Kepala BKKBN Apresiasi Penurunan Angka Stunting di Kabupaten Maluku Tenggara

Selasa, 28 Mei 2024 - 16:20 WIB
loading...
Kepala BKKBN Apresiasi...
Kepala BKKBN Dokter Hasto mengapresiasi penurunan angka stunting di Kabupaten Maluku Tenggara. Foto/istimewa
A A A
JAKARTA - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dokter Hasto melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Maluku. Kunjungan tersebut dalam rangka penguatan Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting (PPS).

Dalam kunjungan tersebut, Hasto menyampaikan sambutannya pada Kegiatan Rapat Tim Percepatan Penurunan Stunting bersama Mitra Kerja dan Stakeholder, di Aula Kantor Bupati Maluku Tenggara. Hasto menyampaikan lima pilar dalam strategi nasional PPS.

Antara lain, peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan di kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan pemerintah desa; peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat.

Termasuk juga peningkatan konvergensi intervensi spesifik dan sensitif di kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan pemerintah desa; Peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada individu, keluarga dan masyarakat; dan penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset dan inovasi.



"Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) serta Percepatan Penurunan Stunting di Kabupaten Maluku Tenggara mengalami trend positif dari waktu ke waktu," ucapnya, Selasa (28/5/2024).

Berdasarkan laporan kinerja instansi pemerintah 2023, tercatat angka persentase pemakaian kontrasepsi di provinsi tersebut tercatat 74,20% dari 72,19% pada 2022. Sedangkan persentase efektif sebesar 19,7% dibandingkan 19,36% pada 2022.



Plt. Bupati Maluku Tenggara Jasmono yang menyampaikan, stunting di Kabupaten Maluku Tenggara menunjukkan progres cukup positif. Berdasarkan data elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM), angkanya menunjukkan penurunan cukup positif.

Paling tidak penurunan stunting bisa mencapai apa yang sudah ditetapkan secara nasional yaitu 14% pada 2024. "Selain itu, pemerintah daerah juga sudah melakukan kombinasi, melakukan pendataan, penimbangan serta intervensi bagi seluru ibu hamil , bayi di bawah lima tahun dan calon pengantin yang akan mulai dilaksanakan Juni 2024,” ucap Jasmono.

Diakui Jasmono, Sumber Daya Alam (SDA) di wilayah tersebut sangat melimpah. "Kita memiliki ikan yang sangat melimpah, tetapi harus kita manfaatkan secara optimal untuk mempercepat angka penurunan stunting di Kabupaten Maluku Tenggara.

"Gizi ikan sangat besar. Ini harus kita sosialisasikan pada masyarakat kita jangan sampai di setiap daerah kita lebih suka mengonsumsi mie daripada ikan. Bahkan ada yang menjual ikan, kemudian hasilnya dipakai untuk membeli dan mengonsumsi mie," ucapnya.

Dalam upaya penurunan stunting, pemerintah daerah juga telah meluncurkan sebuah inovasi yang dikenal dengan sebutan Jekopabesting (Jemput, Konseling, Pasang, Bebas Aman Stunting). Inovasi ini mendapatkan apresiasi dan penghargaan dari Pemerintah Provinsi Maluku sebagai inovasi terbaik kedua pada ajang Maluku pada 2024.

Berdasarkan surat edaran bupati, pemerintah daerah juga telah menetapkan kebijakan penanggulangan stunting melalui inovasi rumah singgah. "Ini merupakan inovasi daerah yang kemudian dikembangkan oleh kita sebagai implementasi PPS di Kabupaten Maluku Tenggara," katanya.

Rumah singgah ini menjadi sarana dalam melaksanakan enam kegiatan pokok, yaitu pemberian makanan tambahan bagi balita gizi kurang, pemberian makanan tinggi protein bagi balita stunting, stimulasi tumbah kembang anak, pengukuran antropometri secara bertahap bagi balita dan ibu hamil, pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi, dan pendampingan minuman tablet tambah darah bagi ibu hamil.

"Melalui intervensi ini diharapkan target percepatan penurunan stunting dapat dicapai. Program ini kita luncurkan untuk dapat menjangkau daerah daerah yang selama ini memiliki angka stunting cukup tinggi,” katanya.

Terkait prestasi yang telah diraih Kabupaten Maluku Tenggara, Hasto menilai. inovasi Bupati Maluku Tenggara sangat luar biasa. Terbukti juga bisa menurunkan angka perkawinan usia muda.

"Paling rendah seprovinsi. Pada umumnya jumlah perkawinan yang paling rendah terjadi di wilayah kota. Hanya di Maluku yang juaranya justru Kabupaten Maluku Tenggara untuk kawin usia muda. Bahkan sangat mengejutkan perempuan kawin rata-rata usia 24 tahun. Itu wow banget," ucapnya.

Hasto membandingkan capaian itu dengan level nasional. Di nasional mengejar usia 23 tahun saja tertatih-tatih. Hari ini angka rata-rata usia kawin 22 tahun.

"Pesan saya juga jangan terlalu tua. Kalau jomblonya terlalu lama, tidak baik bagi perempuan. Karena kehamilan di atas 35 tahun juga berisiko tinggi. Makanya, saya apresiasi mencegah stunting dimulai dari keluarga yang betul-betul patuh dan menikah di usia dewasa," katanya.

Hasto berharap Kabupaten Maluku Tenggara terus melakukan pengukuran serentak terkait data stunting di wilayah tersebut. Selanjutnya dilihat lagi melalui penimbangan di Juni. Menteri Kesehatan yang akan mereview angka itu, karena data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) belum dapat dikonfirmasi.

"Sampel SKI masih sedikit. Kalau sampelnya sedikit belum tentu mewakili, sehingga angkanya itu belum tentu benar. Sehingga yang kita tunggu bulan Mei-Juni ini lakukanlah pengukuran serentak dulu," kata Hasto.

"Angka stunting tidak usah dipikirkan dulu. Saya lebih percaya angkanya Pak Bupati yang dari e-PPGBM di mana angkanya sudah 16%. Makanya, Pak Menteri Kesehatan dan Pak Wapres minta di review. Jadi, tidak usah berkecil hati," ujarnya.

Hasto menambahkan di Maluku satu perempuan rata-rata melahirkan 2,5 anak, tertinggi terjadi di NTT. Pada prinsipnya jarak kelahiran antaranak penting dipahami, minimal tiga tahun. Pasalnya, stunting juga disebabkan jarak kelahiran yang terlalu dekat.

"Kalau baru menyusui sudah hamil, waduh itu celaka betul. Untuk itu, jarak hamilnya dibuat tiga tahun, menyusui dua tahun atau 24 bulan," pungkasnya.

Diingatkan, Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) penting diturunkan. Ini karena derajat kesehatan suatu wilayah diukur dari angka kematian ibu dan bayi. Kalau angka kematian ibu dan bayi tinggi, derajat kesehatan suatu wilayah itu rendah di mata WHO dan negara-negara lain.

"Kita dianggap rendah kalau kematian ibu dan bayinya tinggi. Kalau angka kematian ibunya tinggi, bayinya banyak yang terlantar akhirnya bayinya stunting," imbuhnya.

Hasto mengingatkan jangan sampai masyarakat menua tapi belum kaya, karena akan membebani generasi produktif. Sehingga jendela peluang bonus demografi sulit diraih. Secara nasional, kata Hasto puncak bonus demografi terjadi pada 2025. Namun kenyatannya maju menjadi di 2020. Hal ini karena jumlah orang tua semakin banyak. "Bonus demografi itu sulit dicegah," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Hasto meluncurkan Sekolah Lansia di Kabupaten Maluku Tenggara di Desa Wearlilir. Hasto menyebut baru pertama kali ia me-launching Sekolah Lansia di tingkat desa.

Dalam kunjungannya, Hasto juga memberikan kuliah umum mengenai Perguruan Tinggi Peduli Kependudukan di Kampus Politeknik Negeri Tual di Maluku Tenggara. Pada kesempatan ini dirinya menyampaikan pendidikan seks dan kesehatan reproduksi bagi remaja, khususnya remaja perempuan
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1892 seconds (0.1#10.140)