Cawapres Ma’ruf Amin: Perlu Rekonsiliasi untuk Menyatukan Bangsa

Selasa, 23 April 2019 - 07:10 WIB
Cawapres Ma’ruf Amin: Perlu Rekonsiliasi untuk Menyatukan Bangsa
Cawapres Ma’ruf Amin: Perlu Rekonsiliasi untuk Menyatukan Bangsa
A A A
JAKARTA - Pemilihan umum (pemilu) menimbulkan polarisasi masyarakat antarpendukung pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Jokowi-Ma’ruf Amin dan Prabowo-Sandi. Polarisasi tersebut harus segera disatukan kembali lewat upaya rekonsiliasi nasional.

Hal itu diungkapkan Ma’ruf Amin saat silaturahmi dan tasyakuran bersama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, kemarin. Menurut Ma'ruf, pilpres bukanlah ajang peperangan, melainkan memilih pimpinan nasional. Proses pemilihan sudah dilakukan dan saat ini semua pihak diminta untuk bersabar menunggu hasil yang masih dalam proses penghitungan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

“Dalam memilih pemimpin yang terbaik, kita sudah sepakat menyerahkan itu kepada rakyat. Karena itu, sebaiknya kita semua menerima hasil pilihan yang diberikan rakyat, dan nanti yang menentukan, yang menghitung jumlahnya, itu lembaga yang memang diberi mandat untuk itu (KPU)," ucapnya.

Ma'ruf menuturkan, semua pihak harus siap menerima hasil KPU. Maka itu, perlu ada kesadaran dan pentingnya rekonsiliasi untuk menyatukan kembali persatuan bangsa. “Keutuhan bangsa harus kita utamakan daripada kepentingan individu atau kelompok. Semua telah selesai. Mari kita menyatu kembali dan melakukan rekonsiliasi,” papar mantan rais aam PBNU itu.

Dia mengaku sangat bersyukur karena pelaksanaan pileg dan pilpres secara umum berlangsung aman, damai, kondusif, jujur, dan adil, tanpa ada kejadian apa pun yang signifikan. "Puji syukur karena quick count (hitung cepat) kebetulan memenangkan Pak Jokowi dan saya. Tapi, baru di quick count, belum di real count (hitung manual). Karena itu, jangan dipanggil wapres dulu. Jangan dulu. Tahan dulu karena belum ditetapkan KPU. Mudah-mudahan real count (juga menang) amin," harapnya.

Ma’ruf berharap selama proses menunggu hasil hitung manual yang dilakukan KPU yang akan berakhir hingga 22 Mei mendatang tidak ada kejadian apa pun yang mengganggu keamanan dan ketertiban bangsa. "Aman dan tenteram supaya negeri tetap aman. Dan, kepada seluruh keluarga NU saya ucapkan terima kasih," tuturnya.

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengatakan, PBNU sengaja menggelar tasyakuran atas lancarnya pelaksanaan pileg dan pilpres dengan aman dan damai. "Kita bandingkan dengan negara lain, setiap pemilu pasti banyak korban. Tapi, negara kita ini ternyata lebih unggul, lebih mulia, lebih dewasa dalam berbangsa dan bernegara daripada saudara kita umat Islam di negara lain," paparnya.

Said mengajak semua pihak untuk memelihara kedewasaan dan kematangan dalam berbangsa dan bernegara. "Kita harus lebih punya karakter, lebih dewasa lagi, lebih matang lagi. Kita rawat NKRI yang ke depan insya Allah akan jadi contoh, akan mendapatkan apresiasi dari dunia internasional, mayoritas penduduk beragama Islam, ternyata mampu berdemokrasi, berhasil berdemokrasi," urainya.

Menurut Said, hal itu menunjukkan bahwa rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam sudah memahami bahwa Islam dan demokrasi tidak saling bertentangan, bahkan saling memperkuat. "Demokrasi diberi spirit oleh agama Islam, Islam lebih kuat oleh sistem demokrasi. Akhirnya saling memperkuat. Salah besar kalau ada yang menganggap bahwa Islam tidak mengenal demokrasi," paparnya.

Said mengatakan di zaman Nabi Muhammad SAW dan Khulafaur Rasyidin, sudah ada demokrasi. Buktinya, setiap memecahkan masalah harus dengan musyawarah dengan mengambil pendapat terbanyak sebagai rujukan keputusan. "Hanya formulanya beda, antara demokrasi zaman Nabi Muhammad dengan sekarang, tapi esensinya sama," paparnya.

Karena itu, kata dia, sistem demokrasi sudah menjadi salah satu pilihan yang paling terbaik dalam bernegara dan berbangsa. "Kita semua bersyukur karena mampu menunjukkan ke dunia internasional, Islam di Indonesia telah betul-betul bisa membangun budaya, membangun peradaban, membangun sistem demokrasi yang baik dengan aman damai, berlangsung dengan lancar sekali. Boleh dibilang tidak ada kasus, boleh dibilang karena saking kecilnya (temuan kasus terkait pemilu)," tandasnya.

Ke depan pihaknya mengajak semua pihak merajut kembali persatuan dan kesatuan bangsa. "Pemilu telah selesai, pilpres telah selesai. Selanjutnya, kita sabar menunggu hasil rekapitulasi perhitungan suara yang akan diumumkan KPU tanggal 22 Mei. Kita sabar menunggu itu," serunya.

Said juga menyampaikan gagasan NU untuk Indonesia lima tahun ke depan yang disampaikan kepada Jokowi dan Ma'ruf Amin. Dia mengatakan, NU sejak didirikan mengemban dua amanat yakni keagamaan (diniyah) dan kebangsaan (wathaniyah) yang menjadi landasan prinsip NU dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Karena itu, NU memandang perlunya langkah strategis guna mengimplementasikan cita-cita membangun bangsa yang maju, bermartabat, serta berperadaban mulia. "Pertama, dalam bidang pendidikan mengutamakan pembangunan manusia yang menitikberatkan pada pendidikan karakter. Langkah ini bisa ditempuh dengan salah satunya memberi perhatian lebih kepada pendidikan pesantren sebagai basis tempat pertumbuhan Islam moderat," ucapnya.

Menurut Said, pesantren sampai saat ini masih belum mendapatkan tempat yang strategis di mata negara. Dengan jumlah yang mencapai puluhan ribu, pesantren hanya diurus oleh salah satu direktorat di bawah Kementerian Agama. “Ke depan harus ada upaya dan langkah lebih serius dan strategis untuk memperhatikan pesantren," harapnya. Salah satu usulan hasil Munas NU di Lombok pada 2017 adalah diangkatnya Menteri Urusan Pesantren.

Langkah lain bisa ditempuh dengan cara melakukan revisi dan revitalisasi UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memungkinkan upaya peningkatan mutu guru yang tidak dihambat oleh UU Otonomi Daerah serta menindaklanjuti Perpres No 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Pemerintah diminta untuk membuat kebijakan operasional dan anggaran di sekolah dan madrasah tanpa membeda-bedakan sekolah negeri dan swasta.

Kedua, mengarusutamakan pembangunan manusia berbasis pada nilai-nilai moderatisme. Langkah ini bisa ditempuh dengan jalan melihat kembali postur kurikulum dalam pendidikan, utamanya pendidikan keagamaan. Ketiga, membangun perekonomian yang bukan saja menekankan pertumbuhan, namun lebih dari itu berbasis pemerataan.

Keempat, mendorong percepatan implementasi gagasan ekonomi keumatan dan ekonomi Islam. “Poin kelima adalah membangun iklim berbangsa dan bernegara serta kehidupan politik yang lebih sejuk berasaskan pada nilai-nilai moderatisme. Segala bentuk pengingkaran terhadap dasar-dasar negara harus ditindak tegas," tutupnya.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0112 seconds (0.1#10.140)