BPIP Keluarkan 5 Rekomendasi terkait Larangan Salam Lintas Agama

Senin, 10 Juni 2024 - 22:00 WIB
loading...
BPIP Keluarkan 5 Rekomendasi...
Anggota Dewan Pengarah BPIP Amin Abdullah. Foto: lldikti5.kemdikbud.go.id
A A A
JAKARTA - Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengeluarkan lima sikap dan rekomendasi terkait hasil ijtima Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai larangan salam lintas agama dan selamat hari raya keagamaan. BPIP menilai hasil ijtima tersebut mengancam eksistensi Pancasila dan berpotensi merusak kemajemukan.

Anggota Dewan Pengarah BPIP Amin Abdullah mengatakan, Indonesia adalah Negara besar dengan berbagai suku, agama dan kepercayaan, ras, dan golongan. Kebinekaan ini adalah kekayaan yang harus dipelihara dan jaga bersama. Toleransi antarumat beragama menjadi salah satu kunci untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.



Karena itu, sebagai negara yang berlandaskan Pancasila, Indonesia harus memperkuat semangat toleransi dan keberagaman bukan merusak sendi-sendi persatuan.

Kekuatan Indonesia juga tercermin dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang telah menjadi perisai dalam menjaga keutuhan hidup berbangsa dan bernegara sejak zaman nenek moyang sehingga toleransi, semangat pluralisme, dan kerukunan beragama telah hidup secara kultural menjadi bagian dari identitas bangsa Indonesia.

Kekayaan keberagaman dan eksistensi atas toleransi ini mendapatkan tantangan dari adanya organisasi masyarakat (ormas) keagamaan yang mencoba membangun hegemoni dengan tafsir tunggal mengenai pelarangan terhadap ucapan salam lintas agama dan selamat hari raya keagamaan. Hal ini dianggap memiliki dimensi peribadatan dan doa.

"Terbitnya hasil ijtima ini akan berpotensi merusak kemajemukan bagi warga negara karena realitasnya bangsa Indonesia ini terdiri dari 714 etnis, keragaman agama, dan kepercayaan," ujarnya, Senin (10/6/2024).

Eksistensi ini telah berlangsung ratusan tahun hidup berdampingan secara damai sekaligus menjadi kearifan bangsa, sehingga negara tidak boleh tunduk kepada hasil ijtima yang menyebabkan terjadinya eksklusivitas dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.

Secara eksistensi, MUI tercatat sebagai sebuah organisasi masyarakat yang harus tunduk dan taat pada Pancasila dan UU Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang regulasi tersebut mengatur setiap ormas berkewajiban untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan NKRI.

"Penerbitan hasil ijtima MUI mengenai pelarangan ucapan salam lintas agama dan selamat hari raya keagamaan, jelas menegasikan kewajiban ormas sebagaimana diatur dalam Pasal 21 huruf b UU Organisasi Kemasyarakatan di atas," ucapnya.

Dia menyebut BPIP sebagai representasi negara yang bertugas menginternalisasi nilai-nilai Pancasila memiliki peran untuk memastikan kesatuan dan keutuhan berbangsa dan bernegara dapat terjaga agar eksistensi negara ini tidak diintervensi oleh dominasi kekuatan agama tertentu.

"Pertama secara teologis, terdapat perbedaan antara agama dan pemikiran agama, agama dan penafsiran agama. Hasil ijtima adalah pemikiran agama yang memiliki tafsir yang majemuk bukan mutlak sehingga tidak memiliki kebenaran yang tunggal dan absolut," kata Amin.

Hasil ijtima harus dibentuk atas perspektif yang luas, termasuk mempertimbangkan dokumen dan kesepakatan internasional seperti The Amman Message, 9 November 2004; Marrakesh Declaration, 25-27 Januari 2016, tentang Hak-hak Minoritas Beragama di Dunia Islam; Abu Dhabi Declaration, 4 Februari 2019, tentang Persaudaraan Umat Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Kehidupan Bersama (Declaration on Human Fraternity for World Peace and Living Togerher); juga kesimpulan seminar internasional, Universitas Al-Azhar, Kairo, 27-28 Januari 2020; serta harus diuji secara publik.

Pancasila sebagai ijtihad yang sudah disepakati oleh semua pihak (sehingga menjadi ijma/konsensus tertinggi, terlengkap, dan paling mengikat/binding) memiliki derajat keislaman yang telah diuji dan dibuktikan secara substantif. Pancasila tidak dihegemoni oleh ajaran agama tertentu, namun Pancasila
merepresentasi substansi dari ajaran agama.

Dalam negara Pancasila, ajaran Islam yang bersifat “Ubuddiyyah” dipegang teguh secara pribadi dan menjadi spirit dan inspirasi dalam mengaktualisasi moralitas diri menjadi manusia yang berkualitas dalam bermuamalah, baik bermuamalah secara sosial maupun berkenegaraan.

Agama menjadi inspirasi batin dalam merepresentasikan nilai kemanusiaan dan persatuan yang tinggi, sehingga semakin beragama seseorang, semakin menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila.

"Kedua, secara sosiologis hasil ijtima tentang pelarangan ucapan salam lintas agama dan selamat hari raya keagamaan mengancam eksistensi Pancasila dan keutuhan hidup berbangsa yang sejak dahulu kala telah terkristalisasi menjadi sebuah kearifan lokal," ujar Amin.

Tradisi ini telah menjadi bagian yang diwariskan sejak ratusan tahun oleh nenek moyang kita. Keutuhan bangsa yang telah hidup ratusan tahun ini tidak boleh direduksi oleh kelompok keagamaan tertentu yang berpotensi mempolarisasi, mendisharmonisasi, dan mendisintegrasi keutuhan berbangsa.

Ketiga, secara yuridis Islam, hasil ijtima yang dibuat hanya memiliki daya yang mengikat secara internum umat muslim dalam forum keagamaan muslim, sehingga tidak boleh dipaksakan ke dalam forum publik secara eksternum karena akan mereduksi nilai-nilai persatuan dan penghargaan terhadap kemajemukan berbangsa.

Keempat, secara konstitutif, Pancasila sebagai dasar hukum tertinggi harus menjadikan seluruh kebijakan tunduk dan mengacu pada nilai-nilai Pancasila. Pancasila menjadi pedoman dalam setiap penyusunan produk hukum dan kebijakan yang menyangkut kepentingan umum.

Kelima, kehadiran negara dan peran masyarakat sangat dibutuhkan untuk menjaga eksistensi Pancasila di ruang publik demi terciptanya kesetaraan bagi setiap warga negara.

"Setiap insan yang telah menyatakan dirinya sebagai bangsa Indonesia dan memiliki KTP Warga Negara Indonesia, wajib melaksanakan konsensus Pancasila, yang dalam hal ini dengan melaksanakan toleransi
dan menghormati perbedaan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika," ucapnya.
(jon)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1435 seconds (0.1#10.140)