Perindo Kritik Perubahan Wantimpres Jadi DPA: Bertentangan dengan Konstitusi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Bidang Penggalangan Milenial dan Gen Z DPP Partai Perindo David V. H Sitorus mengkritik wacana perubahan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang sedang dibahas Badan Legislasi (Baleg) DPR. Dia menilai perubahan itu bertentangan dengan konstitusi.
"Menurut saya sebenarnya ini sudah bertentangan dengan konstitusi. Kenapa? Bukan pada soal lembaga Dewan Pertimbangannya, tapi pada nama yang disematkan," kata David V. H Sitorus saat dihubungi, Rabu (10/7/2024).
Dia menjelaskan, dalam Undang-Undang Dasar 1945 pascaamandemen IV, secara tegas dan jelas dikatakan bahwa Dewan Pertimbangan Agung telah dihapuskan. David pun mengaku sepakat dengan sejumlah pakar hukum yang menilai bahwa usulan perubahan nomenklatur ini seperti ingin menghidupkan kembali zaman Orde Baru.
"Sangat tepat (penilaian seperti itu). Kenapa? Karena Dewan Pertimbangan Agung dulu ada pada masa Orde Baru, yang kemudian dihapus pascareformasi," ujarnya.
"Nah ini yang menurut saya Dewan Perwakilan Rakyat perlu belajar konstitusi supaya memahami, dan perlu juga belajar histori supaya memahami sejarah supaya memahami konstitusi," sambungnya.
Diketahui, Baleg menyetujui revisi UU tentang Wantimpres menjadi RUU inisiatif DPR dan dibawa ke paripurna untuk persetujuan. Setidaknya, ada tiga subtansi perubahan.
Pertama, terletak pada nomenklatur dari Wantimpres menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Kedua, terkait jumlah keanggotaan.
Jumlah anggota DPA menjadi tak terbatas dan menyesuaikan kebutuhan Presiden. Perubahan ketiga, RUU Wantimpres akan mengatur syarat menjadi anggota DPA.
"Menurut saya sebenarnya ini sudah bertentangan dengan konstitusi. Kenapa? Bukan pada soal lembaga Dewan Pertimbangannya, tapi pada nama yang disematkan," kata David V. H Sitorus saat dihubungi, Rabu (10/7/2024).
Dia menjelaskan, dalam Undang-Undang Dasar 1945 pascaamandemen IV, secara tegas dan jelas dikatakan bahwa Dewan Pertimbangan Agung telah dihapuskan. David pun mengaku sepakat dengan sejumlah pakar hukum yang menilai bahwa usulan perubahan nomenklatur ini seperti ingin menghidupkan kembali zaman Orde Baru.
"Sangat tepat (penilaian seperti itu). Kenapa? Karena Dewan Pertimbangan Agung dulu ada pada masa Orde Baru, yang kemudian dihapus pascareformasi," ujarnya.
"Nah ini yang menurut saya Dewan Perwakilan Rakyat perlu belajar konstitusi supaya memahami, dan perlu juga belajar histori supaya memahami sejarah supaya memahami konstitusi," sambungnya.
Diketahui, Baleg menyetujui revisi UU tentang Wantimpres menjadi RUU inisiatif DPR dan dibawa ke paripurna untuk persetujuan. Setidaknya, ada tiga subtansi perubahan.
Pertama, terletak pada nomenklatur dari Wantimpres menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Kedua, terkait jumlah keanggotaan.
Jumlah anggota DPA menjadi tak terbatas dan menyesuaikan kebutuhan Presiden. Perubahan ketiga, RUU Wantimpres akan mengatur syarat menjadi anggota DPA.
(rca)