Soal Program KB, Gubernur Bali Sebaiknya Berkaca pada Sejarah

Selasa, 02 Juli 2019 - 12:13 WIB
Soal Program KB, Gubernur Bali Sebaiknya Berkaca pada Sejarah
Soal Program KB, Gubernur Bali Sebaiknya Berkaca pada Sejarah
A A A
JAKARTA - Pernyataan Gubernur Bali I Wayan Koster menyulut polemik seputar masalah klasik kependudukan. Pasalnya, Gubernur Bali itu justru menggencarkan kampanye program Keluarga Berencana (KB) empat anak.

Dengan pernyataan sang gubernur itu, program KB “Dua Anak Cukup” seakan tidak berlaku lagi di Bali. Koster justru menyerukan pengantin baru untuk punya empat anak. Menurutnya, tidak ada alasan lagi bagi Krama Bali untuk tidak memiliki lebih dari dua anak.

“Ini saya sampaikan melihat kondisi terkini di Bali. Anak yang menyandang nama Nyoman atau Komang (sebutan anak ketiga) sudah langka. Apalagi Ketut (sebutan untuk anak keempat). Padahal, sejatinya ini warisan leluhur yang begitu arif. Menurut saya, kearifan lokal harus kita jaga dan lestarikan. Untuk itu, saya imbau kepada para pengantin baru, targetkanlah empat anak agar Nyoman dan Ketut juga kebagian tempat bisa hadir di keluarga kita,” ujar Koster di Singaraja, Bali, Jumat (28/6/2019).

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo yang baru saja dilantik langsung merespons wacana tersebut. “Saya jadi kepala daerah tujuh tahun. Menurut saya kebijakan itu mengenai semua orang, tapi tidak semua orang itu sama. Kalau misalkan saya punya anak empat itu bisa mengatasi semua, tapi belum tentu orang yang prasejahtera bisa mengatasi semua masalah di keluarga,” ujar Hasto dalam rilisnya kepada SINDOnews, Selasa (2/7/2019).

Hasto mengaku tidak mau berasumsi mengenai wacana itu sebelum bertemu dan mendapat penjelasan dari Gubernur Bali. “Ya kita mendengarkan, kita berkomunikasi, jadi saya tahu. Menahan asumsi kalau saya itu, sebelum saya berasumsi ya, saya sowan Pak Gubernur dulu lah,” katanya.

Hasto menjelaskan pula bahwa kependudukan merupakan sebuah struktur dalam pembangunan nasional yang harus dijaga betul proporsi dari segi rentang usianya. Dia berharap Indonesia bisa lebih lama menikmati bonus demografi dari jumlah penduduk usia produktif yang lebih banyak ketimbang penduduk dalam rentang usia tidak produktif.
Pemerintah perlu menjaga angka fertilitas total 2,1 per perempuan usia subur untuk menikmati bonus demografi lebih lama. Apa yang diungkapkan Kepala BKKBN selaras dengan sejarah emas yang telah ditorehkan negeri ini, selama puluhan tahun lamanya mampu mengendalikan angka pertumbuhan penduduk. Bahkan, Indonesia sempat meraih dua kali penghargaan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di bidang kependudukan terutama berkat program KB zaman Soeharto.

Mengutip situs Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Indonesia pernah mendapat penghargaan PBB di bidang kependudukan dua kali. Pada Desember 1988, Indonesia menerima Penghargaan Kependudukan PBB. Dan setahun kemudian, tepatnya Juni 1989, Indonesia menerima penghargaan dunia dari PBB atas keberhasilannya dalam program nasional KB.

Dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, yang pada 2019 diestimasikan berjumlah 267 juta jiwa, Indonesia memiliki peluang dan tantangan yang besar dalam mengelola jumlah sumber daya manusia (SDM). Kondisi itu dinilai jadi tantangan jika Indonesia tak mampu mengendalikan jumlah pertumbuhan penduduk dan akan membebani kebutuhan pangan, membengkakkan anggaran sosial dan pendidikan, serta berpotensi menciptakan kerawanan sosial karena kepadatan jumlah penduduk yang berlebih.

Jika hal ini tidak disadari, ledakan jumlah penduduk akan menjadi tantangan terberat pemerintahan mendatang. Ledakan jumlah penduduk akan menjadi masalah awal yang memunculkan problem turunan yang lebih gawat, seperti masalah peningkatan tajam kebutuhan pangan, problem gizi buruk bagi balita, serta potensi masalah angka pengangguran yang meroket hingga kerawanan sosial. Ingat Indonesia masih menghadapi masalah stunting yang cukup gawat di sejumlah daerah.

Karena itu, tidak salah jika program KB di zaman Soeharto dicontoh karena berhasil mengendalikan masalah kependudukan serta menjadi modal pembangunan ekonomi. Program KB zaman Soeharto dinilai berhasil dan sukses oleh dunia, apakah rahasianya?

Waktu itu, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 1800 sebanyak 18 juta jiwa dan bertambah menjadi 40 juta jiwa pada tahun 1900. Namun, di tahun 2000, jumlahnya naik lima kali lipat menjadi 205 juta jiwa. Meski terjadi kenaikan cukup tinggi, angka tersebut lebih rendah dibanding prediksi para ahli bahwa penduduk Indonesia akan mencapai 285 juta jiwa pada tahun 2000.

Hal itu menunjukkan peran dari program KB. Sebanyak 80 juta kelahiran tercegah di tahun 2000. Dan meningkat menjadi 100 juta kelahiran di tahun 2009. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia juga turun dari 2,32% menjadi 1,3%. Setiap tahun ada sekitar 3 juta sampai 3,5 juta jiwa penambahan penduduk Indonesia. Ini setara dengan satu negara Singapura.

Sejumlah kepala daerah dan jajarannya pun mengakui manfaat program KB besutan pemerintahan Soeharto. Program KB ini merupakan salah satu program sukses peninggalan mantan Presiden Soeharto.

Kepala BKKBN Perwakilan Provinsi NTB, Lalu Makripuddin mengakui, program keluarga berencana (KB) dari tahun ke tahuan hingga saat ini, masih menjadi program primadona masyarakat NTB. Program ini, juga terbilang ampuh dalam menekan laju pertumbuhan penduduk di daerah ini.

Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok juga pernah menganggap program KB sebagai program yang paling ampuh untuk dapat mengendalikan pertumbuhan penduduk. "Semenjak zaman Reformasi, kita seolah-olah menganggap semua yang ditinggalkan oleh Pak Harto itu 'barang haram'. Saya kira pandangan itu adalah sebuah kesalahan. Selain maju di pembangunan, Pak Harto juga sukses luar biasa mengembangkan program KB. Itu luar biasa," kata Ahok, pada 20 Februari 2015 silam.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3939 seconds (0.1#10.140)