Welfare State dan Subsidi

Selasa, 18 Juni 2024 - 06:55 WIB
loading...
Welfare State dan Subsidi
Candra Fajri Ananda Staf Khusus Menteri Keuangan RI. Foto/SINDOnews
A A A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI

NEGARA kesejahteraan (welfare state) merupakan model pemerintahan di mana negara memegang tanggung jawab utama dalam menjamin kesejahteraan masyarakatnya. Konsep welfare state tersebut adalah sebuah gagasan negara yang menggunakan sistem pemerintahan yang demokratis yang bertanggungjawab terhadap kesejahteraan rakyatnya.

Konsep welfare state bertujuan untuk mengurangi penderitaan masyarakat seperti kemiskinan, pengangguran, gangguan kesehatan dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, wefare state tidak hanya mencakup cara pengorganisasian kesejahteraan (welfare) atau pelayanan sosial (social service), melainkan menekankan setiap orang memperoleh pelayanan sosial sebagai haknya.

Melalui berbagai layanan publik yang komprehensif dan jaminan sosial yang kuat, pemerintah berusaha memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses yang memadai terhadap kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan, perumahan, dan perlindungan sosial. Sehingga secara umum, konsep welfare state bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi, serta memastikan kesejahteraan yang merata bagi semua lapisan masyarakat.

Dalam mewujudkan konsep welfare state, peran negara menjadi sangat krusial sehingga membutuhkan sebuah pemerintah yang kuat, tata kelola pemerintahan yang baik, serta administrasi pembangunan yang mumpuni. Pemerintah yang kuat adalah fondasi dari negara kesejahteraan yang efektif.

Kekuatan pemerintah dalam konteks tersebut bukan berarti otoritarianisme, melainkan kemampuan untuk menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan dengan efektif dan efisien. Tanpa pemerintahan yang kuat, upaya untuk menciptakan negara kesejahteraan yang adil dan merata akan terhambat oleh berbagai tantangan seperti korupsi, inefisiensi, dan ketidakstabilan politik.

Selain itu, tata kelola pemerintahan yang baik atau good governance pun menjadi kunci dalam implementasi welfare state. Hal tersebut lantaran good governance melibatkan prinsip-prinsip seperti transparansi, akuntabilitas, partisipasi publik, dan keadilan.

Tata kelola pemerintahan yang baik memastikan bahwa sumber daya publik dikelola secara efisien dan efektif, serta digunakan untuk kepentingan seluruh rakyat. Transparansi dalam pengelolaan anggaran dan program-program kesejahteraan memungkinkan masyarakat untuk mengetahui bagaimana dana publik digunakan, sehingga dapat mengurangi potensi penyalahgunaan dan korupsi.

Akuntabilitas memastikan bahwa pejabat publik bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan mereka, sementara partisipasi publik memungkinkan masyarakat untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi hidup masyarakat. Begitu juga administrasi pembangunan juga menjadi elemen penting dalam pelaksanaan welfare state.

Administrasi yang mumpuni harus mampu merumuskan kebijakan yang berdasarkan data dan bukti, mengelola sumber daya dengan efektif, serta memiliki sistem monitoring dan evaluasi yang kuat untuk memastikan bahwa program-program tersebut mencapai target yang telah ditetapkan.

Tak dipungkiri bahwa konsep welfare state, yang mendasarkan keberhasilan suatu negara pada kemampuannya untuk memberikan perlindungan dan meningkatkan kesejahteraan hidup bagi semua warganya, merupakan sebuah gagasan mulia.

Pasalnya, tanpa pemerintahan yang kuat dan tata kelola yang baik, maka idealisme welfare state dapat dengan mudah terkikis oleh kepentingan politik yang sempit, serta kebijakan kesejahteraan dapat dipolitisasi menjadi alat untuk kepentingan partai atau golongan tertentu.

Akibatnya, kebijakan yang seharusnya memperbaiki kondisi sosial masyarakat justru terdistorsi atau terabaikan. Lebih lanjut, tujuan kesejahteraan yang diinginkan semakin menjauh dari target yang telah ditetapkan, menyisakan kekecewaan dan ketidakpastian bagi masyarakat yang berharap pada perubahan positif.

Peran Subsidi dalam Welfare State


Selain peran pemerintah, program sosial juga memainkan peran krusial dalam membentuk landasan yang kokoh bagi welfare state. Program sosial bukan hanya merupakan upaya penyokong, tetapi juga simbol dari komitmen untuk memastikan bahwa tidak ada yang terpinggirkan.

Pasalnya, welfare state bukanlah sekadar tentang memberikan bantuan finansial bagi masyarakat yang membutuhkan. Welfare state membawa visi inklusif, di mana setiap warga negara memiliki akses yang adil terhadap layanan dasar seperti pendidikan, perumahan, kesehatan, dan pekerjaan yang layak. Tujuannya adalah untuk menciptakan masyarakat yang adil, seimbang, dan berkeadilan.

Pasalnya, subsidi seringkali dianggap sebagai instrumen yang efektif dalam mencapai tujuan welfare state. Dengan memberikan bantuan finansial atau harga yang disubsidi, pemerintah berharap dapat memastikan bahwa layanan penting seperti makanan, energi, transportasi, dan perumahan tetap terjangkau bagi mereka yang berpenghasilan rendah atau rentan.

Padahal, subsidi ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, subsidi dianggap sebagai alat yang efektif dalam memastikan akses yang lebih merata terhadap layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan perumahan bagi warga negara yang membutuhkan. Subsidi dapat membantu mengurangi ketimpangan sosial dan ekonomi dengan memberikan bantuan finansial langsung kepada mereka yang berada dalam situasi ekonomi yang sulit.

Di sisi lain, penggunaan subsidi juga memiliki tantangan, terutama dalam hal keberlanjutan keuangan dan potensi terjadinya distorsi pasar. Beban subsidi yang terlalu besar dapat mengganggu stabilitas anggaran pemerintah dan memicu ketergantungan yang merugikan bagi penerima bantuan.

Indonesia, sebagai salah satu negara yang juga mengadopsi konsep-konsep negara welfare state, tak luput dari permasalahan subsidi yang membebani anggaran. Meski tujuan utama subsidi adalah untuk membantu masyarakat yang membutuhkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, kenyataannya sering kali sebaliknya.

Program subsidi di Indonesia belum efektif dan kerap tidak tepat sasaran. Akibatnya, beban finansial yang dihasilkan dari subsidi tersebut menjadi beban yang cukup berat bagi anggaran pemerintah, menempatkan tekanan yang signifikan pada fiskal negara. Sebuah kenyataannya bahwa subsidi di Indonesia telah menjadi beban yang tak terbendung bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan bahkan menjadi candu bagi sebagian masyarakat.

Data Kementerian Keuangan RI (2024) mencatat bahwa mayoritas anggaran Perlindungan Sosial (perlinsos) dalam APBN dialokasikan untuk subsidi. Seperti di tahun 2024, sebanyak 68,57% dari total anggaran perlinsos dialokasikan untuk belanja subsidi yang diperuntukan bagi masyarakat.

Di Indonesia, belanja subsidi terbesar adalah subsidi energi. Pada tahun 2024, pemerintah Indonesia mengalokasikan anggaran sebesar Rp189,1 triliun untuk subsidi energi, yang mencakup subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), Liquefied Petroleum Gas (LPG), dan listrik.

Angka tersebut meningkat signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya untuk mengantisipasi terjadinya kenaikan harga minyak mentah dunia dan peningkatan permintaan dalam negeri. Akibatnya, di tahun 2024 ini, angka belanja subsidi energi dinilai merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah.

Subsidi sejatinya bersifat sementara dan bertujuan untuk mendorong individu, kelompok, atau masyarakat menjadi lebih baik, mandiri, dan mampu menanggung biaya kehidupan mereka secara mandiri. Melalui subsidi, pemerintah memberikan bantuan finansial untuk mengatasi hambatan ekonomi jangka pendek, memberikan kesempatan bagi penerima untuk memperbaiki kondisi ekonominya.

Subsidi seharusnya digunakan membantu mempercepat transisi dari ketergantungan pada bantuan pemerintah menuju kemandirian finansial, sehingga masyarakat dapat mengelola kehidupannya secara mandiri dan berkelanjutan. Pasalnya subsidi di Indonesia, terutama di sektor energi, sudah berlangsung sejak lama dan sudah seperti candu bagi masyarakat Indonesia.

Akibatnya, masyarakat susah melepaskan diri dari ketergantungan terhadap subsidi tersebut. Ketergantungan yang berlarut-larut tersebut lantas menyebabkan APBN terus membengkak, karena pemerintah harus mengalokasikan dana yang besar untuk mempertahankan subsidi energi.

Selain itu, jika subsidi dihentikan atau dikurangi, masyarakat rentan mengalami penurunan daya beli, karena harga energi yang lebih tinggi dapat menyebabkan peningkatan biaya hidup secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa subsidi energi, meskipun bermanfaat jangka pendek, dapat menimbulkan masalah ekonomi jangka panjang jika tidak dikelola dengan baik.

Bijak dalam Alokasi Subsidi


Welfare state tidak boleh hanya dilihat sebagai kumpulan program subsidi. Welfare state sejatinya adalah komitmen yang lebih dalam untuk menciptakan masyarakat yang inklusif dan berkeadilan. Meskipun subsidi merupakan salah satu instrumen yang digunakan dalam welfare state, fokus utama dari sistem tersebut adalah pada pemberdayaan masyarakat.

Artinya, subsidi tetap menjadi instrumen yang berguna, namun pemerintah perlu memastikan bahwa penggunaannya seimbang, berkelanjutan, dan tidak merugikan bagi jangka panjang. Welfare state merupakan manifestasi dari komitmen negara terhadap keadilan sosial.

Ini berarti bahwa setiap warga negara, terlepas dari latar belakang ekonomi atau sosial mereka, memiliki hak yang sama untuk mengakses peluang dan layanan dasar. Melalui redistribusi sumber daya, welfare state berusaha untuk mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi yang sering kali menjadi penghambat bagi kemajuan individu dan masyarakat secara keseluruhan.

Oleh sebab itu, program-program pendidikan, pelatihan keterampilan, dan layanan kesehatan gratis atau terjangkau seharusnya menjadi prioritas utama yang bertujuan untuk memberdayakan individu agar mampu mandiri dan berkontribusi positif terhadap masyarakat.

Salah satu pilar utama dari welfare state adalah inklusivitas yang memperjuangkan kesetaraan dan keadilan bagi semua warga. Masyarakat yang inklusif adalah masyarakat di mana setiap orang merasa diterima dan memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik.

Oleh sebab itu, seharusnya dengan menjembatani antara subsidi dengan pendidikan, pelatihan, dan kebijakan inklusif, maka negara dapat merangkul esensi sejati dari welfare state, yakni menciptakan masyarakat yang adil dan berkeadilan bagi semua.

Melalui pendidikan yang terjangkau dan pelatihan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja, masyarakat dapat memiliki akses yang sama terhadap kesempatan dan sumber daya untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.

Sementara itu, kebijakan inklusif membantu mengatasi disparitas sosial dan ekonomi, memastikan bahwa tidak ada yang tertinggal dalam pembangunan dan kemajuan negara. Alhasil, tujuan utama welfare state untuk menciptakan masyarakat yang adil dan berkeadilan bagi semua pun bisa terwujud. Semoga.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1438 seconds (0.1#10.140)