semua peserta. Termasuk ke peserta dari kalangan Polri dan Kejaksaan.
Hal itu sebagaimana disampaikan Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Diky Anandya terkait peserta yang lolos tes administrasi Capik KPK terdapat 16 di antaranya dari anggota Polri dan 11 berasal dari Kejaksaan.
"ICW mengingatkan agar panitia seleksi tidak memberikan keistimewaan bagi kandidat yang berasal dari dua institusi tersebut (Polri dan Kejaksaan). Sebab, tidak ada satu pun regulasi yang mewajibkan bahwa komposisi pimpinan KPK harus berasal dari instansi penegak hukum lain," kaya Diky, Jumat (26/7/24).
ICW menegaskan, Pansel haru mampu menghindari potensi konflik kepentingan dan meningkatkan transparansi dalam seleksi Capim dan Dewas KPK. Diky juga menegaskan potensi konflik kepentingan yang mungkin terjadi jika kandidat dari Polri dan Kejaksaan menjabat dan mengusut perkara korupsi di institusi asal mereka.
Diky menambahkan meskipun ada peningkatan jumlah dan persentase kandidat dibandingkan periode sebelumnya, isu krusial seperti banyaknya kandidat dari instansi penegak hukum tetap harus menjadi perhatian.
"Salah satu hal yang dapat dilakukan oleh Pansel adalah dengan secara proaktif berkomunikasi dengan Dewan Pengawas untuk mencermati apakah kandidat dari internal KPK yang mendaftar pernah memiliki catatan dugaan pelanggaran kode etik atau tidak," ujarnya.
Kasus-kasus internal KPK juga menjadi perhatian serius. Sejumlah pimpinan dan pegawai KPK periode 2019-2024 tidak lepas dari skandal. Misalnya, kasus pemerasan oleh Ketua KPK Firli Bahuri terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan kasus pungutan liar (pungli) oleh pegawai KPK yang sedang diusut tuntas.
Fakta-fakta ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi Pansel dan Presiden. Marwah dan integritas KPK harus menjadi salah satu prioritas utama untuk mewujudkan gerakan Indonesia bersih dari korupsi. Gagasan pembentukan KPK diawali oleh TAP MPR No. II Tahun 1998 yang mengamanatkan kepada DPR dan Pemerintah untuk lebih progresif dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Dengan demikian, Pansel KPK diharapkan dapat menjalankan proses seleksi dengan adil dan transparan, memastikan bahwa kandidat terbaik dan berintegritas tinggi yang terpilih untuk memimpin lembaga antirasuah ini.
Hal itu sebagaimana disampaikan Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Diky Anandya terkait peserta yang lolos tes administrasi Capik KPK terdapat 16 di antaranya dari anggota Polri dan 11 berasal dari Kejaksaan.
"ICW mengingatkan agar panitia seleksi tidak memberikan keistimewaan bagi kandidat yang berasal dari dua institusi tersebut (Polri dan Kejaksaan). Sebab, tidak ada satu pun regulasi yang mewajibkan bahwa komposisi pimpinan KPK harus berasal dari instansi penegak hukum lain," kaya Diky, Jumat (26/7/24).
ICW menegaskan, Pansel haru mampu menghindari potensi konflik kepentingan dan meningkatkan transparansi dalam seleksi Capim dan Dewas KPK. Diky juga menegaskan potensi konflik kepentingan yang mungkin terjadi jika kandidat dari Polri dan Kejaksaan menjabat dan mengusut perkara korupsi di institusi asal mereka.
Diky menambahkan meskipun ada peningkatan jumlah dan persentase kandidat dibandingkan periode sebelumnya, isu krusial seperti banyaknya kandidat dari instansi penegak hukum tetap harus menjadi perhatian.
"Salah satu hal yang dapat dilakukan oleh Pansel adalah dengan secara proaktif berkomunikasi dengan Dewan Pengawas untuk mencermati apakah kandidat dari internal KPK yang mendaftar pernah memiliki catatan dugaan pelanggaran kode etik atau tidak," ujarnya.
Kasus-kasus internal KPK juga menjadi perhatian serius. Sejumlah pimpinan dan pegawai KPK periode 2019-2024 tidak lepas dari skandal. Misalnya, kasus pemerasan oleh Ketua KPK Firli Bahuri terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan kasus pungutan liar (pungli) oleh pegawai KPK yang sedang diusut tuntas.
Fakta-fakta ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi Pansel dan Presiden. Marwah dan integritas KPK harus menjadi salah satu prioritas utama untuk mewujudkan gerakan Indonesia bersih dari korupsi. Gagasan pembentukan KPK diawali oleh TAP MPR No. II Tahun 1998 yang mengamanatkan kepada DPR dan Pemerintah untuk lebih progresif dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Dengan demikian, Pansel KPK diharapkan dapat menjalankan proses seleksi dengan adil dan transparan, memastikan bahwa kandidat terbaik dan berintegritas tinggi yang terpilih untuk memimpin lembaga antirasuah ini.
(cip)