5,8 Juta Balita Alami Masalah Gizi, Perindo: Memprihatinkan, Kemiskinan Jadi Penyebabnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Bidang Kesehatan Masyarakat DPP Partai Perindo , Sortaman Saragih prihatin dengan adanya 5,8 juta balita di Indonesia mengalami masalah gizi . Data tersebut sebelumnya diungkap oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).
"Sungguh memprihatinkan, negara Indonesia yang agraris dan kaya sumber daya alam masih bermasalah dalam hal gizi balita. Dan angkanya tidak tanggung-tanggung, menurut survei ada sekitar 5,8 juta balita atau 36% dari balita Indonesia yang mengalami masalah gizi," kata Sortaman kepada SINDOnews, Rabu (3/7/2024).
Sortaman mengatakan, jika dikaji dari ilmu kesehatan, kurang gizi ini disebabkan dua faktor. Pertama, karena kurang makanan umumnya dikarenakan kemiskinan, dan kedua adalah karena gangguan penyerapan tubuh, umumnya dikarenakan mengidap sakit penyakit.
"Faktor kedua ini tidak bisa kita bahas secara mendalam karena harus ditangani oleh para dokter dan ahli gizi di rumah sakit," katanya.
Menurut Sortaman, kekurangan makanan ini seharusnya menjadi perhatian utama pemerintah, karena dipicu oleh kemiskinan. "Masalah kemiskinan adalah urusan pemerintah. Banyak rakyat yang miskin yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan makanan keluarganya karena tidak ada pekerjaan. Akibatnya anak-anak mereka menjadi kurang gizi," katanya.
Pemerintah, kata Sortaman, harus mampu menyediakan lapangan kerja. Semua upaya harus dilakukan oleh pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja. "Bangsa ini memiliki menteri tenaga kerja tetapi sejauh ini kementerian ini tidak berorientasi untuk membuka lapangan kerja," katanya.
Sortaman mengkritisi banyaknya anggaran untuk Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) tapi hanya menetapkan UMR dan aturan perselisihan industri dengan karyawan. "Rakyat harus dibantu untuk mendapatkan pekerjaan, sehingga mampu memenuhi kebutuhan gizi buat keluarganya," katanya.
"Sekarang ada rencana program pemerintah memberikan makanan tambahan dan susu kepada keluarga miskin dan anak sekolah. Ini adalah kebijakan yang salah dan hanya membuat pembengkakan anggaran negara tapi tidak menyelesaikan masalah. Rakyat jangan diperlakukan seperti anak asuh panti rehabilitasi, yang disuapi setiap hari. Rakyat bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhannya," ujarnya.
Pemerintah, tegas Sortaman, harus mendorong seluruh rakyat untuk bisa hidup mandiri secara ekonomi. Apalagi, bangsa Indonesia sudah pernah mempunyai pengalaman buruk pada 2023 saat pemerintah punya program penanganan stunting dengan anggaran Rp30 triliun, programnya memberikan makanan tambahan kepada anak yang stunting atau kurang gizi.
"Bapak Presiden Joko Widodo mengatakan program itu gagal dan Beliau mengakui bahwa 90% anggaran habis untuk kegiatan penyuluhan teknis dan hanya 10% yang berwujud sebagai makanan tambahan. Ini pengalaman buruk dan sudah terbukti gagal," katanya.
Dia yakin hal itu akan terulang kembali dengan rencana pemberian makanan tambahan dan susu bagi masyarakat miskin dan anak sekolah. "Saya yakin anggaran akan lebih banyak tersedot dalam kegiatan sosialisasi teknis pelaksanaan dari pada anggaran wujud makanan gratisnya. Dan yang paling miris, program ini rawan menjadi ajang korupsi. Kita tahu di negara ini, bahwa celah korupsi dominan terjadi di program yang bekaitan dengan anggaran sosial," katanya.
Sortaman meyakini program yang dirancang oleh Partai Perindo, yakni menciptakan lapangan kerja melalui UMKM akan membuat rakyat bisa mencari makan sendiri dan mandiri untuk memenuhi gizinya. Anggaran pemberian makanan tambahan yang Rp460 triliun per tahun sudah cukup bahkan sudah lebih untuk menjadikan rakyat Indonesia keluar dari kemiskinan.
"Saya yakin anggaran Rp460 triliun selama 5 tahun sudah cukup membuat seluruh rakyat terbebas dari kurang gizi dan tidak tergantung lagi dari kepada bansos dan BLT yang dianggarkan Pemerintah. Jika banyak pengusaha UMKM yang mandiri, maka nilai gaji buruh juga akan naik, sebab akan sulit mendapatkan tenaga kerja. Ujung-ujungnya nanti UMR juga naik, tanpa harus ribut berdemonstrasi," katanya.
"Saya berharap pemerintahan yang baru ini lebih mendidik, lebih memandirikan dan lebih memanusiakan rakyatnya. Pemerintah harus mendorong terciptanya pengusaha UMKM, membantu pelatihannya, membantu permodalannya, mempermudah perizinannya, dan menampung produksinya, sehingga bangsa ini terhindar dari gizi buruk," katanya.
"Sungguh memprihatinkan, negara Indonesia yang agraris dan kaya sumber daya alam masih bermasalah dalam hal gizi balita. Dan angkanya tidak tanggung-tanggung, menurut survei ada sekitar 5,8 juta balita atau 36% dari balita Indonesia yang mengalami masalah gizi," kata Sortaman kepada SINDOnews, Rabu (3/7/2024).
Sortaman mengatakan, jika dikaji dari ilmu kesehatan, kurang gizi ini disebabkan dua faktor. Pertama, karena kurang makanan umumnya dikarenakan kemiskinan, dan kedua adalah karena gangguan penyerapan tubuh, umumnya dikarenakan mengidap sakit penyakit.
"Faktor kedua ini tidak bisa kita bahas secara mendalam karena harus ditangani oleh para dokter dan ahli gizi di rumah sakit," katanya.
Menurut Sortaman, kekurangan makanan ini seharusnya menjadi perhatian utama pemerintah, karena dipicu oleh kemiskinan. "Masalah kemiskinan adalah urusan pemerintah. Banyak rakyat yang miskin yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan makanan keluarganya karena tidak ada pekerjaan. Akibatnya anak-anak mereka menjadi kurang gizi," katanya.
Pemerintah, kata Sortaman, harus mampu menyediakan lapangan kerja. Semua upaya harus dilakukan oleh pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja. "Bangsa ini memiliki menteri tenaga kerja tetapi sejauh ini kementerian ini tidak berorientasi untuk membuka lapangan kerja," katanya.
Sortaman mengkritisi banyaknya anggaran untuk Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) tapi hanya menetapkan UMR dan aturan perselisihan industri dengan karyawan. "Rakyat harus dibantu untuk mendapatkan pekerjaan, sehingga mampu memenuhi kebutuhan gizi buat keluarganya," katanya.
"Sekarang ada rencana program pemerintah memberikan makanan tambahan dan susu kepada keluarga miskin dan anak sekolah. Ini adalah kebijakan yang salah dan hanya membuat pembengkakan anggaran negara tapi tidak menyelesaikan masalah. Rakyat jangan diperlakukan seperti anak asuh panti rehabilitasi, yang disuapi setiap hari. Rakyat bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhannya," ujarnya.
Pemerintah, tegas Sortaman, harus mendorong seluruh rakyat untuk bisa hidup mandiri secara ekonomi. Apalagi, bangsa Indonesia sudah pernah mempunyai pengalaman buruk pada 2023 saat pemerintah punya program penanganan stunting dengan anggaran Rp30 triliun, programnya memberikan makanan tambahan kepada anak yang stunting atau kurang gizi.
"Bapak Presiden Joko Widodo mengatakan program itu gagal dan Beliau mengakui bahwa 90% anggaran habis untuk kegiatan penyuluhan teknis dan hanya 10% yang berwujud sebagai makanan tambahan. Ini pengalaman buruk dan sudah terbukti gagal," katanya.
Dia yakin hal itu akan terulang kembali dengan rencana pemberian makanan tambahan dan susu bagi masyarakat miskin dan anak sekolah. "Saya yakin anggaran akan lebih banyak tersedot dalam kegiatan sosialisasi teknis pelaksanaan dari pada anggaran wujud makanan gratisnya. Dan yang paling miris, program ini rawan menjadi ajang korupsi. Kita tahu di negara ini, bahwa celah korupsi dominan terjadi di program yang bekaitan dengan anggaran sosial," katanya.
Sortaman meyakini program yang dirancang oleh Partai Perindo, yakni menciptakan lapangan kerja melalui UMKM akan membuat rakyat bisa mencari makan sendiri dan mandiri untuk memenuhi gizinya. Anggaran pemberian makanan tambahan yang Rp460 triliun per tahun sudah cukup bahkan sudah lebih untuk menjadikan rakyat Indonesia keluar dari kemiskinan.
"Saya yakin anggaran Rp460 triliun selama 5 tahun sudah cukup membuat seluruh rakyat terbebas dari kurang gizi dan tidak tergantung lagi dari kepada bansos dan BLT yang dianggarkan Pemerintah. Jika banyak pengusaha UMKM yang mandiri, maka nilai gaji buruh juga akan naik, sebab akan sulit mendapatkan tenaga kerja. Ujung-ujungnya nanti UMR juga naik, tanpa harus ribut berdemonstrasi," katanya.
"Saya berharap pemerintahan yang baru ini lebih mendidik, lebih memandirikan dan lebih memanusiakan rakyatnya. Pemerintah harus mendorong terciptanya pengusaha UMKM, membantu pelatihannya, membantu permodalannya, mempermudah perizinannya, dan menampung produksinya, sehingga bangsa ini terhindar dari gizi buruk," katanya.
(abd)