Sistem Bikameral Tak Efektif, Pendekatan Collaborative Parliament DPR-DPD Penting
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamuddin menyampaikan pandangannya terkait peningkatan peran DPD di era otonomi daerah. Sebuah isu yang masih menjadi pertanyaan dan diskursus publik dari para ahli ketatanegaraan.
Dalam FGD yang mengusung tema "Hampir tiga dekade, otonomi daerah sudahkah sesuai harapan" Sultan mengatakan sejatinya DPD RI mampu berperan dan berkontribusi secara signifikan dalam mendorong percepatan konsolidasi demokrasi dan kemandirian fiskal daerah.
“Bisa dikatakan DPD dan otonomi daerah merupakan dua anak kandung Reformasi yang krusial bagi pemerataan pembangunan nasional. Namun, dalam praktiknya, hubungan keduanya belum benar-benar terjalin secara akur,” kata Sultan, Jumat (5/7/2024).
Sultan yang diundang secara khusus untuk menyampaikan pandangannya terkait peran DPD dalam mendorong pembangunan dan otonomi daerah menerangkan bahwa sistem Bikameral pada parlemen Indonesia tidak berjalan efektif. Kesenjangan kewenangan kedua lembaga (DPD dan DPR) berdampak serius pada percepatan pembangunan otonomi daerah.
”Sebagai lembaga perwakilan yang sama-sama menerima mandat daulat rakyat, DPR dan DPD seharusnya bisa bergotong royong dan saling melengkapi dalam tugas dan fungsinya,” tegas mantan aktivis KNPI ini.
Untuk meningkatkan kualitas Sistem Bikameral yang belum terbentuk secara sempurna ini, kata Sultan, setidaknya menyiasatinya dengan pendekatan Collaborative Parliament. Kolaborasi kedua lembaga solusi terbaik untuk mendorong peningkatan kualitas legislasi dan pengawasan.
”Tentunya dengan terlebih dahulu merevisi UU MD3 dan UU pembentukan peraturan perundang-undangan. Kami akan membangun komunikasi dan melobi para ketua umum partai politik dan DPR untuk merevisi UU yang terkait dengan kewenangan legislasi,” ujarnya.
”Kita perlu menyiapkan mekanisme double check dalam penyusunan Undang-undang. Dalam menjalankan fungsi pengawasan, kedua lembaga dapat berbagi peran secara proporsional sesuai jenis UU dan kebutuhan,” ungkap bakal calon ketua DPD RI itu.
Sultan menjelaskan DPD secara internal juga perlu meningkatkan kapasitas dan kapabilitas anggota. Standar kompetensi yang ideal bagi calon anggota DPD adalah pra syarat menaikkan pamor dan Marwah lembaga. Baik untuk meraup dukungan publik, maupun untuk menaikan posisi tawar DPD di antara lembaga negara lainnya.
“Oleh karenanya, kami secara pribadi dan sebagai pimpinan selalu berupaya mendorong agar ke depannya anggota DPD lebih proaktif dan inovatif sebagai katalisator kemajuan daerahnya masing-masing,” tegasnya.
Kedua, adalah peran sebagai promotor, yang mempromosikan potensi daerah nya, baik ke pelaku usaha nasional maupun internasional. “Anggota DPD diharapkan memiliki agenda diplomasi untuk memperkenalkan potensi daerahnya kepada duta besar negara sahabat atau para investor Ketika berkunjung keluar negeri,” sambung Senator asal Bengkulu itu.
Selanjutnya, peran aggregator di mana anggota DPD diharapkan mampu menghimpun aspirasi masyarakat dan membaca peta data potensi daerah untuk direkomendasikan kepada pemerintah pusat saat membahas anggaran, khususnya terkait dana transfer pusat-daerah.
Terakhir, peran sebagai pengawas sekaligus auditor politik keuangan daerah. Peran ini sangat krusial, mengingat fungsi pengawasan DPD. Selain karena DPD juga terlibat dalam proses perekrutan para komisioner BPK.
“Kami harap DPD bisa dilibatkan untuk bersama-sama dengan BPK atau BPKP melakukan pengawasan keuangan pemerintah daerah. Hal ini bertujuan untuk menekan potensi jual beli WTP para oknum yang merugikan daerah,” tutup Sultan.
Dalam FGD yang mengusung tema "Hampir tiga dekade, otonomi daerah sudahkah sesuai harapan" Sultan mengatakan sejatinya DPD RI mampu berperan dan berkontribusi secara signifikan dalam mendorong percepatan konsolidasi demokrasi dan kemandirian fiskal daerah.
“Bisa dikatakan DPD dan otonomi daerah merupakan dua anak kandung Reformasi yang krusial bagi pemerataan pembangunan nasional. Namun, dalam praktiknya, hubungan keduanya belum benar-benar terjalin secara akur,” kata Sultan, Jumat (5/7/2024).
Sultan yang diundang secara khusus untuk menyampaikan pandangannya terkait peran DPD dalam mendorong pembangunan dan otonomi daerah menerangkan bahwa sistem Bikameral pada parlemen Indonesia tidak berjalan efektif. Kesenjangan kewenangan kedua lembaga (DPD dan DPR) berdampak serius pada percepatan pembangunan otonomi daerah.
”Sebagai lembaga perwakilan yang sama-sama menerima mandat daulat rakyat, DPR dan DPD seharusnya bisa bergotong royong dan saling melengkapi dalam tugas dan fungsinya,” tegas mantan aktivis KNPI ini.
Untuk meningkatkan kualitas Sistem Bikameral yang belum terbentuk secara sempurna ini, kata Sultan, setidaknya menyiasatinya dengan pendekatan Collaborative Parliament. Kolaborasi kedua lembaga solusi terbaik untuk mendorong peningkatan kualitas legislasi dan pengawasan.
”Tentunya dengan terlebih dahulu merevisi UU MD3 dan UU pembentukan peraturan perundang-undangan. Kami akan membangun komunikasi dan melobi para ketua umum partai politik dan DPR untuk merevisi UU yang terkait dengan kewenangan legislasi,” ujarnya.
”Kita perlu menyiapkan mekanisme double check dalam penyusunan Undang-undang. Dalam menjalankan fungsi pengawasan, kedua lembaga dapat berbagi peran secara proporsional sesuai jenis UU dan kebutuhan,” ungkap bakal calon ketua DPD RI itu.
Sultan menjelaskan DPD secara internal juga perlu meningkatkan kapasitas dan kapabilitas anggota. Standar kompetensi yang ideal bagi calon anggota DPD adalah pra syarat menaikkan pamor dan Marwah lembaga. Baik untuk meraup dukungan publik, maupun untuk menaikan posisi tawar DPD di antara lembaga negara lainnya.
“Oleh karenanya, kami secara pribadi dan sebagai pimpinan selalu berupaya mendorong agar ke depannya anggota DPD lebih proaktif dan inovatif sebagai katalisator kemajuan daerahnya masing-masing,” tegasnya.
Kedua, adalah peran sebagai promotor, yang mempromosikan potensi daerah nya, baik ke pelaku usaha nasional maupun internasional. “Anggota DPD diharapkan memiliki agenda diplomasi untuk memperkenalkan potensi daerahnya kepada duta besar negara sahabat atau para investor Ketika berkunjung keluar negeri,” sambung Senator asal Bengkulu itu.
Selanjutnya, peran aggregator di mana anggota DPD diharapkan mampu menghimpun aspirasi masyarakat dan membaca peta data potensi daerah untuk direkomendasikan kepada pemerintah pusat saat membahas anggaran, khususnya terkait dana transfer pusat-daerah.
Terakhir, peran sebagai pengawas sekaligus auditor politik keuangan daerah. Peran ini sangat krusial, mengingat fungsi pengawasan DPD. Selain karena DPD juga terlibat dalam proses perekrutan para komisioner BPK.
“Kami harap DPD bisa dilibatkan untuk bersama-sama dengan BPK atau BPKP melakukan pengawasan keuangan pemerintah daerah. Hal ini bertujuan untuk menekan potensi jual beli WTP para oknum yang merugikan daerah,” tutup Sultan.
(cip)