Hasil Survei Indikator Politik: Bansos Covid-19 Tidak Tepat Sasaran
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mayoritas kalangan elite di Indonesia menilai bantuan sosial (Bansos) yang disalurkan pemerintah untuk menangani dampak Pandemi Covid-19 belum tepat sasaran. Hal tersebut tergambar dalam survei Pemuka Opini Indikator Politik Indonesia bertajuk Efek Kepemimpinan dan Kelembagaan dalam Penanganan Covid-19 yang diumumkan hari ini.
Adapun pertanyaan yang diajukan ke responden adalah secara umum menurut ibu atau bapak, bagaimana kemampuan pemerintah pusat dalam mengidentifikasi warga yang sangat terdampak wabah Covid-19 sehingga harus diberi bantuan. "Mayoritas menilai buruk atau sangat buruk, 59,2%," ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam rilis survei secara daring, Kamis (20/8/2020). (Baca juga: Survei Indikator Ungkap Penilaian Publik Soal Bantuan Corona Pemerintah)
Sementara itu, 37,2% responden menjawab baik, 2,6% responden lainnya menjawab sangat baik. Kemudian, 1,0% responden menjawab tidak tahu atau tidak menjawab. Adapun responden survei itu adalah pemuka opini nasional dan daerah (provinsi), yakni sebanyak 304 orang dari 20 Kota di Indonesia. 20 kota itu adalah Banda Aceh, Medan, Padang, Palembang, Bandar Lampung, DKI Jakarta, Bogor, Bandung, Semarang, Jogjakarta, Surabaya, Serang, Denpasar, Mataram, Kupang, Banjarmasin, Balikpapan, Manado, Makassar dan Jayapura.
Selain itu, para responden adalah tokoh yang memiliki informasi lebih luas dibandingkan masyarakat umum tentang penanggulangan Covid-19 di Indonesia. Mereka di antaranya akademisi yang menjadi rujukan media, redaktur politik dan kesehatan media, pengusaha, pengamat kesehatan, sosial dan politik, tokoh organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, LSM, dan organisasi profesi. (Baca juga: MNC Peduli Salurkan Sembako untuk Pekerja Alih Daya Terdampak Covid-19)
Karena tidak tersedianya data populasi pemuka opini, maka pemilihan responden tidak dilakukan secara random. Pemilihan responden dilakukan secara purposif, terutama dicari dari media massa nasional atau daerah.
Maka itu, hasil survei itu diklaim lebih mencerminkan penilaian responden, dan bukan populasi seluruh pemuka opini di Indonesia. "Namun karena jumlah responden survei ini cukup banyak, dan terdiri dari pemuka opini yang sering menjadi rujukan, maka hasil survei ini cukup menyuarakan penilaian pemuka opini pada umumnya," katanya.
Adapun pertanyaan yang diajukan ke responden adalah secara umum menurut ibu atau bapak, bagaimana kemampuan pemerintah pusat dalam mengidentifikasi warga yang sangat terdampak wabah Covid-19 sehingga harus diberi bantuan. "Mayoritas menilai buruk atau sangat buruk, 59,2%," ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam rilis survei secara daring, Kamis (20/8/2020). (Baca juga: Survei Indikator Ungkap Penilaian Publik Soal Bantuan Corona Pemerintah)
Sementara itu, 37,2% responden menjawab baik, 2,6% responden lainnya menjawab sangat baik. Kemudian, 1,0% responden menjawab tidak tahu atau tidak menjawab. Adapun responden survei itu adalah pemuka opini nasional dan daerah (provinsi), yakni sebanyak 304 orang dari 20 Kota di Indonesia. 20 kota itu adalah Banda Aceh, Medan, Padang, Palembang, Bandar Lampung, DKI Jakarta, Bogor, Bandung, Semarang, Jogjakarta, Surabaya, Serang, Denpasar, Mataram, Kupang, Banjarmasin, Balikpapan, Manado, Makassar dan Jayapura.
Selain itu, para responden adalah tokoh yang memiliki informasi lebih luas dibandingkan masyarakat umum tentang penanggulangan Covid-19 di Indonesia. Mereka di antaranya akademisi yang menjadi rujukan media, redaktur politik dan kesehatan media, pengusaha, pengamat kesehatan, sosial dan politik, tokoh organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, LSM, dan organisasi profesi. (Baca juga: MNC Peduli Salurkan Sembako untuk Pekerja Alih Daya Terdampak Covid-19)
Karena tidak tersedianya data populasi pemuka opini, maka pemilihan responden tidak dilakukan secara random. Pemilihan responden dilakukan secara purposif, terutama dicari dari media massa nasional atau daerah.
Maka itu, hasil survei itu diklaim lebih mencerminkan penilaian responden, dan bukan populasi seluruh pemuka opini di Indonesia. "Namun karena jumlah responden survei ini cukup banyak, dan terdiri dari pemuka opini yang sering menjadi rujukan, maka hasil survei ini cukup menyuarakan penilaian pemuka opini pada umumnya," katanya.
(cip)