Sejumlah Alasan MK Berpotensi Tolak Gugatan Prabowo-Sandi

Senin, 24 Juni 2019 - 10:20 WIB
Sejumlah Alasan MK Berpotensi Tolak Gugatan Prabowo-Sandi
Sejumlah Alasan MK Berpotensi Tolak Gugatan Prabowo-Sandi
A A A
JAKARTA - Ketua KODE Inisiatif, Veri Junaidi mengatakan, Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) harus memeriksa seluruh alat bukti tertulis yang diserahkan pemohon Tim Hukum 02 Prabowo Subianto-Sandiaga S Uno sebelum diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) sebelum dituangkan dalam putusan.

"Memeriksa saksi (pemohon), jawaban pihak terkait, termohon. Nah itu yang berat," kata Veri di Jakarta, Senin (24/6/2019).

Veri mengatakan, terkait berapa besar peluang permohonan atau gugatan Prabowo-Sandi bakal diterima, hal tersebut berpulang kepada majelis hakim yang memeriksa perkara tersebut.

Namun demikian kata Veri, jika mencermati fakta persidangan, khususnya jika mempertimbangkan keterangan saksi dan ahli, hakim MK berpotensi menolak gugatan Prabowo-Sandi.

Menurutnya, ada beberapa yang bisa diurai ke publik bahwa gugatan pemohon akan ditolak hakim. Antara lain, soal tudingan kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang dinggap telah mengarahkan kepada daerah ternyata sudah dibantah di Bawaslu.

Selain itu, soal rekomendasi pemungutan suara ulang di Surabaya dan Papua, itu dianggapnya sangat mingkin terjadi di Pemilu legislatif. "Kalau keterangan saksi sih belum ada yang kuat. Yang (keterangan Ahli) Jaswarkoto kan dia buat sampling misalnya 13 TPS dalam satu provinsi, tapi dia buat sampling 13," ujarnya.

Kata Veri, Jaswarkoto meyakini bahwa dari 13 TPS tersebut terindikasi salah hitung antara DPT dan DPTb. Dalam hal ini, Mahkamah akan mendalilkan hal ini masalah administrasi, namun tidak terkait dengan hasil pemilunya.

"Atau misalnya kasus pelanggaran yang dilakukan Mendagri dianggap melakukan pelanggaran. Itu sebenar bukan kewenangan MK tapi proses. Model-model seperti itu paling yang muncul (di persidangan)," ucapan.

Adapun terkait dalil pemohon yang menggunakan Pilkada Kota Waringin Barat, Veri juga menganggap aneh. Sebab, dalam putusan itu ketika paslon didiskualifikasi seharusnya dilakukan pemungutan suara ulang (PSU) terlebih dahulu, namun justru mengangkat kepala daerah yang terpilih atau menang dalam sengketa.

"Itu menciderai demokrasi yang mestinya keterpilihan kepala daerah harus melalui proses pemilu. Menurut saya sih enggak tepat, kecuali sebelum proses pemilihan masih dalam proses karena masih bisa didiskualifikasi. Karena kita enggak tahu ini orang dipilih atau tidak. Saya prinsipnya begitu," tandasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4855 seconds (0.1#10.140)