KPU Usulkan Santunan KPPS Meninggal Sebesar Rp30 Juta

Selasa, 23 April 2019 - 06:35 WIB
KPU Usulkan Santunan KPPS Meninggal Sebesar Rp30 Juta
KPU Usulkan Santunan KPPS Meninggal Sebesar Rp30 Juta
A A A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan pemberian santunan untuk keluarga anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia kepada pemerintah. KPU juga mengusulkan pemberian santunan kepada anggota KPPS yang mengalami kecelakaan dan terluka dalam tugas.

Ketua KPU Arief Budiman mengungkapkan, usulan besaran santunan untuk keluarga anggota KPPS yang meninggal dunia Rp30-36 juta, santunan untuk anggota KPPS yang mengalami kecelakaan dan mengakibatkan cacat fisik maksimal Rp30 juta serta santunan untuk anggota KPPS yang menderita luka maksimal Rp16 juta.

Menurut Arief, besaran usulan tersebut merupakan hasil rapat internal KPU. Rencananya, usulan tersebut akan disampaikan KPU ke Kementerian Keuangan untuk dibahas bersama. “Termasuk mekanisme penyediaan anggarannya, mekanisme pencairannya dan lain-lain,” kata Arief di Gedung KPU, Jakarta, kemarin.

Dia mengatakan, usulan dan pembahasan dengan pemerintah harus dilakukan karena KPU tidak memiliki anggaran santunan bagi penyelenggara pemilu bersifat adhoc. Melalui konsultasi dengan Kementerian Keuangan, KPU berharap mendapat kejelasan pos anggaran mana yang bisa dialihlokasikan untuk santunan KPPS. “Yang jelas, KPU memiliki anggaran yang belum dipakai dan ada pula dana hasil penghematan,” terang Arief.

Sebelumnya, Arief dan jajaran KPU telah menyampaikan rasa duka mendalam dan keprihatinan atas banyaknya petugas pemilu yang meninggal dan sakit saat tengah bertugas. Berdasarkan data terakhir yang dikumpulkan KPU, hingga menjelang magrib kemarin sudah 91 ketua dan anggota KPPS meninggal dunia saat bertugas menyukseskan Pemilu Serentak 2019. Selain itu, terdapat sedikitnya 374 ketua dan anggota KPPS yang sakit saat bertugas.

Sakit yang diderita bervariasi. Sebagian besar didorong faktor kelelahan. Mereka tersebar di 20 provinsi yakni di semua provinsi di Jawa kecuali DKI, Bali, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Riau, Lampung, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Maluku.

Korban juga banyak dari kalangan pengawas pemilu. Hingga sore kemarin, sedikitnya 26 pengawas TPS, anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) desa/kelurahan dan kecamatan serta anggota Bawaslu kabupaten/kota meninggal dunia. Angka ini bertambah 12 orang dibanding sehari sebelumnya, Minggu (21/4).

Selain itu sebanyak 85 pengawas pemilu sedang menjalani rawat inap, 137 orang rawat jalan, 15 orang mengalami kekerasan, dan 74 orang kecelakaan saat bertugas. Keluarga besar Polri juga berduka. Hingga kemarin sedikitnya 15 polisi meninggal dunia saat mengawal keamanan jalannya proses persiapan, pemungutan dan penghitungan suara.

Anggota KPU Wahyu Setiawan meminta pemerintah memberi tunjangan kepada para petugas yang bekerja di tempat pemungutan suara (TPS). Waktu kerja mereka tak hanya pada hari H pelaksanaan tapi juga beberapa hari sebelumnya dan nonstop hingga hari sesudahnya untuk proses penghitungan.

"Sudah saatnya negara memperhatikan jaminan kesehatan para penyelenggara pemilu yang bersifat adhoc ini karena beban pekerjaan mereka luar biasa," ujarnya. Dia mengusulkan jaminan kesehatan bagi KPPS diatur dalam undang-undang pemilu agar masuk dalam struktur anggaran pelaksanaan pemilu selanjutnya.

Anggota Bawaslu Mochammad Afifudin berharap banyaknya penyelenggara dan petugas pengamanan pemilu meninggal dan sakit menjadi bahan pertimbangan bersama untuk merumuskan pemilu yang lebih efektif. “Mereka semua gugur dalam tugas. Jangan sampai terulang,” ujarnya. Dia mengungkapkan, Bawaslu juga sudah mengusulkan santunan kepada jajaran pengawas pemilu yang meninggal dunia.

Presiden Joko Widodo sore kembali menyampaikan ucapan duka cita kepada keluarga para anggota KPPS, pengawas pemilu dan polisi yang meninggal dunia. “Mereka adalah pejuang demokrasi yang meninggal dalam tugas. Sekali lagi, atas nama negara dan masyarakat saya mengucapkan duka yang sangat mendalam,” tuturnya di Jakarta, kemarin.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengaku masih menunggu identitas lengkap para korban dari jajaran KPU dan Bawaslu yang akan diberi santunan. Hingga kemarin, pihaknya baru menerima identitas lengkap personel Polri yang meninggal saat mengawal keamanan pemilu serentak. “Tapi saya yakin pemerintah pasti memberi perhatian,” jaminnya.

Dia sepakat, sistem pemilu berikutnya harus lebih efektif dan efisien. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berjanji akan mempelajari usulan KPU dan mekanisme anggaran untuk santunan bagi para anggota KPPS yang meninggal, sakit dan kecelakaan. “Saya tahu ini jumlah yang meninggal dunia dan sakit ternyata cukup banyak. Saya akan lihat bagaimana mekanisme anggaran untuk bisa men-support-nya,” kata Sri Mulyani di Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.

Sementara itu, setelah mencermati banyaknya penyelenggara pemilu yang meninggal dan sakit akibat kelelahan, Pemerintah Kota Depok menyiagakan sejumlah tim medis di setiap kecamatan. Mereka ikut mengawal kelancaran jalannya proses rekapitulasi hasil penghitungan suara.

“Kami siagakan juga ambulans, obat-obatan maupun vitamin dan RSUD Depok sebagai rumah sakit rujukan. Semua biaya kami tanggung," kata Wakil Wali Kota Depok, Pradi Supriatna. Dari Bandung dilaporkan, Pemerintah Jawa Barat telah menyiapkan santunan bagi keluarga 37 anggota KPPS dan 2 anggota Polri di Jabar yang meninggal dunia saat menjalankan tugas menjaga pemilu.

"Kami berduka. Mereka telah gigih berjuang demi pemilu. Mereka pejuang demokrasi," ujar Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Kapolda Jabar Irjen Pol Agung Budi Maryoto mengatakan, dua anggota Polri yang gugur saat pengamanan TPS dinaikkan pangkatnya satu tingkat lebih tinggi.

Ketua Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia, Jimly Asshiddiqie mengaku prihatin banyak petugas pemilu meninggal dunia dan sakit karena kelelahan. Karena itu, dia mengusulkan pemilu serentak selanjutnya dilaksanakan bertahap dan bertingkat.

“Misalnya pemilihan presiden serentak dengan pemilihan anggota DPR. Pemilihan gubernur serentak dengan DPRD provinsi. Pemilihan bupati atau wali kota serentak dengan DPRD kabupaten atau kota,” terangnya.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6538 seconds (0.1#10.140)