Jelang Musim Kemarau, Politikus Gerindra Ingatkan Potensi Karhutla
loading...
A
A
A
"Hutan Indonesia ini adalah hutan tropis, yang membutuhkan air. Dengan terus membasahi hutan, seperti Malaysia dan Papua Nugini yang melakukan penyiraman hutan dengan menggunakan pesawat," tuturnya.
"Maka tanaman itu tidak akan kering. Daun hijau itu mengandung 80 persen air dan tidak akan mudah terbakar. Tapi itu hanya bertahan 21 hari. Jadi, harus ada langkah pencegahan tanaman itu mengering. Caranya, ya dengan melakukan penyiraman seminggu sekali," sambungnya.
Selain itu lanjutnya, pemerintah juga harus mempersiapkan infrastrukturnya dan memastikan sinergi antara kementerian terjalin dengan baik.
"Kalau mau melakukan penyiraman secara rutin, artinya pesawatnya juga harus ada. Artinya, ada sinergi antara KLHK, Kemenhub atau TNI. Tidak ada lagi, yang namanya saling lempar tanggung jawab," ujarnya.
"Misal, KLHK mau melakukan penyiraman tapi pesawatnya tidak ada. SDM-nya juga harus yang kompeten, dalam menganalisa dampak karhutla hingga melakukan rancangan pencegahan. Jangan, membuat analisa asal-asalan, yang akhirnya membuat pencegahan karhutla tidak optimal," kata BHS.
Jika terjadi kebakaran, Pemerintah pun harus bisa mempersiapkan alat dan cara pemadaman yang optimal, sehingga karhutla bis ditanggulangi dengan cepat.
"Bagi wilayah terdampak, pemerintah juga harus menyediakan masker, tenaga medis, dan yang paling penting adalah alat pelindung bagi tenaga lapangan yang terjun langsung ke lokasi karhutla," ujarnya.
Ia menegaskan, pemerintah harus paham bahwa karhutla ini tidak hanya merugikan masyarakat di lokasi terdampak.
"Tapi juga, mempengaruhi ekonomi nasional, anggaran negara, hingga kota-kota yang harus mengalami polusi udara, kabut, asap, karena adanya karhutla. Karena, ada angin, yang bisa membawa asap karhutla hingga jauh dari lokasi kebakarannya," ujarnya lagi.
Ia meminta semua pihak untuk berhenti memberikan analisa asal-asalan dan menimpakan kesalahan pada fenomena alam.
"Maka tanaman itu tidak akan kering. Daun hijau itu mengandung 80 persen air dan tidak akan mudah terbakar. Tapi itu hanya bertahan 21 hari. Jadi, harus ada langkah pencegahan tanaman itu mengering. Caranya, ya dengan melakukan penyiraman seminggu sekali," sambungnya.
Selain itu lanjutnya, pemerintah juga harus mempersiapkan infrastrukturnya dan memastikan sinergi antara kementerian terjalin dengan baik.
"Kalau mau melakukan penyiraman secara rutin, artinya pesawatnya juga harus ada. Artinya, ada sinergi antara KLHK, Kemenhub atau TNI. Tidak ada lagi, yang namanya saling lempar tanggung jawab," ujarnya.
"Misal, KLHK mau melakukan penyiraman tapi pesawatnya tidak ada. SDM-nya juga harus yang kompeten, dalam menganalisa dampak karhutla hingga melakukan rancangan pencegahan. Jangan, membuat analisa asal-asalan, yang akhirnya membuat pencegahan karhutla tidak optimal," kata BHS.
Jika terjadi kebakaran, Pemerintah pun harus bisa mempersiapkan alat dan cara pemadaman yang optimal, sehingga karhutla bis ditanggulangi dengan cepat.
"Bagi wilayah terdampak, pemerintah juga harus menyediakan masker, tenaga medis, dan yang paling penting adalah alat pelindung bagi tenaga lapangan yang terjun langsung ke lokasi karhutla," ujarnya.
Ia menegaskan, pemerintah harus paham bahwa karhutla ini tidak hanya merugikan masyarakat di lokasi terdampak.
"Tapi juga, mempengaruhi ekonomi nasional, anggaran negara, hingga kota-kota yang harus mengalami polusi udara, kabut, asap, karena adanya karhutla. Karena, ada angin, yang bisa membawa asap karhutla hingga jauh dari lokasi kebakarannya," ujarnya lagi.
Ia meminta semua pihak untuk berhenti memberikan analisa asal-asalan dan menimpakan kesalahan pada fenomena alam.