Uji Publik Tuntas, Rencana Pemasangan Chattra di Bororbudur Bisa Dipercepat
loading...
A
A
A
Ketua Tim KDCB Pemasangan Chattra Irfan Mahmud mengatakan, dengan selesainya uji publik maka rencana pemasangan chattra bisa dilanjutkan tahapan selanjutnya. Dia menegaskan, pemasangan chattra akan mempertimbangkan masukan yang muncul dalam uji publik seperti dari PUPR.
Menurut dia, pemasangan chattra akan meneguhkan kembali Jawa sebagai salah satu sumber pengetahuan arsitektur dengan keunikan dan menvisualisasikan akar pengaruhnya, terutama di Kawasan Asia Tenggara (Khamer, Champa, Thailand Selatan).
“Ini menunjukkan ‘local genius’ ciri visual langgam Buddha-Jawa dan mewujudkan stupa dalam konsep holistik (lapik, padma, Anda, Harmika, Yasti, dan chattra) versi Indonesia,” katanya.
Pengamat budaya dari UGM Daud Aris Tanudirjo memberikan penjelasan mengenai Kajian Dampak Cagar Budaya (KDCB) dan poin penting untuk melanjutkan pemasangan chattra. Oleh UNESCO, kata dia, Borobudur sudah diperbolehkan untuk kegiatan peribadatan Buddha, sehingga ada peluang untuk melanjutkan pemasangan chattra yaitu dengan pendekatan keberlanjutan (sustainable use).
“Jadi pengelolaan ini membolehkan ada perubahan. Untuk mempertahankan keaslian dan keutuhan itu tidak berat. Kalau kita melihat ada konsep sustainable conservation, nah ini konsepnya demi keberlanjutan. Keberlanjutannya itu adalah untuk peribadatan umat Buddha, maka akan membolehkan perubahan yang sesuai, tapi terkendali,” jelasnya.
Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mego Pinandito mengatakan bahwa hal-hal yang terkait dengan pengelolaan, pemanfaatan dan ada perubahan pada Candi Borobudur perlu dilakukan secara hati-hati karena peninggalan bersejarah ini bukan hanya milik Indonesia lagi tapi juga milik dunia.
Sedang Duta Besar Republik Indonesia untuk UNESCO Prof Ismunandar dalam kesempatan itu menggarisbawahi mengenai informasi pemasangan Chattra ke UNESCO, termasuk kajian dampak dari segala aspeknya.
“Pemberitahuan awal kepada UNESCO melalui KNIU dengan melampirkan dokumen-dokumen hasil kajian ini yang berisi kajian-kajian dampak ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya untuk memitigasi masalah yang timbul,” katanya.
Menurut dia, pemasangan chattra akan meneguhkan kembali Jawa sebagai salah satu sumber pengetahuan arsitektur dengan keunikan dan menvisualisasikan akar pengaruhnya, terutama di Kawasan Asia Tenggara (Khamer, Champa, Thailand Selatan).
“Ini menunjukkan ‘local genius’ ciri visual langgam Buddha-Jawa dan mewujudkan stupa dalam konsep holistik (lapik, padma, Anda, Harmika, Yasti, dan chattra) versi Indonesia,” katanya.
Pengamat budaya dari UGM Daud Aris Tanudirjo memberikan penjelasan mengenai Kajian Dampak Cagar Budaya (KDCB) dan poin penting untuk melanjutkan pemasangan chattra. Oleh UNESCO, kata dia, Borobudur sudah diperbolehkan untuk kegiatan peribadatan Buddha, sehingga ada peluang untuk melanjutkan pemasangan chattra yaitu dengan pendekatan keberlanjutan (sustainable use).
“Jadi pengelolaan ini membolehkan ada perubahan. Untuk mempertahankan keaslian dan keutuhan itu tidak berat. Kalau kita melihat ada konsep sustainable conservation, nah ini konsepnya demi keberlanjutan. Keberlanjutannya itu adalah untuk peribadatan umat Buddha, maka akan membolehkan perubahan yang sesuai, tapi terkendali,” jelasnya.
Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mego Pinandito mengatakan bahwa hal-hal yang terkait dengan pengelolaan, pemanfaatan dan ada perubahan pada Candi Borobudur perlu dilakukan secara hati-hati karena peninggalan bersejarah ini bukan hanya milik Indonesia lagi tapi juga milik dunia.
Sedang Duta Besar Republik Indonesia untuk UNESCO Prof Ismunandar dalam kesempatan itu menggarisbawahi mengenai informasi pemasangan Chattra ke UNESCO, termasuk kajian dampak dari segala aspeknya.
“Pemberitahuan awal kepada UNESCO melalui KNIU dengan melampirkan dokumen-dokumen hasil kajian ini yang berisi kajian-kajian dampak ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya untuk memitigasi masalah yang timbul,” katanya.
(cip)