Politikus PDIP: Permasalahan Pemilu 2019 Muaranya di Putusan MK

Minggu, 28 April 2019 - 01:35 WIB
Politikus PDIP: Permasalahan Pemilu 2019 Muaranya di Putusan MK
Politikus PDIP: Permasalahan Pemilu 2019 Muaranya di Putusan MK
A A A
JAKARTA - Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2019 dinilai menimbulkan sejumlah masalah, salah satunya banyak petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia. Carut marutnya pelaksanaan Pemilu 2019 ini tak lepas dari payung hukum yang diterbitkan, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 42/2008 tentang Pemilu.

Politikus dan anggota DPR dari Fraksi PDIP, Effendi Simbolon, mengatakan, permasalahan pemilu tahun ini bermuara pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pelaksanaan Pemilu Serentak 2019.

"Pemilu serentak ini hasil judicial review yang dilakukan teman-teman LSM yang akhirnya melucuti keberadaan dari pemilu itu sendiri. Ini titik awal dimana kompleksitas masalah di pemilu ini ada. Karena bagaimana pun, ini sebuah produk yang riskan sekali. Kita akhirnya berbicara akibatnya, penyebabnya tak pernah kita buka," ujar Effendi dalam diskusi Polemik Sindo Trijaya dengan tema 'Silent Killer Pemilu Serentak', Sabtu (27/4/2019).

Ia menyebutkan, saat beberapa LSM mengajukan uji materi ke MK, tujuannya adalah menghapuskan ambang batas pencalonan presiden (Presidential Threshold) dan ambang batas parlemen (Parliamentary Threshold). Dengan Pemilu Serentak, maka persyaratan ambang batas pencalonan presiden dan ambang batas parlemen tak lagi diperlukan.

Namun, kata dia, MK menyambut hal ini dengan pandangan berbeda. Untuk persyaratannya tidak dipenuhi, tetapi waktunya dipenuhi. "Jadi MK kita juga perlu dicek juga ini, secara psikis, kejiwaannya. Perlu dicek ulang kejiwaan mereka, jujur saya bilang. Karena bagaimanapun, ini sebuah produk yang riskan sekali sebenarnya. Kita akhirnya menjadi berbicara akibatnya tapi penyebabnya kita tidak pernah (bicarakan). Kita tidak pernah buka itu apa sebenarnya penyebabnya," jelasnya.

Effendi juga menilai tidak ada peran kepala negara untuk mementahkan putusan MK tersebut. Padahal, presiden bisa menerbitkan Perppu untuk membatalkan putusan MK tersebut.

"Saya juga heran apakah tidak ada mekanisme kepala negara untuk menginterupsi itu. Sebenarnya carut marut, karut marut itu, dimulai dari situ sehingga teman-teman KPU yang menjadi seperti pihak yang pesakitan sekarang. Menjadi seolah-olah mereka tidak pernah mampu melaksanakan," ungkapnya.

Efendi mengakui ia bersama DPR juga bertanggung jawab dengan Undang-Undang Pemilu yang menimbulkan kompleksitas yang luar biasa ini. Pasalnya, apa yang tertuang dalam UU nyatanya dalam realitas ada yang di luar kendali, seperti jatuhnya korban dari petugas KPPS.

"Yang salah itu kami-kami yang di Senayan, di MK sana, kemudian di pemerintah, yang membuat undang-undang dan pelaksanaannya. Saya turut bertanggung jawab atas kekisruhan, karut marutnya masalah ini. Ini pertanggung jawaban pribadi saya sebagai politisi," katanya.

Sementara itu, Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mochammad Afifuddin menilai persoalan muncul akibat manajemen kepemiluan. "Sebagian kontribusi dari kejadian ini adalah soal manajemen kepemiluan. Betapa beban yang tadinya dipikirkan oleh kita, secara praktik di lapangan lebih dari yang kita pikirkan," ujar Mochammad Afifuddin

Kejadian yang tidak terduga, misalnya ada di jajaran KPPS yang sudah menyiapkan TPS dari malam sebelum 17 April dan bekerja hingga subuh 18 April sehingga kelelahan. Lalu kekurangan logistik pemilu seperti surat suara. "Tapi muaranya di antaranya memang soal manajemen distribusi logistik, karena H-1 misalnya, masih banyak logistik yang belum lengkap di masing-masing TPS dan lain-lain. Pascakejadian ini, saya kira bagaimana kita membuat pemilu dengan sistem efisien dengan tidak melelahkan," ungkapnya.

Menurut Afifi, ke depannya perlu mempersiapkan pemilu yang berasas pesta demokrasi yang menggembirakan, tidak mengambil korban banyak seperti pemilu tahun ini. "Ini saya kira usulannya bisa dari siapa pun. Kita harus siapkan perhelatan demokrasi dengan peristiwa yang kita sebut menggembirakan, jangan sampai memilukan dan membuat jatuh banyak korban seperti sekarang," pungkasnya.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.5320 seconds (0.1#10.140)